9. Izinkan Aku Peduli

7.3K 1K 386
                                    

Saka melajukan mobilnya ke kampus Liberty dengan hati membuncah. Dia tahu pasti di jam ini, hari ini, kuliah Liberty sudah selesai.

Sesampai mobilnya di depan kampus Liberty, dia menelepon.

"Atta, kuliahmu sudah selesai, kan? Aku sudah di depan kampusmu. Ada yang ingin kubicarakan denganmu. Ini tentang Neo," kata Saka tanpa basa-basi setelah Liberty menerima teleponnya.

"Ada apa dengan Neo?" balas Liberty, terdengar sangat ingin tahu.

"Kuceritakan nanti di perjalanan. Aku yakin kabar ini akan membuatmu terkejut. Kamu nggak ada rencana pulang bareng Neo, kan? Cowok sombong itu masih mengabaikanmu?"

Liberty tidak menjawab pertanyaan Saka itu. Malah menutup telepon. Saka hanya terkekeh. Tak lama Liberty sudah muncul di samping mobil Saka. Saka membukakan pintu.

"Neo bukan cowok sombong. Jangan menyebutnya begitu lagi," kata Liberty setelah dia duduk di samping Saka.

"Oke, tapi dia memang orang tanpa ekspresi yang begitu dingin. Sejak pertama bertemu dengannya, aku nggak pernah melihat dia tersenyum," sahut Saka.

"Tergantung siapa lawan bicaranya. Kalau sama kamu, sudah pasti dia malas tersenyum."

Saka tergelak. "Kamu benar-benar menyukainya ya. Kamu selalu membelanya."

"Ya, aku memang suka Neo," jawab Liberty tegas.

"Oh, jadi aku sudah nggak punya harapan mendapatkan hatimu?"

"Kamu cuma mata-mata ayahku. Jangan berharap lebih."

Saka tersenyum. "Kamu tahu, apa yang dilakukan cowok favoritmu itu tiap malam di stasiun subway Catalunya?" tanyanya.

Liberty menggeleng. "Kamu mau melaporkan apa sih? Memangnya apa yang dilakukan Neo di sana?"

"Aku nggak akan bilang sekarang. Sebaiknya kamu lihat sendiri nanti. Jam tujuh kita ke sana," kata Saka.

Liberty melirik Saka. "Apa penting aku melihatnya?" tanyanya.

"Dia cowok favoritmu. Jangan pura-pura nggak ingin tahu apa yang dia lakukan," jawab Saka.

"Jangan banyak omong. Nanti antarkan saja aku ke tempat kamu melihat Neo," kata Liberty.

"Pasti! Karena itu aku menjemputmu sekarang. Kali ini, aku boleh menunggu di ruang apartemenmu sampai waktunya kita berangkat, kan?" tanya Saka

"Tentu saja nggak boleh. Tunggu di lobi seperti biasa," jawab Liberty tegas. Saka meniup udara.

"Mendadak aku merasa bagai sopir pribadimu."

"Salahmu sendiri kenapa mau."

"Kamu juga butuh aku, kan? Saat kamu sedang diabaikan Neo," sindir Saka sambil mengedipkan sebelah mata pada Liberty yang sedang menoleh ke arahnya.

Liberty enggan menjawab. Dia memalingkan pandangannya ke depan, dan tetap diam sampai mobil Saka berhenti di depan gedung apartemennya.

"Aku mengantarmu sampai sini. Lebih baik aku pulang dulu ke apartemenku daripada menunggu di lobi. Mandi, ganti baju. Jam setengah tujuh aku datang lagi menjemputmu. Mungkin kita bisa makan malam dulu sebelum ke stasiun subway Catalunya," kata Saka sebelum Liberty turun dari mobilnya.

"Oke. Kamu datang nanti, aku sudah siap di lobi," sahut Liberty.

Dia bergegas keluar. Membiarkan mobil Saka melaju lebih dulu sebelum dia masuk ke gedung apartemennya.

Liberty menyimpan rasa penasarannya diam-diam. Dia tak ingin menunjukkannya di hadapan Saka. Walau hatinya bertanya-tanya, apa yang telah dilakukan Neo dan dilihat Saka. Saka benar, Segala sesuatu tentang Neo selalu membuatnya penasaran.

We Could Be In Love (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang