Bag. 3 Hal. 21

14 0 0
                                    

Rama mulai menyalakan mesin motornya lalu segera melesat berangkat mengantarku pulang. Sepanjang jalan, seperti biasa dia bercerita tentang Jumat kemarin dia baru sadar ponsel Rona ada padanya, setelah aku meneleponnya, ternyata dia mengikuti saranku untuk tidak mengirim SMS pada Rona, tapi langsung telepon. Setelah itu, barulah ia sadar ternyata ada sesuatu yang bergetar di tasnya, setelah dilihat, itulah ponsel Rona. Aku yang mendengarnya hanya tertawa-tertawa saja sambil meledekinya. Mau bagaimanapun, aku sangat berterimakasih padanya sudah datang menolongku. Sambil bersembunyi dibalik punggungnya yang terbalut jaket beraroma khas itu, aku telah dibuat sangat tertolong olehnya.

"Makasih ya... jujur, gue tadi bener-bener putus asa, siapaaa yang bakal nolongin gue, sakit banget perut gue." Ucapku mengungkapkan rasa terimasih kepada Rama.

Tapi, Rama berkata hal aneh.

"Sebenarnya, yang bersikeras ane ketemuan ma dia disitu tuh, Rona. Kalo ane malah kasian sama dia karena kejauhan dari rumahnya. Tapi, kata Rona, dia kayak ngerasa ada sesuatu disana, yowes ane deal ma dia ketemu di pengkolan deket rumah." Ucap Rama menjelaskan.

Dimulai sejak senin itu, aku dan Rona tidak meneruskan lagi di klub paduan suara. Karena, kami mendapat kabar dari kak Nana dari kak Hegia bahwa mereka akan segera berangkat ke Singapura untuk menjalankan operasi syaraf kak Nana dan pengobatan ayahnya karena atas rujukan dari rumah sakit mengatakan di Singapura ada teknologi yang dapat mengobati penyakit kak Nana. Entah setahun lagi, atau berapa tahun lamanya mereka akan balik lagi ke Indonesia, yang jelas, kak Hegia dan kak Nana akan melanjutkan studinya disana. Setelah mereka lulus, kata kak Nana... baru pulang ke Indonesia dilanjut dengan pernikahan ulang kedua orang tuanya. Wah, tentu saja aku ikut bahagia mendengarnya. Akhirnya permasalahan ini beres. Tapi, klub tanpa kak Nana dan kak Hegia tidak seru, walau memang sih yang mengiring piano kita dari awal bukan kak Hegia, tapi tetep kak Hegia dan kak Nana senior kami yang terbaik. Aku dan Rona jadi agak malas mengikutinya. Akhirnya kami putuskan untuk keluar. Namun, aku merasa aneh dengan kakak senior lain di klub paduan suara, entahlah... Mereka seperti tidak peduli terhadap teman yang sedang sakit, tapi aku berusaha keras agar tidak berpikiran buruk yang belum tentu demikian, maka aku dan Rona segera mengungkapkan bahwa kami ingin fokus ke kuliah kami yang mulai memadat, tentu saja mereka terkejut terlebih setelah kami jarang kumpul klub, sejujurnya kami juga malu harus keluar, tapi... terlalu sedih dan sepi rasanya tidak ada kak Nana. Tapi untunglah, ketua klub tidak curiga sama sekali bahwa kami keluar alasannya bukan karena padatnya jadwal perkuliahan, melainkan hanya karena satu orang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 21, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AROMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang