Mendadak Trinity ragu, menceritakan yang sebenarnya pada Zaki atau tidak.
Zaki datang dengan wajah ceria dan antusias ingin mengajaknya pergi. Trinity khawatir jika dia mengatakan Neo datang dan baru saja pulang, itu akan mengacaukan mood Zaki.
Dia tak bisa menebak bagaimana reaksi Zaki andai dia mengatakan yang sebenarnya. Mungkin Zaki bisa menerima, mungkin juga kekasihnya itu tak suka.
Setidaknya, Trinity tidak ingin bilang sekarang. Lebih baik nanti setelah mereka selesai nonton.
"Oh, barusan temanku datang. Kebetulan dia lagi di Jakarta. Jadi, mampir deh ke sini." Akhirnya itu jawaban yang dipilih Trinity.
"Teman kuliah?" tanya Zaki lagi.
Trinity tak menjawab, dia hanya balas menatap Zaki.
"Mau nonton film jam berapa? Please, jangan film horor. Film yang romantis aja deh. Ada, kan?" Trinity mengalihkan pembicaraan sambil mengambil piring berisi bolu dan gelas dari atas meja.
"Kamu nggak mau jawab, tamu kamu tadi teman kuliah atau apa?" Zaki masih menuntut jawaban dari pertanyaannya.
Trinity tersentak, tak menyangka Zaki tak bisa dialihkan.
"Apa perlu aku jawab detail? Dia cuma teman," jawab Trinity.
Zaki memandangi Trinity.
"Pasti teman cowok. Kalau dia cuma teman cewek, pasti kamu nggak keberatan nyebut namanya," katanya lagi.
"Kalau aku bilang dia cuma teman, berarti dia memang cuma teman." Trinity masih enggan mengatakan yang sebenarnya.
Zaki menghela napas.
"Oke, aku nggak mau jadi pacar posesif. Aku cuma berharap, kamu selalu jujur sama aku, Trin. Kita sudah sepakat, kan?"
"Iya, aku tahu. Sekarang, kita jadi mau nonton nggak?"
"Tentu saja jadi."
Trinity tersenyum untuk meredakan ketegangan.
"Aku beresin piring dan gelas ini dulu ya. Kamu mau minum apa? Sirup dingin atau teh hangat?"
"Nggak usah, Trin. Kita makan dan minum di mal saja. Aku yang traktir. Ini sudah tengah hari. Aku pengin nonton yang jadwal mainnya sekitar jam satu. Supaya kita pulangnya nggak malam. Kamu langsung siap-siap saja."
"Oke, aku masuk dulu ya. Nggak lama kok." Trinity masih tersenyum, lalu bergegas masuk rumahnya.
Bu Prita heran melihat Trinity membawa masuk gelas dan piring yang belum kosong.
"Lho, Neo sudah pulang?" tanyanya.
"Iya, Ma. Maaf ya, Ma, Neo nggak sempat pamit karena buru-buru. Tapi dia titip salam buat Mama dan Papa."
"Neo buru-buru kenapa?"
"Mm ... ada Zaki datang," jawab Trinity pelan.
Alis Bu Prita terangkat.
"Neo menghindari Zaki? Kenapa memangnya?" tanya Bu Prita lagi semakin heran.
"Neo masih suka kamu, Trin?" Bu Prita mulai memahami situasi.
"Nggak tahu, Ma. Dia bilang, dia datang cuma sebagai teman."
"Dan kamu, masih suka Neo?"
Trinity tersentak halus mendengar pertanyaan mamanya itu.
"Neo cuma teman." Suaranya terdengar tidak yakin.
"Sudah deh, Ma. Zaki datang mau ngajak nonton. Dia mau sekalian izin sama Mama. Nanti sore kami pulang kok." Trinity menyampaikan maksud kedatangan Zaki.
Dia merangkul lengan mamanya, menuntunnya berjalan perlahan ke teras.
KAMU SEDANG MEMBACA
We Could Be In Love (SUDAH TERBIT)
Teen FictionSekuel "Listen To My Heartbeat" Sinopsis : Neo Andromeda harus menerima kenyataan berpisah dari cinta pertamanya, Trinity. Neo lebih memilih menerima beasiswa kuliah di Barcelona. Kota yang mempertemukannya dengan Liberty Manhattan, gadis Indonesia...