11.

15.8K 1.2K 79
                                    

Ddrrtt..ddrrtt..

"Masih sama setelah bertahun-tahun lamanya," komentar Leon ketika dia barusaja duduk di sofa apartemenku.

Aku hanya tersenyum canggung dan kembali mencari ponselku yang terus saja bergetar karena dihubungi seseorang.

"Halo, Nick? Oh, ada di aku. Oke, aku langsung kirim alamatnya."

Tut. Sambungan kuputuskan dan langsung mengetikkan alamat apartemenku untuk kukirimkan kepada Jonathan. Nicko meneleponku karena ingin mengambil berkas kontrak kerjasama antara perusahaan Sam dan juga Sandro yang kebetulan tadi kubawa. Kenapa juga Jo tidak meneleponku langsung? Jangan bilang dia sedikit memberi jarak kepadaku karena masalah baku hantam tadi bersama Akssa.

"Laras?"

"Eh, ya?"

Kutaruh ponselku ke atas meja panjang yang menyimpan beberapa piguran poto di bawah televisi. Aku mulai menatap Leon dengan ekspresi nyengir karena ini adalah kali pertama lelaki berumur tigapuluh satu tahun itu mengunjungi apartemenku lagi setelah kami memutuskan untuk berpisah. Leon menatapku dalam sambil mengembangkan senyumnya yang dulu menjadi pemandangan favoritku. Beda dengan Akssa, Leon sangat ramah dan murah senyum apalagi padaku. Senyuman menggoda selalu ia tampilkan untuk menyambutku dulu.

Kedua kakiku melangkah mendekatinya dengan canggung. Aku tahu, aku sangat tahu dia ini mantan kekasihku yang nyaris melamarku juga. Aku tidak mungkin 'kan sampai melupakan hal satu itu.

"Mau minum apa? Maaf ya aku sibuk kerja jadi pilihannya cuma minuman kaleng atau susu putih," tawarku jenaka.

"Susu putih?" tanya Leon mebuatku mengangguk.

"Sejak kapan kamu koleksi susu putih?"

Wuaduh, tiba-tiba aku menggaruk belakang kepalaku yang sama sekali tidak gatal apalagi ketombean. Aku bingung harus menjelaskannya dengan apa. Leon begitu mengenalku bahkan dia masih ingat tentang diriku setelah kita lama berpisah sekalipun.

"Sejak ... sejak kita pisah," kilahku.

"Kenapa?"

"Nngg, denger-denger sih susu putih bisa bikin mood kita naik walaupun patah hati," alasanku.

Leon memicing curiga menatapku yang terus bergerak canggung. "Don't lie to me," lirihnya pelan.

Tingtong!

"Ahh, itu pasti Jonathan. Bentar deh aku bukain dulu. Dia rekan kerjaku, mau ambil kontrak proyek yang tadi aku bawa," jelasku panjang lebar sambil berjalan menuju pintu. Leon masih memicing curiga. Dia sangat tahu seperti apa gelagatku saat berbohong, dia sangat mengenalku. Penjelasan panjang lebarku justru semakin membuatku tampak curiga di mata Leon. Bodoh sekali kamu, Laras!

Buru-buru aku berbalik dan berjalan cepat menuju pintu apartemenku. Kubuka pintu itu langsung tanpa babibu dan tubuh tinggi tegap seorang Jonathan memenuhi pemandanganku.

"Halo, Jo!"

Jonathan tersenyum tipis dan aku yang melihat penampilannya langsung mengernyit bertanya. Kenapa Jo tampak acak-acakan seperti ini? Lupakan soal memar yang ada di sudut bibirnya, itu tadi ulah bar-bar dari Akssa si manusia sinting yang tadi kutinggalkan di restoran nasi uduk. Selain itu, rambut Jo tampak acak-acakan dan dasinya juga miring dari tempatnya. Intinya Jonathan sangat bad looking sekarang. Dia seperti bukan Jo yang tampak keren dua kelas di bawah Sandro dan Akssa. Yaa, kalian tahu lah, biar bagaimanapun juga Akssa masih tetap menjadi lelaki nomor satu yang sekarang ada di pikiranku. Lelaki jahat yang entah kenapa tidak bisa kuhilangkan bayangannya dari dalam hatiku. Aiss, aku jadi ingat bagaimana Akssa tadi sama sekali tidak mencegahku agar tidak pergi. Sialan!

• Damn, You !! •Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang