5.

14.3K 1K 79
                                    

"Seminggu lagi."

"Lahan aman, alat berat dalam perjalanan, dan juga para pekerja jauh sudah mulai berdatangan."

"Lanjut," gumam Sandro memeriksa tiap laporan dari masing-masing kami.

Aku menegakkan tubuhku dan membalik laporan satu bendel yang ada di atas meja ini. Keningku mengernyit dalam begitu tahu mulai besok itu juga aku harus turun lapangan bersama Jonathan. Dan kabar buruknya, kami berdua akan menginap untuk beberapa hari karena memang mulainya proyek harus dipantau keseluruhannya. Tidak, bukan hanya aku dan Jonathan, Sandro juga ikut tetapi tidak dengan Akssa. Aku kecewa sekali, kukira Akssa akan ikut menginap ternyata tidak.

"Pencairan dana sukses, pusat menyetujui pinjaman selama dua bulan dari perusahaan kita," jelasku.

Sandro mengangguk-anggukkan kepalanya sambil menautkan kedua tangannya, dia tampak berpikir. Demi proyek fly over ini, Sandro sampai membeli satu meja bundar berdiameter satu meter untuk diletakkan di tengah-tengah kantornya. Belum juga satu hari rapat dimulai, meja ini sudah penuh sekali dengan berlembar-lembar kertas yang tak tertata tempatnya. Aku saja sudah pusing melihat kondisi meja ini, tambah pusing karena menerima kenyataan harus meninggalkan Akssa sendirian di apartemen selama tiga hari ke depan.
Hell, dia ini tukang mabuk, dan selama ini aku yang mengurusnya saat dia di bawah pengaruh alkohol.
Kalau tidak ada aku di sampingnya, lalu siapa yang akan mengurusnya? Wanita lain?
Tanpa sadar aku bergidik ngeri membayangkan Akssa berani membawa masuk wanita lain ke dalam apartemenku. Sesak rasanya.

"Oke, besok kita mulai semuanya." Sandro memiringkan kepalanya sedikit lalu memerintah, "Jo dengan Laras, Nicko just stay here and doing your job. Akssa, Sam atur soal kontrak dan meeting." Lalu dia menunjuk pada dirinya sendiri. "The last, I'll doing everything I can do," katanya lelah.

Tentu saja lelah. Dia yang jadi otak proyek, keliru sedikit dia yang disalahkan, keliru banyak AG yang tak terselamatkan.
Aku melirik ke arah Akssa yang hanya diam saja sambil memandang kosong ke tumpukan-tumpukan proposal dan tetek bengeknya di atas meja. Dia seperti memikirkan sesuatu atau malah sedang merencanakan sesuatu.
Aku jadi memicing curiga ke arahnya. Apa jangan-jangan Akssa sedang merencanakan untuk mabuk gila-gilaan sambil mengundang wanita ke apartemenku? Tuhan ... kalau sampai Akssa berani melakukan itu, sentil saja empedunya!

Karena tempat duduk Akssa berada di seberangku, aku jadi susah untuk sekadar menyentuhnya atau ingin mengajaknya bicara. Di samping kiri kananku adalah Jonathan dan Sandro, dua lelaki tampan yang memiliki kepribadian beda tetapi hampir sama. Gimana ya menjelaskannya. Sandro sekarang memiliki kepribadian yang humble ... kalau Jonathan memiliki kepribadian yang masih sama saja sejak bertahun-tahun lalu, terlalu dingin dan juga angkuh.
Aku yang duduk di tengah-tengah mereka 'kan jadi kikuk tidak tahu harus bergerak bagaimana. Sedangkan Akssa sedari tadi tampak menghindari kontak denganku. Tidak ingat apa kalau tadi pagi aku sudah memakaikan dia dasi.

"Tiga hari ya, Pak?" tanyaku membuat Sandro memutar kursi putarnya untuk menghadapku, ekspresinya tampak bertanya.

"Saya di proyek tiga hari? Terus akomodasi saya apa dong?" tanyaku nyeleneh dan berani. Lagian aku ini lagi kesal dengan bayangan-bayangan soal Akssa yang akan mabuk bersama wanita lain di apartemenku.

"Hotel," jawab Sandro.

"Makanan," tambah Jonathan.

"Uang saku enggak ada?" tanyaku semakin nyeleneh.

Sandro langsung memasang wajahnya datar, kulihat dia juga melirik ke arah Akssa sebentar lalu ke arah Nicko.
Ya kali aku disuruh menginap tiga hari tiga malam tanpa akomodasi yang memadahi. Hanya hotel dan makanan? Terus kalau tiba-tiba aku mau menelepon pusat dan Sandro tetapi kehabisan pulsa bagaimana? Masa iya harus ngutang konter dulu.

• Damn, You !! •Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang