Part 34. Boy With Toy

14.1K 1.4K 746
                                    


Because boys will be boys.

🌏

Banyak sosok pernah berkata, waktu adalah uang. Apalagi bagi rekan-rekan kerjaku.

Rasanya memang ada banyak orang rela menghamburkan uang berapa pun untuk membeli waktu, jika bisa. Contoh saja para hidung belang yang sudah menyandu selangkangan. Seperti yang pernah diakui oleh Taehyung, otak lelaki terletak di sela paha.

Sebagian dari kaum mereka tak segan-segan membeli waktu para korban perbudakan seks, hanya untuk kenikmatan semu belaka. Mencuri waktu di antara kesibukan 24 jam yang mereka punya.

Pikiran aneh yang barusan mampir di kepala membuatku merinding setengah mati. Sepertinya sejak berakhir dengan wanita itu, Kim Taehyung berubah menjadi tokoh si hidung belang. Tak kupungkiri ia pasti sudah tak lagi percaya pada sosok pramugari karena traumatis. Selain itu, peran tadi memang cocok dengan gambaran dirinya yang tak bisa menahan diri saat melihat adanya wanita cantik.

I knew it even he didn't touch her ex though before.

Terheran apa ia sungguh-sungguh menginginkan aku? Atau aku hanya dijadikan sebagai salah satu 'wanita percobaannya', seperti yang Joohyun Eonni katakan.

Hanya satu malam bersama Taehyung, aku sudah teraduk-aduk tak berarah. Itu membuatku kesal pada diriku sendiri.

Lagi dan lagi aku hanya mampu berserah pada waktu dan keadaan.

Menikmati hari bebasku sejak pulang dari tempat Taehyung, aku pun memanjakan diriku dengan hanya berguling di seputar tempat tidur dan sofaku. Kemungkinan besar hari pun sudah hampir gelap dan aku sudah melewatkan makan siangku.

.

Kruuukkk...

.

Perutku bahkan sudah meronta-ronta ingin dimasuki sesuatu yang hangat sekaligus memuaskan. Kepalaku pun kupaksa bekerja keras untuk menentukan apa yang kumaksud itu.

Ramyeon sepertinya bukan ide yang buruk? Aku butuh karbohidrat.

Sedang asyik merebus mi sembari menuang kemasan bumbu ajaib ke dalam mangkuk, tiba-tiba ada yang menekan bel pintu apartemenku secara brutal. Hampir saja aku menyenggol gagang panci mi-ku. Bukan tanpa alasan, aku akan menjadi sangat marah jika mi kesayanganku ini tumpah dan sia-sia.

Orang gila mana yang sudah berani merusak kebahagianku?!

Dengan langkah tergesa aku menuju pintu. Membukanya setelah bonus gedoran ke-sekian.

"Siaa--- ya ampun, jantungku!" Aku menepuk dadaku sendiri. Pria berkacamata itu membuatku hampir saja mati mendadak. Kenapa ia kembali lagi?

"Kau lama! Ayo ikut aku," ucapnya dengan bibir yang maju barang lima senti.

Aku menatapnya kebingungan, lalu mencari kejelasan. "Huh, sekarang? Tapi ini sudah jam berapa? Bukannya tadi kau bilang akan mengajakku besok, Ca---" Seringai otomatisnya itu langsung saja memperkuat sinyal waspada di alam sadarku. "Oppa?"

Fyuh, aku selamat.

Wajahnya berubah murung. "Seperti biasa, besok aku mendapat incidental flight. Memangnya kau sibuk apa sih? Kutebak hanya bermalas-malasan sejak tadi pagi kan?" (penerbangan dadakan)

Bingo! Yang ia katakan memang tepat.

"Tapi mi-ku bagaimana? Padahal sudah mau matang," keluhku.

Ia mendengus tak percaya, lalu mencibir, "wah, jadi aku tak lebih penting dari onggokan mi?"

Kali ini aku yang hampir berdecak kesal. "Baiklah baiklah. Aku akan berganti baju. Hmm, tapi Oppa akan memulangkan aku kan?" tanyaku sedikit was-was.

Final Approach (✔) [TERBIT]Where stories live. Discover now