Bag. 3 Hal. 14

3 0 0
                                    

Setelah pemeriksaan selesai dan penanganan pertama telah diberikan oleh dokter dan perawat yang barusan sedang beroperasi di dalam, akhirnya keluar dari ruang UGD dan mencari-cari kami. Dari raut wajah dokter itu, tampaknya hendak memberitahukan hal yang buruk.

"Kami telah memeriksa pasien, Bpk. Gunandra. Beliau mengalami tekanan yang cukup serius selama ini yang mungkin tidak pernah dikeluarkannya, sehingga itu membuat tensi darahnya semakin tinggi. Untuk saat ini, dengan kondisi jantung nya yang tidak bisa berfungsi normal lagi akibat darah tinggi yang sudah kronis, Bpk. Gunandra jangan dulu dibuat terkejut, atau dimainkan emosinya. Sampai perawatan dari rumah sakit selesai, pasien tidak diperbolehkan pula makan-makanan yang berat seperti daging. Kami akan merawat sampai ledakan emosional nya mereda." Ucap dokter tersebut.

Ya, sudah kuduga, bagaimana bisa stres yang mungkin hampir gila dirasa tidak akan berujung seperti ini? Ayahnya seperti sangat menyayangi Nana, namun karena hubungan rumah tangga nya telah berakhir, sejak itulah dimulai perusakan jantung akibat tekanan yang beliau tahan selama ini. Sekarang, ketika mendengar berita kak Nana sakit lumpuh, meledaklah semua emosi yang sudah tak tertahankan lagi selama ini. Hal ini memang sangat berbahaya sekali untuk tubuh, terutama ke mental dan jantung. Sekali lagi aku mengkhawatirkan kak Nana, apakah kak Nana harus diberitahu atau jangan dulu? Tapi, kami akan menjadi orang paling jahat jika tidak memberitahu. Apalagi mereka berdua menginginkan saling bertemu. Aku tidak mau jadi penghalang bagi mereka untuk bertemu, daripada emosi itu di tahan sampai membesar, lebih baik di keluarkan. Tapi, apakah aku yakin mau memberitahukan pada kak Nana? Karena aku takut sekali malah sesuatu yang lebih serius terjadi. Sekali lagi aku bingung dibuat oleh masalah ini.

"Aku masuk dulu, ya." Ucapnya.

"Iya." Balasku.

"Oh, kak! Aku tunggu disini atau aku ke ruang kak Nana." Ucapku.

Dia agak lama menjawabnya, mungkin dia takut kalau aku memberitahukan hal ini tanpa izin nya kalau aku ke kamar kak Nana.

"Disini saja tunggu kakak." Ucapnya meminta padaku.

Tentu saja, aku pasti akan dicurigai nya. "Tenang, kak.. aku tidak akan sembrono." Ucapku dalam hati.

Sambil menunggu kak Hegia, aku melihat jam di layar ponselku. Waktu menunjukkan sore dimulai, terlihat sekarang sudah pukul hampir jam 3, itu berarti sekitar satu jam lagi, Rona dan Rama pulang. Aku mengetik SMS kepada mereka berdua supaya datang ke rumah sakit karena ada hal penting yang akan kuberitahu untuk membantuku mengambil jalan terbaik dari permasalahan ini. Tak lama kemudian kak Hegia keluar, aku langsung berdiri dan menanyakan bagaimana keadaan ayahnya.

"Kak!" Panggilku secara spontan.

"Susah nih, papah tetep maksa mau ketemu Nana hari ini juga." Ucapnya mengeluh padaku.

"Sebenarnya, gak apa-apa mungkin kak.. bukannya kak Nana sudah baikan?" Tanyaku padanya.

"Nana belum sembuh, kelumpuhannya bisa muncul kapanpun, bahkan sekarang saja dia harus menggunakan kursi roda." Ucapnya.

Alangkah terkejutnya aku, ternyata kak Nana harus duduk di kursi roda, mendengar hal ini, aku jadi semakin iba.

"Wah?? Aduh... kasian kak Nana... gimana dong kak?" Ucapku kebingungan.

"Justru kakak nanya ke kamu baiknya gimana? Kakak juga bingung." Katanya padaku.

"Gak apa-apa lah kak, daripada nunggu kak Nana sampe sembuh dulu itu mungkin masih lama, kak Nana harus rutin kemoterapi yang sampai berbulan-bulan sampai bisa jalan normal lagi, papahnya gak akan tahan menunggu selama itu, lagipula kita jangan menjadi dinding penghalang untuk mereka bertemu." Ucapku menyarankan pada kak Hegia.

Aku berharap sekali kak Hegia mengerti maksud perkataanku agar'segera mempertemukan mereka berdua.

"Ok, deh.. Kamu jemput Nana, kakak disini sama papah. Kakak tunggu ya." Ucapnya padaku.

Syukurlah, dengan begini, keduanya akan saling terobati satu sama lain karena rindu yang mengikat setiap hari tidak pernah bertemu. Berlarilah aku ke kamar kak Nana. Kata kak Hegia, ruangannya di lantai 1 dekat taman bagian dalam lorong pintu masuk sebelah selatan. Saat aku sedang mencari kak Nana, tiba-tiba ponselku bergetar tanda telepon masuk. Ternyata, setelah dilihat, Nomor Rona yang menelepon, aku angkat dengan nafas terpenggal-penggal. Setelah diangkat, ternyata itu suara Rama yang menelepon lewat ponsel Rona.

AROMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang