Bag. 3 Hal. 4

3 0 0
                                    

Hidangan telah datang, kulihat dari kejauhan, pelayan yang menggunakan celemek putih dan rambut diikat rapi sekali itu hendak berjalan kearah kami, sambil membawa nampan berisi semua minuman yang telah kami pesan, perut kami seakan menjerit-jerit tidak sabar. Disusul dengan pelayan laki-laki di belakangnya yang membawa piring berisi makanan yang kami pesan, kumisnya tebal berjalan sangat percaya diri dan menawan kedepan, kupikir pelayanan disini cukup bagus. Tiba-tiba saja aku teringat sebuah hidangan pencuci mulut yang segar gara-gara melihat bentuk kumis pelayan pria yang melengkung bak sebuah pisang, nampaknya sangat pas dinikmati malam ini. Ketika kedua pelayan itu sampai di meja kami, aku berkata.

"Mbak, satu lagi Banana Split nya, ya!" Ucapku.

Yap! Ice cream rasa pisang, buah kesukaanku tak boleh lupa. Jika menyantap makanan di café, aku pasti harus memesan menu apapun yang mengandung pisang, kata Rona, sih, aku ini adalah banana addict. Tapi aku mengakui diriku bukan pecandu pisang, lebih tepatnya aku lebih setuju dijuluki pacandu selai kacang. Sorry Rona. Ucapku dalam hati. Setelah lama memilih menu tadi, akhirnya Rama memilih air mineral saja, dan makanan yang dipesan sama dengan Rona yaitu, nasi goreng kambing. Mulailah kami menyantap makanan lezat ini dengan penuh nikmat kebersamaan layaknya bersama teman-teman terdekat, atau bisa juga penuh nikmat karena kelaparan, hahaha.

Waktu tak terasa semakin cepat malam saja, Rama sudah menghabiskan makanan pesanannya, ya, seperti biasa lagi Rama lah yang selalu duluan habis, setelah kutanyai apakah dia merasa puas atau tidak, tentu jawabannya adalah puas. Tak lama kemudian banana split ku datang, karena melihat mata Rama yang penuh dengan harapan ingin mencobanya, maka kukatakan bahwa ice cream ini untuk bersama-sama. Dengan lahap dia langsung menyantapnya, Rona tertawa geli sambil meledeknya "kebanyakan lemak, lo!" dan kemudian giliran mereka yang kini saling bercanda tawa. Tiba-tiba aku melihat sesuatu sangat bersinar dilangit, kelap-kelip berwarna biru, seperti menjentikkan mata kearah ku, luar biasa indah sekali, membuatku memberhentikan aktivitas makanku sejenak. Aku tidak tahu, kupikir itu bintang... atau pesawat, karena sesuatu yang berkilauan dilangit itu tampak bergerak, sinarnya pun berbeda dengan cahaya bintang yang lainnya. Aku diam memperhatikan benda langit tersebut, tiba-tiba menghilang begitu saja. Segera aku tersadar dan melihat kearah mereka berdua, Rona dan Rama, sepertinya mereka tidak melihat apa yang sedang kulihat tadi. Buktinya, mereka sedang asyik saling bercanda masalah kebiasaan Rama itu. Tanpa menunggu apapun, aku bertanya pada mereka.

"Eh, kalian tadi liat bintang yang warna biru gak?" Tanyaku serius.

"Bintang apa?" Ucap mereka berdua berbarengan.

Sudah kuduga, mereka tidak melihatnya, apakah ini artinya hanya aku saja tadi yang melihat? Aku seperti orang beruntung saja bisa melihat bintang seindah itu, terlebih hanya aku saja.

AROMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang