21.

13K 1K 79
                                    

mohon dukungannya dengan klik vote, ya.
I try my best to makes you smile while you read my story. Love you ❤

Bagai tersihir oleh kalimat memabukkan Akssa semalam, aku seperti melupakan segala kesalahannya selama ini. Menganggap bahwa hubungan kami memanglah baru seumur jagung dan bukannya sudah bertahun-tahun. Kalimatnya membuatku menjamin bahwa sesuatu sudah berubah dalam diri Akssa. Sesuatu yang membuatku semakin jatuh dan jatuh dalam perasaanku pada Akssa.

"How about marriage? Can it be a gift for your birthday on August?"

Aku tersenyun malu-malu saat kembali mengingat kalimat itu. Sekarang, aku sedang mendengarkan morning briefing bersama teman-teman kantorku yang dipimpin oleh Leon. Jujur saja selama Leon berbicara banyak hal, aku sedikit tidak memperhatikannya. Kepalaku penuh oleh bayangan-bayangan akan masa depanku dengan Akssa. Bayangan bahwa kelak aku akan hidup bahagia bersama lelaki yang selama ini kuperjuangkan.

"Larasati," panggil Leon membuatku mendongak menatapnya. "Kenapa senyum-senyum?"

"Oh? Ng—nggak kok, nggak apa-apa."

"Paham sama arahanku barusan?"

Arahan? Wajahku mulai pucat setelah ditanyai seperti itu. Aku sama sekali tidak mendengarkan morning briefing dengan baik. Sedikit melirik ke beberapa staff lainnya yang juga menatapku seperti menunggu jawaban, aku masih membisu dengan perasaan tak enak kepada Leon. Hari ini, aku membuat Leon seperti tidak dihargai.

"Soal proyek?" tebakku membuat Leon menghela napasnya berat.

Leon mengalihkan perhatiannya dariku lalu menatap beberapa staff lainnya. Sepertinya aku mengeluarkan jawaban yang salah.

"Morning briefing selesai. Kalian boleh lanjut kerja, jangan lupa laporan, oke?" pesan Leon.

"Siap!" jawab teman-teman kantorku tampak semangat.

Mendengar bahwa Leon sudah membubarkan morning briefing dan melihat teman-teman kantorku juga sudah mulai bubar, aku mengikuti mereka untuk bubar juga dan kembali ke kubikelku. Tetapi Leon mencegah kepergianku dengan menarik ujung outer batikku. Kutatap Leon dengan pandangan tanya. Kenapa dia ini?

"Ke ruanganku," katanya lalu lebih dulu dia pergi ke ruangannya.

Oh, c'mon! Jangan ada lagi pertumpahan nostalgia!

Sedikit kesal dan sedikit malas juga aku akhirnya mengikuti Leon sambil bersikap cuek pada bisikan-bisikan teman kantor yang mulai kembali bergossip. Mereka kembali membahas gossip hangat itu saat tahu bahwa Leon menahanku untuk menyuruhku pergi ke ruangannya. Cepat atau lambat, semua orang jadi tahu kalau Leon bukan hanya sekadar kepala divisiku, tetapi juga mantan kekasihku yang hampir saja menjadi suamiku kalau lamaran itu tidak batal hanya karena terhalang restu orang tua.

Kubuka pintu ruangan Leon dengan sedikit malas-malasan lalu kututup lagi pintu itu setelah aku berada di dalam ruangannya. Ini tidak baik. Semakin Leon terus saja mendekatiku, semakin banyak gossip yang akan mampir dan besar kemungkinan gossip itu sampai di telinga Akssa.

"Kenapa?" tanyaku cepat.

"Duduk."

"Ini bukan masalah laporan lagi, 'kan?"

Leon terkekeh mendengar keenggananku untuk duduk dan mengobrol lebih lama dengannya. Dia sama sekali tidak tersinggung. I told you, he's a good guy. Dan kali ini, hanya kali ini saja aku ingin memanfaatkan kebaikannya.

"Aku cuma mau tahu apa yang buat kamu senyum-senyum sendiri," telisik Leon curiga.

"Jadi kamu panggil aku ke ruanganmu hanya karna itu?"

• Damn, You !! •Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang