|17|Pergi dengan sopan

3.8K 233 7
                                    

Pagi yang cerah, mentari bersemangat menyinari bumi dengan sinar hangatnya. Cuaca saat ini memang sedang labil, kemarin hujan besoknya tidak.

Jika mentari cerah, berbanding terbalik dengan hati Alvira. Mendung, terus-terusan menangis. Alvira yakin dirinya tak bisa membohongi perasaannya sendiri, ia suka pada Alvaro. Namun, perkataan Alvaro kemarin membuatnya gelisah.

"Hujan sama lo itu sama-sama susah ditebak, ending nya sama-sama bikin sakit."

Terngiang-ngiang seharian dalam benaknya. Mangganggu pikiran. Bahkan, Alvira sampai tak fokus pada materi yang sedang guru sampaikam di depan. Boro-boro masuk ke otak dan paham, ngerti juga tidak.

Tiba-tiba suara gebrakan menggema seisi ruangan. Sekaligus menyadarakan Alvira dari lamunannya. Ia memasang tampang bingung saat penjuru mata tertuju ke arahnya, dan dengan polosnya bertanya, "Kenapa?"

Bu Riamin yang saat itu sedang menerangkan, berkacak pinggang. Matanya menyorot tajam Alvira yang masih kebingungan. Tolong, siapa pun sadarkan Alvira.

"Coba Alvira, ulangi kembali yang saya ajarkan!" titah Bu Riamin lalu menjatuhkan bokongnya ke bangku guru.

Jantung Alvira mencelos, spontan mengarahkan pandangan ke papan tulis. "Hmm ... itu ... anu...." Ia menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Berusaha berpikir keras, sial, tidak mengerti.

"KELUAR!"

Dengan pasrah, Alvira bangkit dan berjalan lunglai menuju pintu. Percuma, tak ada gunanya membantah. Lagipula tak apalah daripada bergelut dengan pelajaran fisika yang memualkan.

"Untung bawa hp," gumamnya seraya merogoh saku seragamnya. Mendengarkan lagu jauh lebih baik, 'kan? Ia menyetel lagu berjudul Teman Bahagia yang dibawakan oleh penyanyi tampan, Aziz Hidayat atau nama panggung Jaz.

Earphone sudah bergelayit manja di kedua telinganya.

takkan pernah terlintas
tuk tinggalkan kamu
jauh dariku kasihku

karena aku milikmu
kamu milikku
separuh nyawaku
hidup bersamamu

berdua kita lewati
meski hujan badai
takkan berhenti

Tiba-tiba saja suara yang mengalir dari earphone hanya terdengar sebelah saja. Dengan sigap gadis itu segera menoleh, dan betapa terkejutnya dia. Lihat saja, Mister Rudin sang pelaku penyopotan earphone Alvira.

"Sedang apa kamu di luar? Hah?!" tanyanya dengan suara meninggi.

"Ha! Itu, Pak. Hmm, jamkos! Iya, jamkos." Sangat amat ketara bohongnya.

Kau tahu? Mister Rudin tak mungkin percaya begitu saja. Guru tersebut berjalan menuju jendela kelas Alvira, mengintip melalui celahan jendela tersebut. "Jamkos kau bilang?" Seraya menoleh kembali pada muridnya.

"Eng--engga, Pak. Saya dihukum," sahut Alvira dengan kepala menunduk takut.

Bisa-bisa mendapat hukuman tambahan, mengingat hari ini adalah jadwal Mister Rudin piket.

"Berhubung saya guru piket hari ini, lari keliling lapangan 5 putaran. Cepat!" Dengan entengnya tanpa berperikemanusiaan, membuat Alvira hanya bisa menelan ludah sambil menahan agar tidak berkata kasar.

Menuruti dengan berat hati, gadis itu melenggang menuju lapangan. Di sana, ada kelas yang sedang berolahraga. Diteliti satu per satu orangnya, tidak salah lagi, kelas Alvaro dan Rahma!

Ketua PMR vs Kapten Futsal [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang