Bag. 3 Hal. 12

4 0 0
                                    

Menunggu kak Hegia lama sekali, sudah hampir 20 menit aku ditinggal di mobil ini dalam keadaan mesin masih menyala. Kakiku mulai ku goyangkan tanda cemas dan stres menunggu dimulai.

"Aduh, mobil ini gak akan jalan sendiri tiba-tiba, khan?" Ucapku ketakutan.

Wajar saja, aku tidak bisa mengendarai kendaraan apapun. Ya, mungkin aku mahir mengendarai sepeda, tapi untuk mobil dan motor, aku benar-benar menyerah.

Lama-kelamaan, sudah menuju 50 menit waktu di layar ponselku. Aku bertanya-tanya, apa yang sedang dilakukan kak Hegia di dalam? Apa dia lupa kalau dia sedang membawa aku ikut ke rumah sakit? Atau mungkin kebelet ke kamar mandi dan buang yang besar? Tidaak, pikiranku sudah mencurigai hal-hal yang konyol, tapi biasanya memang iya, sih. Alasan kenapa seorang cowok itu lama sekali ditunggunya, kalau tidak keasyikan sama hobinya, yaa kebutuhan genting ke kamar mandi. Hahaha, tentu saja berbeda dengan cewek, kalau kami lama ditunggu, artinya Cuma satu... kami sedang dandan dan memilih pakaian yang hendak dipakai. Terdengar lucu, sih, bagi kami, tapi terdengar menyebalkan bagi mereka... Ya, inilah bedanya kami dengan cowok. Tapi, tidak berlaku kepada Rama ya! Mengingat Rama, kalau dia lama ditungguin, artinya dia lagi melamunkan perkiraan uang dengan lama perjalanan. Secara, dia ini pelit, itungan, dan kebanyakan mikir, tiba-tiba dia berhenti ditengah jalan dan balik lagi ke posisi awal, khan agak tulalit. Aku kerap marah-marah padanya supaya bok, ya dia jangan suka kebiasaan latah dan mudah menyerah seperti itu. Pokoknya diantara aku dan Rona, orang yang paling sering marah-marahin Rama itu aku. Ups! Jangan-jangan, kak Hegia juga sama lagi? Ucapku dalam hati. Tidak mungkin ah! Kak Hegia tidak seitungan itu. Tidak ada orang lain sepelit Rama. Walau dia ngakunya, sih, irit.

Karena sudah hampir satu jam aku dikurung dimobil. Aku berniat membunyikan klakson, tapi hendak membunyikannya aku sempat deg-degan, entah takut salah tekan, malah yang aku tekan malah pembersih kaca depan, atau bisa jadi mobilnya jadi bunyi alarm yang annoying sekali bunyinya. Tapi, ini memang sudah lama sekali, apa kak Hegia tidak kasihan padaku? Kuberanikanlah tangan kananku mendekati setiran mobil itu, hampir saja aku menekan nya, tiba-tiba kak Hegia memanggil namaku dengan cara berteriak seakan aku seperti akan berbuat hal yang salah.

"ALINE!" Teriaknya ketika tanganku hendak menyentuh setiran yang berada di sebelahku itu.

Alangkah terjutnya aku seperti mau copot saja jantung ini. Kukira aku akan dimarahi karena telah lancang hendak pegang-pegang tombol yang membahayakan mobilnya. Ternyata dugaanku salah! Bukan hanya pegang, malah aku disuruh untuk cepat keluar dan mematikan mesin mobil. Tentu saja aku panik bukan kepalang! Bagaimana aku yang seumur hidup tidak pernah memegang setiran kendaraan tiba-tiba disuruh mematikan mesin mobil. Mungkin, mesinnya akan menjadi benar-benar mati selamanya ditanganku. Aku berteriak balik sambil panik.

"Ada apa kak??? Aku gak tau caranya?" Ucapku sambil tertawa-tawa kecil untuk menutupi kegugupanku.

"Putar kuncinya dan tarik aja langsung, cepet!" Balasnya padaku terburu-buru masuk lagi kedalam rumahnya, seakan ada kejadian dahsyat yang sangat gawat statusnya di dalam sana. Membuatku penasaran dan gugup karena takut salah, aku putar langsung dan cabut, keluarlah aku dari mobil itu. Berlari masuk kedalam, Astaga! Kini, suasana yang tadi membingungkan menjadi penuh kepanikan yang sesungguhnya. Seseorang telah jatuh terkapar dilantai hampir tak sadarkan diri. Ia seorang lelaki paruh baya berkulit sawo matang dengan warna bibir yang telah menghitam, Sambil memegang dadanya dan meremasnya kuat-kuat, aku yakin bapak itu terkena serangan jantung. Kak Hegia meminta tolong untuk membantu mengangkatnya masuk ke dalam mobil karena kami hendak segera melarikan bapak itu ke rumah sakit. Kulihat beliau sambil terbata-bata dan menahan rasa sakit yang menyerang dadanya, walau ku tahu bahwa rasa sakit dari serangan jantung itu memang tak tertahankan lagi, seakan ingin berkata sesuatu pada kak Hegia, aku panik dan takut tidak tahan menjaga tanganku tetap kuat menggendong nya. Rasanya jari-jariku mau putus, nafas terpenggal-penggal tidak lagi kuhiraukan karena yang terpenting keselamatan orang yang ku gendong ini berhasil masuk kedalam mobil. Disaat segenting itu, aku berkata pada kak Hegia.

"Kak, kayaknya harus ada 3 orang deh, panggil bibi kak!" Ucapku sambil terpenggal-penggal.

"Bibi siapa? Kakak gak pake asisten rumah tangga." Balasan jawabannya membuatku terkejut dan bingung. Kalau begitu, bibi yang waktu itu dirumah sakit mengambil pakaian kak Nana, itu siapa?

"Maksudnya?" Tanyaku sambil memperkuat kedua lenganku dan jalan pelan-pelan.

"Oh, ini rumah kakak, bukan rumah Nana, kakak gak tinggal sama Nana." Ucapnya.

Terdiam aku sambil menahan peganganku kuat-kuat, jadi... ini bukan rumah kak Nana? Pikirku ini memang rumahnya. Pantas saja aku tidak salah, mencurigai rumah ini dari awal, memang betul ternyata ini adalah rumah orang lain yaitu, rumah kak Hegia dengan.... Ayah kak Nana!?

AROMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang