Bag. 3 Hal. 13

3 0 0
                                    

Ternyata ini adalah ayahnya, aku bertanya-tanya pada diri sendiri, kenapa aku bisa selamban ini baru menyadari laki-laki paruh baya ini adalah ayah kak Nana? Yaampun, ini benar-benar gawat. Ucapku dalam hati. Setelah sampai di pintu mobil, kami menggendongnya masuk segera dan tancap gas berangkat menuju rumah sakit terdekat karena ini merupakan penyakit jantung yang jika kambuh maka akan benar-benar menjadi hal yang serius dan harus segera di tangani. Situasi sekarang sedang terburu-buru dan gawat, dalam kondisi seperti ini, bapak itu tetap seperti ada sesuatu yang ingin sekali diutarakan dengan anaknya, aku memanggil kak Hegia yang sedang konsentrasi menyetir itu untuk memperhatikan dulu ayahanda nya yang hendak berkata sesuatu dari mulutnya namun terbata-bata. Tapi kak Hegia merasa tidak ada waktu untuk itu. Kulihat wajahnya sudah mengeluarkan keringat dan membanjiri seluruh punggunya. Wajah panik yang bercampur aduk, aku jadi merasa malu karena tidak bisa membantu banyak, malah semakin mengacau konsentrasinya menyetir mobil dengan memaksanya memperhatikan ayahnya dahulu. Tiba-tiba, keluarlah dari mulut sang ayah sesuatu tentang keinginannya.

"Saya mau di bawa ke rumah sakit tempat Nana di rawat." Katanya dengan susah payah.

Ternyata ini keinginannya, tapi sepertinya kak Hegia tidak menyetujuinya karena jarak ke rumah sakit itu tidak dekat, sedangkan kondisinya sangat kritis dan harus segera ditangani. Ayahnya terus-terusan memanggil nama Nana dan minta tolong dengan amat sangat pada kak Hegia. Aku yang diam disini melihatnya sangat bingung apa yang harus aku lakukan untuk membantu membuat keadaan ini menjadi lebih baik. Akhirnya aku terus mencoba membujuk kak Hegia memenuhi permintaan ayahnya. Aku tidak peduli apakah selnajutnya nanti aku akan dimusuhi kak Hegia atau tidak karena memaksa menyarankan permintaan yang beresiko tinggi. Tapi yang jelas, aku merasa akan apa yang bakal terjadi nantinya, inilah justru tindakan yang benar walau beresiko, ada baiknya ayah kandung kak Nana bisa saling bertemu, jika itu terakhir kali nya, maka manusia manapun tidak ada yang tahu, bukan? Aku bukan mendoakan kejadian-kejadian buruk terjadi, tapi, aku percaya pada nalarku sendiri. Akhirnya, dibawalah kami oleh kak Hegia ke rumah sakit tempat kak Nana dirawat. Banting stir kami cepat-cepat menuju tempat yang jaraknya lumayan tidak bisa dikatakan dekat itu. "Syukurlah". Ucapku dalam hati.

Sesampainya di rumah sakit, kami langsung dibantu oleh tim medis yang segera membawakan kepada kami tempat tidur medis siap dorong memasuki lorong menuju UGD. Setelah itu, masuklah beliau beserta dokter dan perawat. Kami berdua disuruh tinggal di luar, kini giliran aku lah yang bertanya.

"Kak, gimana awalnya, kok bisa jadi seperti ini?" Ucapku kepadanya. Kulihat kak Hegia terlihat bingung dan menahan rasa pusing di kepalanya.

"Kak, kenapa kakak tadi lama banget aku tunggu dimobil? Terus kakak gak bilang kalau ini rumah ayah kak Nana ternyata." Tanyaku sekali lagi.

"Iya, maaf ya, kakak kira kamu udah tau dari kak Nana." Jawabnya singkat.

"Ngga, kak. Kak Nana cuma bilang kakak saudara tirinya aja. Sekarang kakak ceritain gimana bisa ayah kak Nana jantungnya kambuh?" Tanyaku padanya.

"Kakak tadi mau ambil kartu keluarga dan surat izin orang tua untuk bikin visa gitu, mamah yang suruh, ternyata papah gak tau maksudnya apa, mamah bilang udah dikasih tau kondisi Nana, karena aku 2 hari ini memang nginep dirumah sakit nemenin Nana. ternyata papah gak tau apa-apa, pas diceritain Nana masuk rumah sakit, langsung kambuh." Ucap kak Hegia menjelaskan kejadian sewaktu dirumah tadi.

Oh, jadi begitu. Ucapku dalam hati. Aku sangat khawatir ada kejadian yang tidak menyenangkan habis ini, hanya membuat kak Nana tambah putus asa saja. Ini semua karena ibunya yang sangat keras kepala. Aku kurang menyukai ibu itu. Setelah apa yang telah ia lakukan pada keluarganya sendiri. Walau aku mengakui perasaan ini, tapi, tetap aku masih merasa bahwa kejadian ini masih bisa diperbaiki. Aku memang tidak ada sangkut pautnya dengan ikut campur masalah dalam keluarga kak Nana, tapi... Setiap kali aku melangkah, seakan-akan aku tidak diperbolehkan melupakan sedikitpun permasalahan ini. Bahkan, ketika aku telah lupa, masalah ini datang lagi seolah menjemputku, dan seakan-akan seluruh makhluk seisi alam mengutusku untuk memperbaikinya. Mulai dari hari ini, aku tidak akan mengabaikannya, aku akan membantu kak Nana melewati ini. Namun, bagaimanakah caranya memberitahu kepada kak Nana bahwa ayahnya sedang tak sadarkan diri saat ini? Tentu, ini akan menjadi hal yang sulit bagi keduanya, ayahnya maupun kak Nana.

AROMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang