27

18.9K 1.3K 123
                                    

Hari berlalu sangat cepat di saat semuanya sudah jelas di depan mata. Soal perasaanku dan semua rasa cemburuku pada Leon saat lelaki itu semakin tidak tahu diri untuk mendekati Laras. Sedangkan wanita itu masih sama. Terus mengacuhkanku seperti memberi kesempatanku untuk memperjuangkannya. I'm ready for that, of course. Tapi aku juga semakin bingung harus berbuat apa untuk mengakhiri ini semua. Aku sangat merindukan Laras yang dulu, tetapi karena ulahku dia jadi berubah seperti ini. Buas.

"Tahu enggak, Ssa? Kemarin aku cobain baju di sana," katanya sambil menunjuk salah satu toko baju dengan brand Executive. "Bagus, cocok buat kerja. Pasangannya modelan kemeja bahan satin, gitu," lanjutnya.

Aku hanya diam saja sambil terus melangkah merangkul pinggangnya menyusuri setiap toko di mall ini. Malam ini kami berdua memutuskan untuk pergi jalan-jalan demi melepas penat. Laras yang berusaha berdamai dengan gunungan pekerjaannya, sedangkan aku berusaha keras mendamaikan hubungan kami. Dan cara berbelanja sepertinya sangat ampuh. Tetapi, semua itu juga memiliki harga yang mahal. Demi memperbaiki hubunganku dengan Laras, aku sudah berhasil membawakan enam paper bag belanjaan wanita ini yang jelas-jelas menguras kredit cardku.

It's fine. It's going to be fine. Sepertinya tahun depan brand Maurice akan melejit di sisi Anderson. Aku tidak perlu khawatir untuk bangkrut mendadak.

Sebelum aku mengiyakan atau menolak ucapan Laras tadi, wanita yang berada dalam rangkulanku ini langsung mengarahkan kakinya untuk memasuki toko baju yang dimaksut. Aku mengerang dalam hati. Sekarang aku tidak lagi mempermasalahkan keuanganku. Kedua kakiku hanya pegal dan sudah waktunya aku duduk beristirahat.

"Kapan pulang?" tanyaku pelan.

"Nanti dong! Kan aku belum dapet kemeja satinnya."

Aku hanya mengangguk saja agar tidak memperpanjang omelan. Begitu Laras mulai kelihatan memilih baju, aku pergi ke pojokan ruangan untuk duduk mengistirahatkan kakiku yang sudah hampir empat jam berkeliling mall hanya untuk mencari baju. Kulihat enam paper bag di sampingku ini dengan tatapan gemas. Hell you, kalau bukan karena Laras aku sudah menendang enam paper bag itu. For the first time, aku menjadi lelaki pembawa belanjaan wanita.

"Ini gimana? Kemejanya sama kayak yang kamu robek waktu itu," katanya polos.

Justru karna kepolosannya itu, Laras barusaja membuatku malu. Aku menggaruk sebelah pelipisku dan berdeham sekali. SPG yang selalu membuntuti Laras itu hanya tersenyum malu saat mendengar kata robek yang diucapkan Laras barusan.

"Terserah pilih mana."

Laras mengangguk dan kembali lagi ke rak sebelumnya. Tangannya cekatan mengambil tiga setelan kantor sekaligus dengan model yang hampir sama. Kemudian Laras kembali ke arahku membawa tiga setelan tadi.

"Ini gimana? Yang ini juga, ini juga. Hampir sama sih, cuma beda hiasan aja. Tapi gimana?" tanya dia kemudian membuat kepalaku pusing.

"Ambil semua," jawabku pasrah.

Lagi-lagi Laras mengangguk dan kelihatan berbincang dengan si SPG. Kepalaku seakan mau pecah. Kedua kakiku hampir patah. Dan pembayaran kredit cardku hampir tumpah. Damn it, aku berjanji tidak akan pernah mau mengulai kesalahanku kemarin. Dan aku juga berjanji untuk tidak pernah menyembunyikan apapun pada Laras. Dia membalaskan dendamnya dengan sangat baik. Aku yang jelas-jelas tahu kalau Laras memang sengaja memperlakukanku seperti ini hanya bisa pasrah. Lebih baik aku menurutinya daripada harus kehilangannya.

• Damn, You !! •Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang