6.

16K 1.2K 54
                                    

Selama perjalanan pulang ini aku dan Akssa sama-sama bungkam. Aku yang masih bingung dengan penyataan Akssa tadi di depan Leon dan Akssa sendiri yang tampak biasa saja seperti tak memperdulikan apapun kejadian sebelumnya yang sudah dia lakukan. Dia masih anteng sambil fokus ke jalanan. Sekarang kami sedang mengantre tol dengan alunan lagu Because of you dari Kelly Clarkson yang benar-benar terdengar menyayat hati. Aku masih diam saja sejak masuk mobil sampai sekarang, sudah seperti patung yang bernapas. Mobil semakin maju hingga giliran mobil Akssa yang membayar tol agar bisa lewat.

"Tol card," kata Akssa sambil menoleh menatapku.

Aku mengedipkan kedua mataku beberapa kali karena bingung, lalu saat tatapanku menatap pada petugas tol aku baru sadar dan mulai mengambil kartu tol untuk pembayarannya, aku menyerahkannya segera pada Akssa.

Lhoh? Tunggu, kok jadi aku coba yang bayar. Yang jaya dia kok yang bayar apa-apa aku.

"Ini kemana?" tanyaku akhirnya bersuara setelah sekian lama hening. Kami seharusnya belok kanan tadi, aku baru sadar kalau Akssa mengambil jalan yang salah. Mau dibawa kemana aku? Jangan-jangan mau dikawin lari seperti si Nina dulu, aku bergidik ngeri membayangkan itu. Tidak ada romantisnya sama sekali. Nanti resepsinya jadi menyusul dong, 'kan lucu.

"Apartemen," jawab Akssa.

Tanpa sadar aku menekan kedua kakiku keras-keras ke lantai mobil saat Akssa menancap gas lebih dalam. Kebelet kencing atau kenapa dia kok buru-buru sekali.

"Pelan, Ssa."

Akssa tak mengindahkan ucapanku, dia terus saja melajukan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata. Sudah mirip dengan adegan film balapan. Mentang-mentang di jalan tol yang lengang, dia seenaknya main kebut-kebutan.
Kucubit saja bagian dalam lengannya keras-keras karena tidak mau mendengarkanku. Dia tidak tahu kalau kelemahanku adalah berhadapan dengan laju kecepatan. Aku takut, apalagi aku ini duduk di kursi depan bukannya di bekakang. Kalau terjadi tabrakan 'kan pasti langsung kena.

"Sakit," omel Akssa lalu melepas sedikit demi sedikit gasnya.

"Lagian dibilangin juga nggak digubris. Kita ngapain ke apartemen kamu? Ini jalan ke Sarois 'kan?" tanyaku menyebutkan nama kawasan apartemen super elit yang pernah ditempati Akssa sebelum pindah bersamaku.

"Hm."

"Ngapain? Semua barangmu 'kan udah keluar."

Akssa lagi-lagi tak menjawabku dan hanya fokus ke jalanan. Aku mengernyitkan keningku dalam ketika satu kali mobil tampak sedikit tak stabil. Saat aku menoleh ke arah Akssa, dia juga tampak mengernyit dalam dan tiba-tiba langsung menginjak gasnya lagi lebih dalam. Aduh, ini orang mau cari mati atau bagaimana sih, dibilangin juga..
Tanganku kembali ingin mencubit lengan dalam Akssa namun dia lebih dulu menyingkirkan lengannya dari jangkauanku. Langsung saja kupukul bahunya sedikit keras agar dia mau menggubrisku.

"Pelan sedikit bisa nggak sih?!"

"Nggak," jawabnya dan tubuhku seperti terdorong ke belakang begitu gas kembali diinjak lebih dalam.

"Akssa! Cari mati kamu," kataku sambil mencengkeram seatbelt keras-keras. Tuhan, lindungi Laras, Tuhan.

Aku membulatkan kedua mataku begitu melihat di depan sudah ada traffic light tanda keluarnya tol. Kupukul bahau Akssa beberapa kali untuk menyuruhnya mengurangi kecepatan karena traffic light kulihat masih menyala merah. Sialan, dia benar-benar mau cari mati. Harusnya kalau mau cari mati itu sendiri saja dong jangan ajak-ajak.

"Ssa! Merah, Ssa!" panikku namun Akssa tetap saja melajukan mobilnya seperti sedang dikejar pesawat alien berkecepatan tinggi.

"Akssa!!" teriakku sambil memejamkan mata erat-erat begitu Akssa melewati traffic light tanpa membuat aku mati karena tabrakan mobil.

• Damn, You !! •Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang