Bag. 3 Hal. 5

4 0 0
                                    

Esok dipagi harinya, aku datang terlambat sekali ke kampus. Karena bangun kesiangan, akhirnya rusuh, deh. Dengan keadaan masih mengantuk dan lemas, aku berangkat saja ke kampus, masa bodoh mau dikeluarin atau tidak, yang penting aku tidak mau menyerah sebelum memang benar-benar takdir memilihkan jalan untukku. Ini salah satu prinsipku, aku berwatak keras pada hidup, prioritasku adalah bagaimana caranya aku tetap harus melakukan yang terbaik, urusan gagal itu belakangan, yang penting inilah pilihanku, aku memilih hal yang terbaik untukku, nasib yang buruk atau tidak itu bukan pilihanku, tapi aku wajib memasrahkannya. Jadi, selain aku ini kepo maksimal, aku juga tidak gampang menyerah. Walau sesampainya di kampus dengan jalan terbirit-birit seperti dikejar hantu, kantung mata hitam memaksa tetap sadar dan ternyata dosennya tidak hadir hari ini!

"Oh My God!!!!" Senyumku lebar selebar-lebarnya lapangan basket.

Kalau tahu si bapak tidak akan masuk ngajar, lebih baik aku tidur dirumah. Ucapku dalam hati. Aku menundukkan wajahku hingga menyentuk tanganku karena masih mengantuk, tiba-tiba dari knan bahuku dikejutkan dengan sentuhan seseorang yang memanggilku. Ternyata itu Mia, anggota genk Parwati. Setahuku peran dia didalam genk tidak terlalu mencolok, dia kebanyakan jalan sendirian dan merupakan anggota paling rajin belajar dari yang lain, juga anggota paling pendiam diantara yang lain. Si cewek cerdas di kelas itu memanggilku, karena kami jarang mengobrol, aku agak deg-degan juga dibuatnya. Ternyata dia menanyakan tentang beasiswa yang kudapat dari biro kemahasiswaan. Sebab, informasi tersebut di emailkan keseluruh civitas akademik. Yaa, aku menceritakan bahwa aku mendapatkan beasiswa itu dari memenangkan kompetisi Vocal Group paduan suara sekitar beberapa minggu yang lalu. Sepertinya dia tertarik bergabung dengan klub paduan suara, tapi sayangnya, cepat sekali Parwati memanggilnya. Memangnya kenapa jika dia mengobrol denganku... Mia itu seperti mempunyai ribuan rahasia yang ia pendam di pikirannya. Aku dan dia sangat cocok kalau sedang berbincan-bincang tentang mata kuliah. Trias juga, dia gadis yang friendly sekali terhaap semua orang. Ya, pantas saja mungkin Parwati sedang mengumpulkan cewek-cewek berkualitas karena dirinya hanya pandai di olahraga saja. Hahaha, kesal sedikit tidak apa-apa, bukan? Habisnya, setiap kali ada anak dikelasku yang mendekatiku dan berbicara padaku, pasti aku menjadi sorot mencolok bagi taring Parwati yang telah memanjang siap menerkam. Apalagi sejak beberapa minggu ini setelah kemenangan kompetisiku, seingatku, Parwati tidak semenyebalkan ini, deh.

AROMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang