Bag. 2 Hal. 2

7 3 0
                                    

Hari kedua, hari ketiga, hingga seminggu sudah berlalu, aku dan Rona kerap berjalan ke setiap fakultas mengumumkan dan menawarkan kepada mahasiswa yang mau bergabung. Kami pun telah memasang poster pengumuman di mading, berharap seseorang datang ke ruangan latihan kami. Tak terasa sudah satu bulan terlewati, tidak ada satupun yang datang untuk bergabung dengan grup kami. Saat itu Rona menceritakan sesuatu kepadaku, seperti dia baru mengingatnya.

"Bep, di kelas gue ada satu orang cowok sih, dia rajin banget jual-jualin pulsa, kayak yang butuh duit gitu.. gimana kalau kita tawarin dia, bukannya hadiah utama kalau menang kompetisi ini adalah uang?" Kata Rona kepadaku.

Tentu saja dengan sangat antusias aku meng-iya kan saran tersebut. Dengan cepat kami pergi mencari cowok yang dimaksud Rona, kata Rona, dia sering ada di counter Hp depan kampus. Sambil berlari kecil, aku berkata pada Rona.

"Bep, lu kok, baru bilang sekarang?" Tanyaku sambil mengatur nafas.

"Gue baru inget lah bep." Jawabnya sambil terpenggal-penggal.

"Tuh, bep orangnya!" Ucap Rona lagi.

"RAMA!" Teriak Rona dari kejauhan.

Dia menolehkan badan dan wajahnya. Dari punggungnya itu.. seperti aku sudah mengenalnya dan pernah bertemu dengannya tapi entah dimana. Ketika dia menoleh, Astaga! Bukannya dia orang yang pernah makan agar buah naga ku waktu dulu itu ya? Ucapku dalam hati sambil menukikkan alis. Tak kusangka aku bertemu lagi sama si cowok aneh ini. Selain dia berpenampilan sangat rapi, ternyata dia juga kolot banget pake pomade. Sinar matahari diluar telah menunjukkan bahwa dia memakai pomade berlebihan. Tertawa geli menyertaiku setelah dia mengambil tas berat nya yang dia saja menggendongnya setengah mati. Segeralah ia mendekat untuk menghampiri kami seraya membalas panggilan Rona.

"Eh! Rona, o yaampun mau beli pulsa? Sini, ke aku aja!"

"Eh, ngga Rama, kamu lagi butuh uang gak?" Tanya Rona.

"Oh, iya sih... gimana ya, aku tuh harus cari uang sendiri. Eh, kenapa nanya itu?" Tanya Rama balik.

"Oh, jadi kamu anak sastra Inggris, ya?" Kata ku setelah melihat Rama.

"Eh kamu, ketemu lagi... Ini temen aku Rona, iya sekelas aku sama Rona, kamu sastra juga?" Tanya nya padaku.

Sekilas, orang ini mudah ditebak, dari caranya berbicara dan gaya pertanyaanya, seperti nya orang ini agak-agak pelupa atau apa ya? Bukannya sudah jelas sekali aku ada di jajaran fakultas sastra yang kamu toel ngemis kue padaku. Ucapku dalam hati.

"Hehehe, iya, aku sastra Indonesia" Balasku.

"Owalaa, kamu udah saling kenal toh, sama Rona..." Katanya.

"Iya, kita satu klub, kamu mau gak gabung sama klub kita?" Tanya Rona to the point.

"Oh klub apa memangnya?" Tanya Rama kepada Rona dengan penuh kebingungan.

"Kenalan dulu dong, kamu siapa?" Kataku karena merasa kurang nyaman ngobrol-ngobrol dengan tidak mengetahui nama dari lawan bicara.

"Ogh! Iya-iya, Rama." Katanya dengan nada serius entah nada antusias karena mengenalkan dirinya.

"Aline." Jawabku sambil berjabat tangan.

"Klub paduan suara. Gini Rama, kita ada kompetisi waktu nya tinggal satu bulan lagi, grup kami kurang satu vokal lagi, kamu itu jenis suaranya Tenor aku yakin! Dan kalau kita menang kompetisi itu, hadiahnya uang tunai, kok." Kata Rona menjelaskan.

"Ohh.. Aduh, paduan suara ya? Malu aku, moso' cowok nyanyi-nyanyi falsetto gitu?" Jawab Rama agak menolak.

"Ayolah, plis bantu kita, kita bener-bener butuh banget satu orang lagi bersuara tenor. Nanti kita bakal dapet hadianya, kok, kalo menang ya..." Balasku agak memaksa sekaligus memelas.

"Emm..." Sambil Rama berpikir, kami pun ikut diam menyepi sebentar menunggu jawabannya.

"Gimana?" Balas Rona seakan membutuhkan jawaban selain tidak.

"Okeh deh!" Akhirnya Rama membalas satu kata harapan kita selama ini.

"YEAAAAY! Bep ayok kita ke koko!" Ucap ku kegirangan.

Berjalanlah kami menuju ruang latihan, kami berlatih setelah tes vokal yang dilakukan koko terhadap Rama. Aku dan Rona menjadi orang yang harus dekat dengan Rama, sebab kami lah yang mengajaknya bergabung, untuk menunjukkan dan mengajarkan cara bernyanyi, menghapal beberapa lagu yang akan di kompetisikan, serta mencegah makan makanan yang akan membuat suara menjadi serak. Maka dari itu, karena Rama sangat baru di Klub ini, kami berinisiatif menjadwalkan latihan khusus kami bertiga diluar jam latihan. Syukurnya pada waktu itu masih semester 1, jadwal perkuliahan kami tidak terlalu padat dan pelajaran belum terlalu sulit, sehingga kami punya waktu banyak untuk menghabiskan waktu bertiga menghapalkan dan menyelaraskan suara kami. 

AROMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang