8.

15.6K 1.3K 60
                                    

Kedua mataku mengernyit ketika terpapar sinar matahari yang begitu menyilaukan. Di sini, di tempat proyek di tengah-tengah jalanan besar aku berdiri sambil memandang ratusan pekerja yang mulai bekerja sesuai dengan keahliannya.

Ini adalah hari terakhirku memantau perkembangan proyek bersama Jonathan dan Sandro. Terjun di lapangan benar-benar membuatku seperti alergi sinar matahari.
Aku mengenakan celana training putih dan juga jaket putih bergaris yang siap menyelimuti tubuhku dari panasnya sinar matahari. Ini adalah kostum lapanganku selama tiga hari ini.

Kutatap Jonathan yang masih saja diam sambil memandangi gambar rangkaian fly over di tangannya.

"Menurutmu arah ini benar?" teriak Jonathan padaku sambil memperlihatkan gambar itu. Karena angin di sini sangat kencang, kami harus berkomunikasi sambil sedikit berteriak.

Sambil membenarkan topiku, aku mencermati rangkaian gambar rumit yang dibuat oleh arsitek. Setelah mengamati gambar dengan baik kemudian aku mengamati bentuk beton yang sudah disusun seperti instruktur awal.

"Bener kok."

Kutunjuk bagian beton yang dimaksut oleh Jonathan, dia ragu dengan arah beton yang seharusnya kalau di gambar itu sedikit serong ke timur, tetapi kenyataannya lurus ke utara. "Mereka belum selesai," kataku.

"Laras! Jonathan!"

Baik aku maupun Jonathan berbalik badan mendengar panggilan samar dari Sandro. Kulihat Sandro menyuruh kami untuk pulang, dia melambai dengan sebelah tangannya sebagai isyarat. Damn, ini yang kutunggu-tunggu. Aku sangat merindukan seperangkat tempat tidur dan kamar mandiku dan juga ... lupakan. Aku ingin berendam dan tidur seharian sebagai balas dendam atas rasa lelahku selama tiga hari lapangan di tanah proyek.
Jonathan merangkul pundakku santai mengajakku untuk kembali ke camp kecil-kecilan yang sengaja dibuat di dalam pagar seng untuk tempat kami berdiskusi sementara.

Kalian kaget dengan perlakuan Jonathan padaku? Aku tidak. Sambil tersenyum aku mengikuti langkah Jonathan. Selama tiga hari lapangan, di hari pertama Jonathan masih sangat dingin padaku sampai rasanya aku kemana-mana mengajak manusia lemaris es yang hanya bicara sepatah dua patah kata pada mandor dan pekerja. Tetapi semua berubah setelah aku sering menggodanya dan tak pernah lelah untuk mengajaknya bicara. Jonathan sangat kaku dan dingin sekali. Tetapi dia sama sekali tidak pernah menutupi senyumnya kalau kedua matanya benar-benar menangkap hal yang sangat lucu.

Kami berdua akrab setelah dua hari aku selalu mengintilinya di tanah proyek, karena Sandro hanya akan berada di sini untuk beberapa jam. Dia adalah satu-satunya manusia paling sibuk karena bisa menghabiskan sampai sepuluh liter bensin per hari hanya untuk bolak-balik AG dan tanah proyek fly over. Tidak masalah, toh dia kaya. Beli dua puluh liter bensin per hari pun sepertinya mampu, coba kalau aku, sudah bangkrut sampai jual apartemen.

"Kita pulang. Aku sudah menyuruh Nicko untuk menjemput," kata Sandro dengan wajah super lelahnya.

Kasihan Nina, dia pasti suntuk setiap hari hanya melihat ekspresi lelah dari suaminya. Apalagi Nina sekarang 'kan sedang hamil muda, pasti kelelahan Sandro menjadi dua kali lipat.

Sandro yang sedikit terkejut melihat sikap akrab Jonathan padaku tampak menaikkan sebelah alisnya. "You guys dating?" selidiknya.

"No," jawab Jo santai, dia mulai melepaskan rangkulan tangannya di pundakku.

"Kuharap juga tidak."

"Kenapa?" tanyaku penasaran.

Sandro dan Jonathan tampak tersenyum miring mendengar pertanyaanku. What? Kenapa mereka bertingkah seperti itu? Mereka berdua saling melirik seperti menertawakanku yang sama sekali tidak tahu apa-apa. Memang sih aku tidak tahu apa-apa tentang mereka yang sering sekali kusebut wolfpack, kumpulan para lelaki tampan yang misterius dan sama-sama memiliki sifat dingin.

• Damn, You !! •Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang