Sejak kejadian dikejar-kejar bodyguard Liberty, sikap Neo masih belum berubah. Dia tidak menyapa Liberty, bahkan seolah enggan melihat ke arah gadis itu. Keengganannya itu bukan lantaran benci, dia hanya tak ingin terlibat dengan seseorang yang terlalu penting. Kenyataan bahwa Liberty diikuti dua orang pengawal ke mana pun dia pergi, jelas menunjukkan bahwa Liberty bukanlah gadis biasa. Neo tak tahu siapa Liberty sebenarnya, dan dia tak ingin mencari tahu. Sudah pasti orang tua Liberty punya kedudukan penting hingga putrinya harus dikawal ke mana-mana.
Namun Liberty bukanlah gadis yang mudah menyerah. Dia tak bisa membiarkan dirinya diabaikan begitu saja. Apalagi dia tidak salah. Dia hanya belum ingin terbuka mengenai satu informasi tentang dirinya dari siapa pun. Termasuk pada Neo, cowok yang saat ini paling dekat dengannya dan diam-diam disukainya.
"Neo, hari ini jadwalku belajar bahasa Spanyol, kan?" tanya Liberty setelah berhasil menyamai langkah Neo saat mereka keluar dari kelas kuliah terakhir hari ini.
Tanpa menghentikan langkahnya, Neo menyahut, "Maaf, Lib. Hari ini aku nggak bisa. Aku ada acara lain." Dia tak menoleh ke Liberty ketika mengatakan itu. Pandangannya lurus ke depan, ke arah pintu keluar gedung kampusnya ini.
"Acara lain? Kok mendadak banget." Liberty tak bisa menyembunyikan ekspresi kecewanya.
"Aku nggak punya kewajiban menjelaskannya padamu," sahut Neo, tetap dengan sikap dingin.
"Tentu saja harus kamu jelaskan. Aku sudah membayar jasamu jadi pengajarku satu bulan. Kamu yang bilang, urusan belajar bahasa Spanyol ini harus profesional. Kalau kamu nggak bisa ngajarin aku hari ini, aku harus tahu apa alasannya." Suara Liberty agak meninggi, pertanda sedikit kesal dengan sikap tak peduli Neo.
Neo menghela napas. "Ada undangan penting yang harus aku datangi. Itu alasanku nggak bisa mengajarimu bahasa Spanyol hari ini. Sudah jelas?"
Bibir Liberty masih mengerucut. "Undangan penting apa?" desaknya, masih tak puas dengan jawaban Neo.
"Acara pertemuan mahasiswa asal Indonesia yang kuliah di kota ini dengan duta besar Indonesia untuk Spanyol."
Alis Liberty terangkat, jawaban Neo itu benar-benar membuatnya terkejut. "Kenapa aku nggak diundang? Aku juga mahasiswi yang kuliah di kota ini," katanya, muncul kernyitan di pangkal alisnya.
Neo mengangkat bahu. "Mana aku tahu kenapa kamu nggak diundang. Tenang saja, aku tetap bertanggungjawab dengan tugasku. Aku akan mengganti jadwal belajarmu di hari lain. Sekarang, aku permisi dulu. Aku harus siap-siap," katanya.
Mereka sudah berada di luar gedung kampus. Tanpa menunggu Liberty menyahut, Neo berjalan menjauh dengan langkah cepat. Kali ini Liberty tak mengikuti Neo. Dia hanya berdiri di tempatnya memandangi kepergian Neo. Pikirannya masih terusik dengan undangan yang diterima Neo dari Duta Besar Indonesia untuk Spanyol itu.
Untuk apa Neo diundang? Pertanyaan itu berkecamuk di kepalanya.
"Jadi, cowok sok dingin dan nggak menghargaimu seperti itu yang kamu sukai?"
Suara itu membuat Liberty menoleh. Matanya membesar melihat Saka sudah berada di depannya, berdiri bersandar ke sebuah mobil mewah yang berhenti di depan teras gedung kampusnya ini. Cowok itu memandanginya dan tersenyum. Namun di mata Liberty, senyum itu terkesan menyebalkan.
"Ngapain kamu ke sini?" tanyanya bernada kesal.
"Ayahmu yang memintaku melihat keadaanmu hari ini," sahut Saka santai, tak terpengaruh dengan sikap Liberty yang masih tak bersahabat.
"Kamu nggak perlu repot-repot menuruti permintaan ayahku. Please, nggak usah mencampuri urusanku."
"Aku nggak ikut campur. Apa yang kubilang tadi benar, kan? Itu kesan yang kutangkap melihat sikap cowok tadi padamu. Sombong banget dia. Memangnya dia siapa sih? Anak presiden aja nggak sombong begitu," sindir Saka.
KAMU SEDANG MEMBACA
We Could Be In Love (SUDAH TERBIT)
Teen FictionSekuel "Listen To My Heartbeat" Sinopsis : Neo Andromeda harus menerima kenyataan berpisah dari cinta pertamanya, Trinity. Neo lebih memilih menerima beasiswa kuliah di Barcelona. Kota yang mempertemukannya dengan Liberty Manhattan, gadis Indonesia...