|13| Salam perpisahan

4.5K 251 9
                                    

Kringgg

Semua bersorak gembira begitu mendengar suara yang ditunggu-tunggu. Bel pulang, rasanya bagai terbebas dari jeruji besi. Kelas Alvira sudah gaduh, guru yang mengajar terakhir mengigatkan terlebih dulu untuk piket.

Sial, gue piket lagi, batin Alvira. Setelah melihat teman-temannya sudah mengangkat bangku dan ditaruh di atas meja, barulah gadis itu beranjak ke almari peralatan kebersihan.

Alvira menoleh ke samping dan ke kiri. Kosong, tak ada siapa-siapa. Secepat itukah teman-teman piketnya kabur? Dan seminim itukah tanggungjawab ketua kelas untuk mencegahnya? Bahkan sang ketua kelas sendiri pun tak terlihat batang hidungnya.

Tai! Mending gue ke cafe langsung! putus Alvira akhirnya. Ia menyumpah serapahi mereka, dan berjalan dengan mulut yang sibuk menggerutu tak jelas.

"Alvira...." Tiba-tiba saja panggilan panjang menginterupsi langkah kakinya. Hingga gadis itu berhenti dan menoleh ke belakang.

"Pintu kelas lo gak dikunci?" Alvaro datang dengan pertanyaannya. Alvira membalas dengan mengedikkan bahunya cuek.

"Lah gak ada tanggungjawabnya amat!" cibir Alvaro, pasalnya setiap kelas pasti memiliki barang berharga masing-masing. Contohnya sapu, bisa saja ada yang menyuri jika pintunya terbuka lebar.

Alvira mendengus kesal dan membalikkan badannya. Berjalan dengan berat hati ke kelasnya kembali. Sejenak ia termenung, bagaimana nasib anak-anak nanti di pelajaran pertama? Pasti akan habis disemprot guru sebab kelas sangat kotor. Lihat saja, bungkus permen berserakan di mana-mana.

"Besok Tadarus di lapangan, gak boleh naik. Lo gak ada niatan buat bantu yang piket besok?" tanya cowok tersebut seraya mengedarkan pandangannya ke penjuru ruangan.

"Iya juga sih, sebenernya gue piket sekarang. Tapi yang piket pada kabur!" sahut gadis itu terang-terangan. Harusnya Alvira malu, sebab kelasnya kelas unggulan.

Lalu dengan kebesaran hatinya, Alvaro berjalan ke almari peralatan. Meraih sapu dan serokan di sana, murid langka. Padahal kelasnya saja bukan. Alvira menautkan alisnya namun mengikuti jejak Alvaro.

"Alvaro peduli juga ternyata," gumam Alvira dengan pelan. Akan tetapi bisa dijangkau oleh pendengar cowok itu yang terlalu peka.

"Ada lo-nya aja, gue takut lo yang kena sasaran guru besok," sahut Alvaro kelewat jujur.

Setelah percakapan dua insan yang tengah berkutat pada kerjaannya masing-masing, terdengar suara derap langkah seseorang. Lalu tanpa dikomando, karena gerakan refleks keduanya menoleh ke sumber suara.
Terlihat Gilang di sana yang tengah berdiri di ambang pintu.

Gilang berucap, "Al, gue mau ngomong bentar." Ambigu sekali, sapaan 'Al' tidak jelas tertuju untuk siapa. Gilang segera tersadar, "Alvira maksudnya."

Alvira menyandarkan sapu yang dipegangnya ke meja, lalu berjalan menghampiri Gilang yang tadi ingin berbicara sebentar. Sementara itu, biarpun jarak Alvira dan Gilang cukup jauh darinya, Alvaro tetap penasaran, lantas memasang telinga baik-baik.

"Kak Tasya habis magrib otw Yogya, lo gak mau ketemu dulu sama dia untuk terakhir kalinya?" tanya Gilang to the point.

Prankkk

Terdengar suara benda terjatuh ke lantai, tak salah lagi benda itu sapu yang berada dalam genggaman Alvaro. Seperti gerakan spontan setelah mendengar penuturan Gilang. "Apa tadi lo bilang?!" kagetnya.

"Kak Tasya ... mau kerja di sana," ulang Gilang hati-hati. Gilang tak mau membuat Alvaro terluka sebab ia tahu bahwa Alvaro menganggap kakaknya lebih dari yang orang lain pikir. Begitupun dengan Tasya.

Ketua PMR vs Kapten Futsal [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang