1. Buenos dias, Barcelona

20.6K 1.8K 549
                                    

"Neo!"

Liberty Manhattan menyambut Neo yang baru saja memasuki pintu gerbang kampusnya. Mata gadis itu berbinar. Selalu begitu tiap kali bertemu Neo. Sejak awal kuliah, gadis energik itu selalu menempel ketat pada Neo. Seolah dia tidak berminat berteman dengan mahasiswa lain di kampus ini.

"Hai, Lib." Neo menjawab singkat. Kemudian dia hanya diam mendengarkan Liberty bicara sepanjang mereka melangkah menuju ruang kelas kuliah mereka.

Sudah dua minggu kuliah semester pertama dimulai. Neo semakin antusias dengan kuliahnya ini. Dosen-dosen yang cerdas, diskusi-diskusi yang menarik. Teman-teman baru dari berbagai negara. Dia memilih kelas Internasional. Karenanya, teman sekelasnya berasal dari berbagai negara dan bahasa pengantar menggunakan bahasa Inggris. Tetapi Neo cukup fasih berbahasa Spanyol. Itu membuatnya mudah bergaul dengan mahasiswa dan warga setempat.

"Aku mau minta tolong, boleh?" tanya Liberty langsung menghampiri Neo setelah kuliah hari itu berakhir.

"Minta tolong apa?" Neo balik bertanya tanpa menoleh ke Liberty. Dia berjalan santai keluar kelas diikuti Liberty yang melangkah di sampingnya.

"Ajari aku bahasa Spanyol. Kamu lancar sekali ngomong dengan bahasa Spanyol."

"Aku belajar bahasa ini sudah lama. Sejak SMA kelas sepuluh. Itu salah satu poin yang mendapat nilai lebih saat aku mengajukan beasiswa di sini."

"Jadi, kamu mau mengajari aku, kan? Aku akan membayarmu tentu saja. Lumayan, bisa buat tambahan uang sakumu."

Neo berhenti melangkah. Memandangi Liberty. Tawaran itu cukup menarik. Walau biaya kuliah serta buku-bukunya di sini telah dibiayai dan dia juga mendapat uang saku, tapi jika dia masih bisa mendapat tambahan, dia tak boleh menyia-nyiakannya. Neo sudah bertekad akan menabung. Supaya saat liburan panjang, dia bisa pulang ke Jakarta.

Bukan keharusan baginya untuk pulang di masa liburan setelah setahun kuliahnya di sini, tapi Neo merasa harus pulang. Banyak yang ingin dia temui. Terutama ibunya yang kini tinggal sendiri ditemani Estela, gadis blasteran Spanyol yang menjadi saudaranya karena mama Estela menikah dengan ayahnya. Neo yang sejak ayahnya bercerai dengan ibunya sudah merasakan pedih, semakin sakit hati ketika ayahnya menikah lagi dengan mama Estela yang seorang janda beranak satu kemudian pindah ke Barcelona meninggalkan Neo. Rasa kecewa itu yang membentuk Neo menjadi karakter dingin dan tak mudah percaya pada orang lain.

Seolah cobaan yang dideranya tak cukup sampai di situ, setelah bertahun-tahun putus hubungan dengan ayahnya, tahun lalu Estela, anak tiri ayahnya, muncul ke rumahnya membawa kabar duka. Ayah Neo dan mama Estela meninggal bersamaan dalam sebuah kecelakaan lalu lintas. Estela yang telah menjadi yatim piatu memaksa tinggal bersama Neo dan ibu Neo. Neo ingat bagaimana ketika itu dia tak bisa menerima kehadiran Estela. Melihat Estela membuat rasa sakit hati ditinggal ayahnya muncul lagi. 

Namun seiring berjalannya waktu, Neo tak bisa lagi mengelak. Estela telah menjadi bagian keluarganya. Bahkan kini dia berterima kasih pada Estela, karena keberadaan Estela di rumahnya, telah membuat ibunya tak sendirian selama dia kuliah di Barcelona. (Kisah lengkapnya bisa dibaca di novel "Listen to My Heartbeat")

"Kamu serius menawariku mengajarimu privat bahasa Spanyol secara profesional?" tanyanya.

"Iya, aku serius," jawab Liberty.

"Kamu mau belajar di mana?"

"Di apartemenku?"

Neo terdiam sebentar, menimbang-nimbang. Apakah pantas jika dia hanya berdua Liberty di apartemen gadis itu?

"Ada tempat yang lebih umum?" tanyanya.

Liberty memandangi Neo, lalu tergelak pelan. "Kamu cowok yang sopan banget ya. Kamu khawatir kita bakal cuma berdua di apartemenku? Tenang aja, aku nggak tinggal sendirian kok. Ada teman sekamarku."

We Could Be In Love (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang