Gadis berambut ikal sebahu itu terengah-engah setelah berlari cukup lama dari kejaran dua lelaki berpakaian serba hitam. Dia menyelinap ke sebuah kafe, langsung menuju toilet.
Entah sudah berapa kali ini terjadi. Dia harus bersembunyi dari dua lelaki tadi yang selalu membuntuti dan mengawasinya. Sulit sekali melepaskan diri dari pandangan mereka. Rasanya dia tak bisa bernapas lega selama kedua laki-laki tadi ada di dekatnya.
Gadis itu menenangkan diri selama beberapa menit di toilet. Membasuh wajahnya kemudian mengeringkannya dengan tisu. Setelah dia yakin kedua orang tadi sudah kehilangan jejaknya, dia keluar dari toilet. Mengintip dulu suasana di dalam kafe sebelum menuju kasir membeli segelas minuman. Dia haus sekali dan ingin meneguk minuman dingin.
Dia baru berjalan beberapa langkah saat melihat dua lelaki yang mengejarnya baru saja masuk ke dalam kafe. Dengan gerakan cepat dia berbalik. Lalu mengendap-endap menuju pintu keluar untuk karyawan yang berada di samping dapur.
"Quién eres tú?" tegur pegawai kafe yang terkejut melihat bukan pegawai berada di dekat dapur.
"I am sorry, I am out now," sahut gadis itu dalam bahasa Inggris karena dia belum fasih berbahasa Spanyol. Bergegas dia mendorong pintu lalu melesat keluar.
Pintu keluar itu menuju lorong sempit yang diapit bagian belakang deretan gedung-gedung. Gadis itu berjalan cepat menuju ujung lorong, lalu menyusuri gang-gang di sekitar daerah itu. Dia aktifkan google map mencari jalan menuju kampusnya.
Setelah berjalan cepat melewati beberapa blok, akhirnya dia sampai di kampusnya. Bergegas dia masuk ke halaman kampus. Barulah sekarang dia bisa merasa lega. Dia menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskannya perlahan.
Selama beberapa menit napasnya masih tak teratur. Bergerak cepat sejak tadi cukup menguras energinya. Bulir-bulir keringat mengalir dari atas dahi, pelipis dan tengkuknya.
Dia menuju kantin kampus dan membeli minuman dingin yang sejak tadi dia idam-idamkan. Dia bawa minuman itu ke bagian halaman kampus yang teduh di bawah salah satu pohon rindang.
Matanya membelalak senang saat akhirnya menemukan sosok yang sangat dikenalnya di bawah satu pohon rindang duduk di rerumputan sedang menggores sesuatu di atas buku sketsanya sambil mendengarkan musik melalui earphone.
"Neo! Untunglah aku nemu kamu di sini," katanya dengan mata berbinar dan senyum mengembang pada cowok di hadapannya itu.
Cowok yang dipanggilnya Neo itu tidak menoleh. Tampaknya dia tidak mendengar suara gadis itu.
Gadis itu menarik salah satu earphone dari telinga Neo.
"Hei!" seru Neo terkejut sambil mendongak dan mata mengernyit kesal.
"Sori. Abisnya kamu nggak dengar aku ngomong sama kamu," sahut gadis itu.
"Kamu lagi. Selalu kamu yang ganggu aku," kata Neo tak peduli. Dia memasang lagi earphone ke telinganya.
"Aku nggak ganggu. Aku kan nyapa baik-baik. Lagian, sebagai sesama teman sebangsa di negeri orang, kan mendingan kalau kita bareng-bareng terus."
Gadis itu berhenti bicara saat menyadari cowok di hadapannya itu tidak mendengar suaranya lagi. Dia duduk di samping Neo dan mulai menyeruput minumannya.
Dia mengintip sketsa yang sedang dibuat Neo. Bagus seperti biasanya. Salah satu hal yang membuat gadis itu kagum pada cowok menarik itu. Dan dia tak pernah berusaha menutupi rasa kagumnya.
Walau Neo tak berubah. Masih saja bersikap dingin. Namun dia tak peduli. Neo yang membuatnya tetap bersemangat tinggal dan kuliah di kota ini. Membuatnya tak putus asa menghindar dari orang-orang yang mengejarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
We Could Be In Love (SUDAH TERBIT)
Teen FictionSekuel "Listen To My Heartbeat" Sinopsis : Neo Andromeda harus menerima kenyataan berpisah dari cinta pertamanya, Trinity. Neo lebih memilih menerima beasiswa kuliah di Barcelona. Kota yang mempertemukannya dengan Liberty Manhattan, gadis Indonesia...