Setengah jam aku berada di kamar mandi sambil memegangi ponselku yang retak layarnya. Aku masih melamun menatap kosong pada dinding kamar mandi ruangan Akssa yang terkesan mewah. Aku sudah tidak lagi menangis bahkan kedua mataku sudah kering dari basah air mata. Aku menghela napasku pelan sambil menepuk keras dadaku, rasa sakitnya masih membekas dan tidak mau hilang.
Kenapa Tuhan terlalu berbaik hati memberikan Akssa seseorang yang terlalu baik untuk merawatnya, yaitu aku. Sedangkan Aku? Akssa sendiri sama sekali tidak mencintaiku.
Sabar, Laras ... tunjukkan kalau kamu bukan wanita biasa!
Kuhela napasku sekali lagi lalu beranjak berdiri dari lantai kamar mandi Akssa. Kurapikan pakaianku dan juga rambutku yang tadi sedikit berantakan, aku juga berusaha menghapus sisa-sisa air mata yang masih terlihat. Riasanku masih normal hanya saja mataku sedikit terlihat bengkak. Tidak masalah, mau Akssa mengira aku menangis atau apapun itu, aku tidak perduli lagi. Sampai kapan coba dia tidak pernah dicolokkan oleh sesuatu yang bisa menggerakkan hatinya, sepertinya melihat aku menangis saja hatinya masih tetap dipenuhi Nara dan bukan namaku.
Setelah yakin semuanya sudah rapi, aku mulai membuka kunci kamar mandi dan berniatan keluar. Tetapi baru membuka pintunya, aku dikejutkan oleh kehadiran Akssa yang sedang berdiri menyandar bingkai pintu dengan kedua tangannya terlipat di depan dada. Sialan! Kok dia sudah sampai sih?
"Menangis?" tanya dia memastikan.
"Nggak," jawabku lalu melewatinya begitu saja. Akssa melangkah mengikutiku yang berjalan menuju sofa. Di atas meja kaca, sudah banyak sekali makanan cepat saji yang mungkin tadi dibeli oleh Akssa.
"Jangan bohong."
"Aku nggak nangis!"
"Matamu bengkak."
"Ngantuk!"
Aku duduk di atas sofa dan mengambil satu cup minuman dingin yang tersedia. Mulai sekarang, aku benar-benar tidak boleh meladeni permainan Akssa lagi. Aku harus menahan diriku dan terus menjalankan permainanku juga kalau memang aku masih mau memperjuangkan Akssa, tentunya dengan caraku sendiri.
"Habis ini pulang, aku ada janji," kataku mencoba merangkai skenario sambil memakan nasi bento yang ada di depanku.
Astaga, perutku sangat lapar sekali.
"Janji apa?"
Kukedikkan kedua bahuku sikilas tanpa melihat Akssa. Aku tidak mau sampai dia mengetahui kebohonganku.
"Rahasia," kataku berpura-pura ceria agar Akssa berhenti mengiraku habis menangis di kamar mandi tadi.
"Sama siapa?"
Sekarang aku mulai berani menatapnya sambil memangku nasi bentoku. Kutatap Akssa menimbang, memancingnya agar penasaran padaku. Siapa suruh dia selalu menyakiti hatiku, jadi jangan salahkan aku kalau sampai aku membalasnya!
"Jonathan," jawabku semakin membuatnya penasaran.
Akssa menatapku tajam dan keningnya mengernyit dalam saat mendengar jawabanku. "Jonathan?" aku mengangguk kecil.
"Jonathan ngajak aku pergi," kataku sambil menunjukkan dua jariku. Aku tersenyum lebar pura-pura tidak tahu apa-apa walaupun sebenarnya aku bisa merasakan hawa membunuh yang dipancarkan dari sorot mata Akssa. Padahal 'kan aku tahu kemarin-kemarin Akssa menyuruhku untuk menjauhi Jonathan. Masa bodoh!
Kulihat rahang Akssa mengeras hingga telingaku sedikit samar mendengar gemeletuk giginya. Wow. Benar-benar marah dia.
"No other woman no other man, Laras," geramnya sengit.
KAMU SEDANG MEMBACA
• Damn, You !! •
Romance(17/21+) [COMPLETE] dipublish 10 Januari 2019 - tamat 16 Maret 2019 POV 1 [ Akssa & Laras ] Apa yang tidak dimilikinya? Uang, mobil, apartemen, perusahaan, emas batangan? Hampir semuanya dia miliki kecuali satu, wanita. Apa yang membuatku jatuh cin...