Neo menumpuk bukunya, lalu bangkit berdiri dan bergegas menuju ruang kuliahnya. Beberapa hari ini dia menemukan tempat belajar tersembunyi yang membuatnya bisa terbebas dari Liberty.
"Neo!"
Neo menghela napas mendengar suara yang sudah sangat dikenalnya memanggilnya.
"Kamu tadi ke mana sih? Aku cari keliling kampus nggak kelihatan," tegur Liberty setelah berhasil menyusul Neo dan berjalan di sisinya.
"Aku memang punya kemampuan bisa menghilang," sahut Neo tanpa menoleh.
"Kamu mulai lagi, menghindari aku," kata Liberty lagi sambil melirik ke Neo.
"Aku cuma pengin fokus belajar. Sejak dulu aku lebih suka belajar sendiri," sahut Neo.
"Pelit ya, nggak mau bagi-bagi ilmu?" sindir Liberty.
Neo menoleh sekilas. "Kamu serius dengan kata-katamu itu? Setelah selama ini aku membantumu?" katanya.
"Tapi sudah sebulan ini kamu menghindari aku terus," sahut Liberty.
"Karena ujian akhir semester semakin dekat. Aku harus serius belajar. Seperti yang sering kubilang, aku merasa lebih nyaman belajar sendirian."
"Oke, aku nggak akan maksa belajar bareng kamu lagi. Tapi setelah kuliah kamu masih punya waktu, kan? Menenangkan diri sejenak setelah belajar seharian. Ada pertunjukan tari flamenco di La Rambla Cafe. Mau nonton?"
"Lo siento, aku nggak bisa," jawab Neo singkat.
Liberty menatap Neo hingga keningnya berkernyit.
"Setelah lima bulan mengenalmu, kamu belum berubah ya. Tetap terlalu serius, nggak pernah nyantai."
Mendadak Neo berhenti, berbalik menghadap Liberty.
"Karena aku ada di sini bukan untuk bersantai. Aku bukan turis yang hanya menikmati suasana kota. Aku di sini untuk belajar dan bekerja keras. Jangan menganggap semua orang bisa sama sepertimu. Kamu nggak perlu cemas memikirkan apakah mampu bayar sewa apartemen, apakah uang sakumu cukup untuk biaya hidup sebulan."
Raut wajah Liberty berubah, tampak tersinggung. "Kamu nggak perlu nyindir aku begitu," sahutnya menahan kesal.
Neo tersenyum sinis. "Nyatanya, kamu nggak sanggup hidup mandiri. Kamu tetap tinggal di apartemen mewah ditemani asisten. Seorang putri bagaimana mungkin bisa tahu seperti apa kerasnya hidup rakyat biasa," katanya, menyindir semakin kuat. Lalu tanpa menunggu Liberty menyahut, dia mempercepat langkahnya menuju kelas kuliah berikutnya.
"Hei!" teriak Liberty, bergegas mengejar Neo.
Sesampainya di kelas, Neo duduk lebih dulu di deretan kursi paling depan. Liberty berhenti di sampingnya.
"Kenapa kamu selalu menuduh hidupku enak-enak saja? Jangan mengira aku nggak pernah kerja keras. Jangan sok tahu," ucap Liberty. Lalu dia pun berlalu tanpa menunggu Neo menyahut.
Seusai kuliah terakhir hari itu, masih tersisa rasa kesal di hati Liberty. Berganti dia yang mengabaikan Neo. Sengaja dia bergegas keluar kelas mendahului Neo yang masih sibuk membereskan buku-bukunya.
Seperti biasa Saka mengecek keberadaannya. Selama ini Liberty hanya membalas Saka seadanya. Cowok itu masih menuruti pesan ayah Liberty yang memintanya mengawasi Liberty dari jauh.
Sudah selesai kuliah? Pesan dari Saka.
Tiba-tiba Liberty punya ide menghibur dirinya. Lelah juga selalu diabaikan Neo. Tak ada salahnya dia sedikit bersenang-senang bersama Saka. Liberty mengirim balasan sambil tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
We Could Be In Love (SUDAH TERBIT)
Teen FictionSekuel "Listen To My Heartbeat" Sinopsis : Neo Andromeda harus menerima kenyataan berpisah dari cinta pertamanya, Trinity. Neo lebih memilih menerima beasiswa kuliah di Barcelona. Kota yang mempertemukannya dengan Liberty Manhattan, gadis Indonesia...