|35| Lengkap

5.9K 233 7
                                    

Freeclass adalah sesuatu yang ditunggu para murid selain bunyi bel. Hampir tiga angkatan mendapat kenikmatan yang tiada duanya pada hari ini. Dikarenakan para guru sedang rapat, mereka membicarakan hal rahasia yang tak ada satupun murid tahu. Namun, siapa peduli?

Alvira berinisiatif mengajak teman-temannya berkumpul di UKS. Daripada berlama-lama, mending langsung sekarang, pikirnya. Padahal masih ada yang harus Alvira selesaikan di kelas. Perihal piket pulang sekolah yang kurang lebih setengah jam lagi, tapi gadis itu memilih untuk kabur sekaligus membawa ranselnya.

Tak ada yang sadar, lantas Alvira menghela napas lega. Dihentikannya langkah di ambang pintu kelas teman-temannya, Alvaro melongok dari dalam. "Hah? Emang udah pulang?" Alvira disambut oleh pertanyaan Alvaro dengan raut wajah keheranan.

"Belum. Yang lain mana? Gue mau ngajak ke UKS." Alvira menyembulkan kepala ke dalam, memicing untuk mencari keberadaan mereka di tengah kericuhan yang fantastis ini. Benar-benar seperti ayam yang dibebaskan dari kandangnya.

Alvaro membulatkan mulutnya membentuk huruf O, sambil membereskan ranselnya. Lalu lelaki itu berteriak kencang untuk memanggil, sempat mengheningkan kelas selama beberapa detik.

"BINTANG, RAFAEL, RAHMA...."

Salah satu siswa justru menyahut padahal namanya tidak dipanggil. Ah ralat, lebih tepatnya mengomentari teriakan si ketua kelas yang memecahkan gendang telinga.

"Santai, Pak Ketuaan. Gak usah pakai urat sama kuah!"

Jadi, semenjak Gilang pindah ke Yogya Alvaro lah yang menggantikan posisi Gilang jadi ketua kelas. Setidaknya mengurangi kekecewaannya karena gagal meraih jabatan Ketua OSIS. Lihat saja, kelas seperti apa jadinya jika Alvaro yang pegang. Seolah-olah menganut sistem liberal.

"Hah? Lo jadi ketua kelas?" tanya Alvira sedikit tak percaya. Tadinya ia pikir ketua kelas sedang tidak masuk atau apalah alhasil kelas seperti ini, toh ternyata Alvaro yang terkesan angkat bahu.

Alvaro mengangguk sebagai jawaban. Menunggu yang lainnya beres-beres di dalam, Alvaro dan Alvira memilih menghabiskan waktu di balkon. Alvaro mengajak Alvira berkontak mata lalu tak sengaja berucap, "Cantik."

Sial, dasar hati mudah sekali bawa perasaan. Melibatkan perasaan dalam hal apapun, dibilang cantik misalnya. Sebelum ketahuan salah tingkah, Alvira memutuskan untuk menghampiri Rahma. Saat Alvira berbalik, ada tubuh Rahma. Sontak keduanya melonjak.

"Apaan sih lo, Al. Kaget tahu," cibir Rahma mendahului ucapan kesal Alvira.

"Salting dia, gue bilang cantik." Alvaro senyum-senyun sambil bersandar di balkon, menyilangkan kedua kakinya dan berlagak sok cool.

"Cieee, ih merah pipinya!" goda Rahma seraya menyenggol siku Alvira.

Mata Alvira sudah jengah, ia menunduk malu. Dan merutuki sahabatnya sendiri. Tiba-tiba ada sesuatu yang disodorkan padanya, Alvira mendongak memastikan siapa pemilik tangan tersebut. Ooh, Bintang.

"Apaan nih, Tang?" Pertanyaan yang diwakili oleh Rahma.

Semua juga bingung Bintang memberi undangan apa, tak tertulis acaranya. Monokrom, seolah misterius untuk tidak dibuka.

"Wah gila sih, sweet seventeen aja lo, Tang. Dasar tua!" Pembuka undangan tercepat adalah Rafael, yang langsung mengejek dengan nada sarkatis.

Bintang menoyor ucapan tersebut, tapi tak bisa mengelak juga karena paling tua dari teman-temannya. Mengambil tema monokrom, sesuai dengan hidupnya. Hitam dan putih, jika ada yang baru juga di pertengahan yaitu abu-abu. Hidup Bintang terlalu flat untuk dicerikatan.

Ketua PMR vs Kapten Futsal [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang