6. Undangan Khusus

8.6K 1.1K 387
                                    

Neo mematut diri di depan cermin yang terpasang di samping lemari. Hanya menampilkan pantulan tubuhnya dari kepala hingga pinggang. Baginya itu sudah cukup untuk mengecek kerapihan pakaiannya.

Dia mengenakan kaos hitam dipadu blazer hitam. Celana dan sepatunya pun hitam. Sengaja dia ingin tampil kasual tapi tetap terlihat formal.

Undangan menghadiri acara ramah tamah mahasiswa Indonesia di Barcelona bersama Duta Besar Indonesia untuk Spanyol ini sungguh tak terduga. Undangan itu baru dia terima dua hari lalu. Staf kedutaan mengundangnya untuk menunjukkan kemampuannya bermain biola dalam acara itu di hadapan para undangan sesama mahasiswa dari seluruh wilayah Barcelona dan pejabat kota setempat.

Entah bagaimana mereka bisa mengetahui keahlian Neo ini, tapi Neo yakin, mereka punya sumber data yang memungkinkan mereka mendapatkan informasi lengkap mengenai WNI mana pun di negeri ini.

Neo menghela napas lega. Cukup puas dengan penampilannya. Dia meraih biola yang tersimpan dalam tempatnya. Lalu keluar gedung apartemennya dan naik bus menuju salah satu hotel terbaik di kota ini.

Acara berlangsung di ballroom hotel. Neo segera menuju ke sana. Tapi di tempat penerimaan tamu, terjadi hal aneh.

"Kamu Neo Andromeda?" tanya perempuan yang menjaga meja pendaftaran tamu setelah melihat undangan Neo.

"Iya, itu nama saya," kata Neo sambil menunjuk namanya di undangan.

"Sebentar ya," kata perempuan itu. Lalu dia memanggil staf lain, seorang laki-laki, membisikinya sesuatu. Tak lama laki-laki itu menghampiri Neo.

"Mari, ikut saya," kata orang itu.

Neo menatapnya curiga. "Ke mana?" tanyanya.

"Pak Dubes berpesan, kalau Anda datang, diminta menemuinya."

"Ada apa?"

"Saya tidak tahu. Sebaiknya tanyakan saja langsung ke Pak Dubes. Ruangnya ada di samping ballroom ini."

Neo masih tampak ragu. Tapi rasa penasaran membuatnya akhirnya menerima ajakan lelaki itu. Neo mengikutinya berjalan ke samping ballroom, lalu masuk ke sebuah ruangan cukup luas.

Ada sofa lengkap, dan di tengah-tengah sofa terpanjang, duduk seorang lelaki yang menurut perkiraan Neo, berusia hampir lima puluh tahun. Tubuhnya tinggi tegap. Kumisnya tipis. Potongan rambutnya rapi walau sudah terlihat ada beberapa helai berwarna putih keabu-abuan.

"Silakan duduk," kata lelaki itu dengan suara berwibawa.

Neo segera duduk di sofa yang berhadapan dengan lelaki itu.

"Saya Adipta Heidar. Duta besar Indonesia untuk Spanyol. Saya senang sekali banyak pemuda Indonesia cerdas dan potensial menuntut ilmu di Spanyol, tepatnya di kota Barcelona ini," kata lelaki itu.

Mata Neo membesar sedikit. Inilah dia, duta besar Indonesia untuk Spanyol. Selama ini dia hanya tahu namanya dan melihat fotonya beberapa kali di media, tapi baru kali ini bertatap muka langsung. Terpikir oleh Neo, apakah semua mahasiswa dipanggil satu per satu untuk menghadap?

"Terima kasih sudah mengundang saya, Pak," sahut Neo sembari tersenyum santun.

"Neo Andromeda," ucap lelaki itu lagi.

Neo tertegun mendengar Pak Dubes menyebut nama lengkapnya.

"Iya, Pak," sahut Neo mengangguk sopan.

"Saya mendengar prestasi kamu. Lulusan terbaik dari sekolahmu di Jakarta. Pernah memenangkan medali emas olimpiade fisika di luar negeri, kemudian mendapat beasiswa di salah satu perguruan tinggi bergengsi di kota ini. Luar biasa. Masih ditambah katanya kamu juga ahli beladiri karate dan mahir bermain biola?"

We Could Be In Love (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang