28

20.7K 1.2K 112
                                    

hello, angels

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

hello, angels ... thank you for your support, guys.
(jangan lupa baca note paling bawah)

Nusa Penida, Bali.
28 Juni 2019

Deburan ombak menyapu bersih kedua kakiku hingga mata kaki. Suaranya juga terasa sangat berguna untuk menjernihkan otakku yang akhir-akhir ini terisi oleh persiapan pernikahan. My wedding with my soulmate. Larasati. Bali menjadi tempat yang kami pilih untuk momen besar kami besok. Pernikahan sekali untuk seumur hidup. Pulau ini sangat memiliki arti bagiku dan juga Laras.

Sandro menepuk bahuku dua kali. Di sini, kami berlima berdiri menatap pemandangan ombak di saat senja. Berpakaian putih polos dengan celana keki pendek.

"Immediately become a husband, and will become a father," bisiknya.

Aku tersenyum kecil. Senja mulai semakin memerah dan angin pantai mulai semakin dingin. A father.. Mungkin sebelumnya aku tidak pernah memikirkan soal kemungkinan itu. I won't and never thinking about that. Seorang anak bisa membuatku bertambah tua dalam waktu yang singkat. Pikiran itulah yang sebenarnya membuatku mengulur waktu untuk menikahi Laras. Anak menjadi ganjalan kelanjutan hubungan kami. Dia begitu mencintai anak-anak, sedangkan aku tidak.

"Seorang suami, bukan seorang ayah," koreksiku.

Giliran Jonathan yang mendengus di sampingku. "Kamu akan berada seperti di surga saat memilikinya, dude. Truly heaven."

"He's damn right, jaman sekarang siapa yang tidak mau punya anak?" tanya Jo suami Mona.

"Aku," jawabku.

Nicko berdeham keras hampir seperti terbatuk. Di antara kami berlima, hanya dia yang belum memiliki planning untuk menikah. Mungkin, dia bahkan tidak memiliki kekasih. Atau belum.

"Mereka lucu, Bos," komentarnya.

"I hate children, men. Mereka semua merepotkan. Hubunganku akan baik saja dengan Laras tanpa mereka nanti."

"Nggak! Hubungan kalian akan buruk tanpa mereka," bantah Sandro.

Senja mulai tenggelam ke peraduannya. Semburat merah yang menjalar di bagian barat mulai meredup berganti dengan kerlipan bintang. Cantik. Secantik Laras. Aku menoleh pada Sandro. Dia tersenyum memandangi ombak lautan yang mulai seperti berganti warna menjadi hitam.

"Ada ketakutan tersendiri."

Sandro menatapku aneh. Malam bujangku sepertinya hanya akan diisi oleh bahasan anak. Mereka berempat mulai berlomba-lomba mencekokiku soal anak dan anak.

"Takut? Apa yang perlu ditakutkan, men? Nikahi, hamili, timang anaknya!"

Tidak hanya aku yang melirik dingin Sandro, tetapi yang lain juga. Sepertinya cara Sandro memang sedikit ekstrim untuk sekadar memiliki anak.

• Damn, You !! •Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang