"Tsa, kalau Ayah nanti pergi, kamu jangan tolak kebaikan orang ya? Kalau kamu tinggal sendiri, jangan takut! Ayah selalu berusaha untuk tidak menyakiti siapapun, yang Ayah harapkan cuma satu, kamu juga tidak disakiti siapapun ketika Ayah sudah tidak ada. Ayah tidak mau segala sesuatu yang Ayah buat malah membuat kamu kesulitan." Laki-laki itu berbicara lemah dalam duduknya sambil disuapi bubur oleh putri semata wayangnya. Mereka hanya hidup berdua, ayah, dan anak. Tidak ada anggota keluarga lain.
"Yah, jangan ngomong gitu ah! Tsabiya percaya kok Ayah pasti sembuh. Semua penyakit ada obatnya kan? Lagian Tsabiya nggak mau sendiri. Tsabiya ikhlas ibu pergi. Tapi Tsabiya nggak mau Ayah juga ikut pergi." Gadis bernama Tsabiya itu meletakkan mangkuk bubur di nakas lalu mengambil gelas air.
"Ayah kan udah di operasi kankernya. Abis ini pasti sehat."
"Amiin."
Tsabiya tersenyum lebar. Semoga saja operasi ini menyembuhkan ayahnya. Mengembalikan semua kebahagiaannya dan pastinya tidak mengambil nyawa laki-laki cinta pertamanya itu.
Tsabiya tidak masalah selama ini bekerja keras dan berhutang pada temannya untuk biaya berobat Sang Ayah yang mengidap Kanker Kelenjar Getah Bening stadium 4. Susah payah ia bekerja demi mendapatkan uang untuk hidupnya yang mulai kesulitan selama ayahnya terdeteksi mengidap penyakit mematikan itu. Awalnya hidupnya penuh warna, tapi ketika ayahnya jatuh sakit, dunia Tsabiya terasa terbalik, untung saja ia masih bisa bernafas normal karena memiliki seorang ayah yang baik dan menyayanginya meskipun sudah tidak sehat lagi.
Setelah percakapan itu, suasana kamar rumah sakit berubah damai ketika Ardaad, ayah Tsabiya tidur kembali ditemani iringan ayat Al-Quran yang Tsabiya lantunkan. Perempuan itu hanya bisa berdoa sebelum menutup kitab suci yang di pegangnya. Semoga ada waktu untuk ia dan sang ayah kembali mengaji bersama di rumah mereka tanpa ada yang terbaring lemah dan tak berdaya.
Harapan itu selalu kuat meskipun banyak hal yang menggoyahkan keyakinan. Tsabiya yakin, ini hanya cobaan baginya. Setelah ujiannya berlalu maka pasti tuhan akan menaikkan derajatnya dan Sang Ayah. Ia hanya perlu sabar, ikhlas dan tabah. Ia yakin, hal paling buruk baginya tidak akan pernah terjadi. Ia yakin dan sangat percaya tuhan tidak akan mengambil ayahnya dengan cara yang menyakitkan dan membuatnya paling sedih dan berduka sedunia.
Ia hanya punya ayah. ibunya meninggal di usia Tsabiya yang ke 14 tahun, sehari setelah Tsabiya menjadi gadis sebenarnya. Setelah sehari Tsabiya mengalami menstruasi. Hari-hari berat harus dilalui, dimana seharusnya seorang ibu yang memberi banyak pelajaran tentang menjaga diri sebagai gadis remaja yang rentan. Di tengah kelabilannya yang terus memuncak hingga usia 18 tahun ia hanya hidup berdua dengan sang ayah sampai sekarang. Tumbuh dengan cara asuh seorang ayah yang merangkap ibu dan segalanya.
Sejak hari itu, pusat dunia Tsabiya adalah ayahnya. Kala sudah tidak ada ibu tempatnya bercerita, semua kian terasa berbeda. Tanpa punya seorang saudara, adik maupun kakak. Ia sendiri. Bergelung dalam kemelut kehilangan yang begitu berat bagi seorang gadis belia. Waktu ikut berubah sejalan dengan Ardaad yang terlihat cukup tegar menghadapi kehilangan. Padahal sebenarnya Tsabiya cukup sering melihat ayahnya diam-diam memandangi foto keluarga mereka yang ada di dinding ruang tengah. Ayahnya boleh berbohong bahwa katanya baik-baik saja. Tapi Tsabiya tau betul, ada rindu yang sama seperti yang ia rasa, ia mau ibunya kembali. Begitupun ayahnya.
Hari-hari semakin nelangsa. Hari di mana seharusnya Ardaad duduk manis di meja makan dan menikmati hidangan istrinya malah berbalik menjadi Ardaad yang memasak di dapur dan menyuruh Tsabiya menonton caranya memasak. Sampai-sampai anak itu jadi mahir memasak enak seperti sekarang ini.
Ardaad adalah tameng bagi Tsabiya. Segala hal hanya Ardaad lah tempat meluapkan segalanya. Namun seiring Ardaad menua dan sakit, beberapa hal tidak bisa diceritakan karena bisa menambah pikiran dan membuat Ardaad masuk rumah sakit. Alhasil, Tsabiya menyimpannya sendiri. Diam, tersenyum, dan selalu tertawa bahagia. Padahal dalam hati kecilnya ia ingin bilang Ayah, Tsabiya mau cerita.
Tsabiya ingin bilang bahwa mendapatkan pekerjaan tidak mudah meskipun ia sudah sarjana. Tsabiya berniat cerita tentang teman-temannya yang memilih menikah muda di tengah masa perkuliahan. Tsabiya ingin mengeluh ketika motor matic yang Ardaad belikan sejak kelas 1 SMA sudah tidak bisa diajak bekerja sama. Beberapa kali Tsabiya terlambat interview pekerjaan karena motor yang tiba-tiba mati. Tsabiya ingin mengatakan semuanya tanpa ada yang tersisa. Tsabiya ingin bilang ia rindu ibunya. Ia mau semua hal-hal kecil diketahui oleh ayahnya. Tapi tidak semua isi hati itu bisa disampaikan lisan. Maka ia akhirnya memilih diam dan memendam.
Tsabiya ingin seperti ia yang dulu, yang mengatakan semuanya pada ayah dan ibunya. Yang tidak malu menangis tentang beberapa hal. Tsabiya ingin menjadi Tsabiya yang dulu, yang lemah di depan orangtuanya. Bukan yang tegas dan sok tegar dan kian dewasa. Tapi keadaan memaksanya. Dan ia terlanjur hebat untuk melakukannya sekarang. Tsabiya telah berubah, gadis manis yang apa adanya sekarang menjadi wanita cekatan, berpendidikan, dan kuat menghadapi cobaan.
Jika ada yang bertanya sekuat apa, mungkin sekuat ayahnya mendidik dan membesarkannya dalam kesendirian tanpa sedikitpun menitihkan airmata.
Mungkin juga sekuat ayahnya bertahan dari penyakit demi menemani Tsabiya sang permata satu-satunya, sebelum nanti ada laki-laki yang mau meminangnya. Dan saat itu, Ardaad bisa pergi dengan tenang meninggalkan Tsabiya sendirian di dunia tempat mereka pernah tertawa bersama. Melepaskan Tsabiya untuk benar-benar mandiri. Sampai tak ada lagi tangan hangat seorang ayah yang akan menangkapnya kala ia jatuh, tidak ada lagi dukungan. Tidak ada lagi penenang. Tsabiya hanya harus seutuhnya mencari pegangan. Pada sesuatu yang telah ditinggalkan Ardaad dalam dirinya.
***
Helooooooo ... Assalamualaikum ...
Cerita ketiga yuhu ... seru ... seruuu ...
Mari baca mari baca!Dijamin tersentuh deh. Ditulis dengan suka cita untuk para reader, mwehehe.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tsabiya
Fiction généraleApa yang terjadi ketika Tsabiya tiba-tiba dilamar oleh seorang laki-laki yang baru sekali ia temui di hari duka kematian ayahnya? Apakah mungkin ada pernikahan tanpa cinta? Apakah Tsabiya akan menerima atau tetap memilih hidup sebatang kara tanpa or...