Bag. 3 Hal. 3

6 0 0
                                    

Kini giliran kami yang kepayahan mencari Rama. Ternyata dia ada di ruang informasi, kami segera mendekatinya untuk segera makan. Tapi, pada saat itu, Rama berbicara hal aneh, dia bilang saat menanyai perawat, dia malah dibilangin sesuatu, kata perawat itu seharusnya kalau pasien yang sedang dirawat di ICU tidak boleh menggunakan baju biasa, karena ada pakaian khusus untuk masuk kedalam, kata Rama, perawat tersebut seperti tidak percaya ada yang sedang dirawat disana. Maka Rama segera minta dokter siapa saja untuk masuk ke ruang ICU mengecek keadaan kak Nana di bagian Informasi. Tapi setelah ditanyai nama pasien nya dan dicari datanya, mereka bilang yang namanya Nana sudah keluar rawat-inap satu bulan yang lalu dan dirawat inap bukan karena karena kelumpuhan tapi karena operasi mata, dan satu lagi yang bernama Nana sudah meninggal 5 tahun yang lalu. Tapi sekali lagi aku dan Rona yang mendengar cerita tersebut dari Rama menganggap itu karena memang kesalahan rumah sakit saja yang keliru melihat datanya, pasti mereka ke ruang ICU untuk mengecek kebenaran kak Nana yang sedang terbujur kaku di ruang ICU, bukan? Dengan kata lain, cerita dari Rama ini bukan hal yang perlu dipikirkan lagi oleh kita yang tengah kelaparan. Biar pihak rumah sakit yang mengurusi, toh, kalau ada kesalahan di rumah sakit, bukankah nama dari rumah sakit itu sendiri yang akan mempunyai reputasi buruk? Dan akhirnya Rama mengerti lalu segeralah kami terseok-seok pergi keluar rumah sakit, walau aku tahu diotak nya masih memikirkan hal tersebut, tapi memang biasanya juga dia tulalit kayak gini, kok.

Café kecil dekat sana, tepatnya di seberang jalan pada malam hari itu pun menjadi destinasi selanjutnya kami untuk memberi makan perut kami yang kelaparan. Malam telah tiba, tak kusangka menjenguk kak Nana begitu lamanya dari siang hingga langit berubah menjadi gelap. Kini aku sudah bersama dengan kedua orang sahabat yang kusayangi, kami berniat makan dahulu sejenak di café kecil ini. Sedikit tawa dan canda menemani kami sepanjang jalan menyebrangi café tersebut. Seperti biasa, Rama selalu jail padaku, aku selalu membalasnya dengan ledekan yang sifatnya bercanda, lalu kemudian dia pasti akan berbuat hal konyol yang membuat aku dan Rona berujung sengaja tidak memperhatikannya lalu meninggalkannya tanpa kata. Rona selalu tertawa oleh sikap kami berdua yang tidak pernah akur. Terkadang, Rona juga sekali-kali meledek Rama kalau sudah berbuat hal konyol atau berbicara hal yang tidak ada sangkut pautnya. Duduk lah kami di dekat pagar luar di lantai dua dari café tersebut. Kami memang sengaja memilih tempat duduk yang menghadap keluar karena tentu saja alasannya sejak tadi di rumah sakit pemandangan yang kami lihat hanya sofa, kursi dan meja. Pemandangan indoor yang membosankan, kami pun ingin memandangi objek diluar bersama-sama malam ini. Kursi yang ku duduki di café ini cukup indah. Disini terukir ornamen-ornamen seperti bunga sepanjang pegangan kursi yang ku sentuh. Kulihat, ini benar-benar café kecil yang di desain sangat efisien dan bernilai seni tinggi, hingga langit-langit dari café ini pun ber-relief kan lukisan-lukisan bunga yang menginspirasi. Tapi yang paling mengagumkan, tetaplah bintang-bintang yang menghiasi malam ini tepat dilangit dari tempat kami melihat keluar. Pelayan yang ramah telah memberikan kepada kami selembar menu yang disajikan di café ini. Selembar menu yang bertemakan vintage dan warna background yang sama seperti wallpaper dinding disepanjang mata memandang ini, yaitu coklat. Kami bertiga melihat kedalam menu tersebut, dan kurasa harga dari makanan-makanan disini cukup terjangkau, yaa.. masih cocok untuk dompet mahasiswa seperti kami.

Aku memesan minuman favorit ku yaitu Taro Latte, dan memesan makanan yang tidak begitu mengenyangkan, yaitu roti selai kacang dicampur keju, kesukaanku selalu. Rona tentu saja aku tahu, pasti dia memesan hot chocolate favorit nya. Aku tahu segala makanan dan minuman favorit sahabatku ini. Sedangkan Rama, tampaknya dia kebingungan memilih makanan, dia ini orang paling pelit bahkan untuk dirinya sendiri. Tapi aku sangat tahu apa yang paling ia sukai adalah es durian mangkuk besar yang benar-benar menggoda setiap mata yang melihatnya. Tiada di menu membuat ia mengeryitkan dahinya. Kuakui selera Rama memang tinggi dalam memilih makanan dan minuman, itu sebabnya dia selalu tidak puas jika memesan sajian ketika makan di luar.

"Elo pesen makanan yang kenyang sekalian! Ini nih, nasi teriyaki enak kayaknya, atau nasi goreng sama kayak Rona.. Terserah deh yang ngenyangin jadi gak minta ke gue ma Rona." Ucapku tegas pada Rama.

Alasan mengapa Rama suka minta makanan kepada kami karena dia tidak bisa memilih makanan mana yang dia suka, hampir setiap kali memesan makanan yang dia pesan, zonk! Alias, tidak sesuai dengan selera di lidahnya. Yang biasa menghabiskan makanannya adalah aku. Rona, sih, hanya tertawa-tawa saja melihat kami mau makan saja bertengkar dulu, Hihihi.

AROMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang