Pulang dari Anderson Group, aku diajak Akssa untuk menyambangi Maurice Group sebentar karena seperti dugaanku tentang kedatangan Pak Darius di apartemenku kemarin, beliau hanya ingin menengok Akssa karena sudah lama Akssa menelantarkan pekerjaannya pada si sekretaris. Akssa seakan tidak peduli lagi dengan perusahaannya. Dia seperti ingin lepas dari Maurice Group dan pindah pekerjaan bersama wolfpacknya. Kalau Akssa pindah ke Anderson Group, mau jadi apa dia? Kepala HRD? Kepala office boy?
"Pak Akssa, semua berkas kita perlu ditandatangani oleh anda. Semua ada di meja."
"Hm."
"Jadwal pertemuan kembali berjalan. Anda ada video conference juga besok pagi pukul delapan."
"Noted."
"Semua meeting yang harus dihadiri oleh anda akan diatur ulang jadwalnya."
Akssa berhenti melangkah begitu juga aku karena Akssa berjalan sambil merangkul pinggangku, sangat romantis tetapi risih juga karena kami berjalan diikuti oleh sekretaris Akssa yang kelihatan stres itu. Maksutku, dia kelihatan stres oleh pekerjaannya sendiri yang menumpuk, bukan karena stres orangnya.
"Bawa semua pekerjaanku ke ruangan. Ambil libur dua hari dan tinggalkan aku sendiri sekarang juga," perintah Akssa tegas.
Wanita cantik yang sudah berstatus menjadi isteri orang itu hanya terbengong sebentar lalu mengangguk mengiyakan perintah Akssa. Aku hanya tersenyum melihat itu. Pasti perasaan sekretaris Akssa senang sekali, sudah seperti kejatuhan durian runtuh karena diijinkan libur dua hari. Akssa lalu kembali merangkul pinggangku dan mengajakku masuk ke dalam ruangannya yang dingin dan terlihat tidak pernah dikunjungi lama oleh pemiliknya.
"Give me an hour," katanya padaku lalu pergi ke mejanya sendiri sedangkan aku memilih duduk di sofa hitam ruangan Akssa.
"Kamu mau buat MG down ya, Ssa?"
"No."
Kepalaku memutar mengelilingi pemandangan ruangan Akssa yang semakin tahun semakin gelap nuansanya. "Terus?"
Akssa masih berdiri di samping meja kerjanya dan menata tumpukan berkas yang perlu ia tandatangani semua. Kalian tahu seberapa banyak berkas itu? Kalau diukur menggunakan penggaris, tinggi tumpukan berkas itu bisa mencapai tiga puluh sentimeter dan di atas meja Akssa, tumpukan itu ada dua. Gila, CEO macam apa dia itu! Kalau Sandro naik jabatan menjadi Direktur Utama president perusahaannya dan Akssa menjadi CEOnya, pasti Sandro sudah mengomel panjang lebar atas keteledoran Akssa.
Aku hanya menggeleng sambil tersenyum. Menertawakan kerepotan Akssa yang harus berkutat dengan pekerjaannya sendiri. Hari ini aku tidak bisa berhenti tersenyum karena aku terlalu senang. Akssa benar-benar menganggapku ada dan dia kelihatan seperti sama sekali tidak mau melepasku.
"It's time to quite being a workaholic," jawabnya mulai menandatangani satu-persatu berkas.
Aku mendengus mendengar itu. "Mana bisa? Namanya juga CEO. Sekelas staff biasa kayak aku aja ambil cuti harus ngantre."
"Resign."
Aku menoleh menatap Akssa yang tetap anteng menggerakkan tangannya cepat di atas berkas-berkas. Apa kepala Akssa itu tidak difasilitasi oleh otak yang memadahi? Karena setiap ucapan yang Akssa lontarkan hampir semuanya sinting.
"Siapa resign?" tanyaku was-was. Tidak mungkin 'kan Akssa sempat berpikiran untuk resign dari pekerjaannya, jangan gila!
"Me."
"Jangan gila kamu!"
Ini kenapa sih, dia yang mau resign tapi aku yang deg-degan. Sudah seperti takut kalau Akssa kehilangan pekerjaannya. Sudah seperti seorang isteri yang takut kalau suaminya nanti kesusahan tidak bisa menafkahi si isteri. Astaga, ternyata harapanku pada Akssa terlalu tinggi sampai-sampai aku membayangkan kalau akulah isteri Akssa.
KAMU SEDANG MEMBACA
• Damn, You !! •
Romance(17/21+) [COMPLETE] dipublish 10 Januari 2019 - tamat 16 Maret 2019 POV 1 [ Akssa & Laras ] Apa yang tidak dimilikinya? Uang, mobil, apartemen, perusahaan, emas batangan? Hampir semuanya dia miliki kecuali satu, wanita. Apa yang membuatku jatuh cin...