Akssa's pov
Well, here I am.
Duduk di bangku kayu sambil mendengarkan putusan-putusan hakim selama proses persidangan selesai semakin membuat kepalaku ingin pecah. Aku tetap diam dalam dudukku mencoba berpikir bagaimana caranya aku bisa melangkahi meja di depanku ini untuk membunuh satu bajingan seperti Sean dalam sekali tinjuan tangan.Bajingan itu, adalah orang yang berani menanam benih dalam rahim Nara lalu menolak untuk bertanggung jawab.
Damn it! Sejak aku tidak sengaja bertemu dengannya di lift perusahaanku, aku seperti tidak asing dengan wajahnya. Bertahun-tahun aku mencoba mencari Sean yang sama sekali belum pernah kulihat secara langsung sampai pada saat ini, untuk menjebloskannya ke dalam penjara tetapi gagal. Dia sudah seperti hantu yang bergentayangan di sana-sini. Lalu saat kami tak sengaja bertemu di lift perusahaanku, aku kembali mencari tahu sosoknya. Satu-satunya anak lelaki dari pasangan pengusaha Dominik McAvoy dan Bertania. Sean bak lenyap dari muka bumi begitu Nara meninggal karena kecelakaan.
Kepalaku menengadah menatap langit-langit ruang persidangan. Lebih dari dua minggu aku sudah berkutat dengan kasus Sean tanpa repot mengurusi diriku sendiri. Ini gila. Aku memang memiliki dendam pada lelaki bajingan yang hanya duduk diam di kursinya itu, tanpa merasa bersalah apalagi terhakimi. Dia adalah manusia paling tidak memiliki hati yang pernah kutemui. Melebihiku. Tetapi dari semua dendamku ini, aku juga kacau karena menimbulkan masalah baru dalam kehidupan pribadiku.
Tok! Tok! Tok!
"Persidangan ditutup! Mr. Akdhyakssa, persidangan akan dilanjutkan minggu depan setelah meneliti semua bukti lebih yang sudah ada," ucap hakim di depanku.
Aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi selain mengangguk menuruti. Tanpa mengatakan apapun pada pengacaraku yang juga pusing meladeni banding dari pihak Sean, aku pergi dari ruang persidangan.
Rumahku adalah satu-satunya tempat aku bisa melampiaskan amarahku sendiri daripada harus mengotori tanganku untuk membunuh Sean di tempat. Walaupun aku ingin, aku harus menekan keinginanku.Sedikit tidak sopan memang, aku pergi secara buru-buru tanpa mengatakan sepatah katapun pada hakim dan yang lain. Aku tidak memperdulikannya dan lebih memilih memasuki mobilku setelah berada di parkiran pengadilan negeri. Kutarik dasiku secara kasar karena merasa gerah atas semua yang sudah menimpaku.
Nara, Nara dan Nara. Beberapa hari ini aku menangis hanya karena mengingat adik kesayanganku. Sambil menginjak gas keluar dari parkiran menuju rumahku, aku terus dihantui oleh bayangan bahwa Nara juga mati karena mobilnya memang sengaja disabotase oleh Sean. Shit! Kupukul stir mobilku keras karena marah. Semua bukti yang selama ini kukumpulkan hanya mengarah pada Sean yang memperkosa dan mengancam Nara melalui pesan singkat dan rekam telepon. Semuanya buntu dalam TKP saat kecelakaan Nara berlangsung. Dan seperti mendapat kejutan dari Tuhan, semua bukti yang lainnya justru berdatangan saat aku berhasil menemui Sean waktu itu. Rahangku mengetat mengingat bagaimana Sean merasa bangga telah menghamili Nara, merasa bahwa dia berhasil melepaskanku dari hubungan kotor dengan adikku sendiri. Damn, yang paling kubenci dari ucapannya saat itu adalah, saat dia justru mengatakan bahwa dirinya begitu mencintai Nara. Cinta, katanya? Bullshit.
"I love her," geram Sean sambil terbatuk-batuk saat itu.
Kuingat aku memukulnya belasan kali sampai dia rasanya ingin memohon ampun padaku. Aku tidak peduli, yang aku inginkan hanya dia bisa menukar nyawa Nara dengan nyawanya sendiri. Deru napasku terdengar keras setelah adu jotos dengan Sean. Selesai aku mengacaukan kehidupan pribadiku karena harus rela meninggalkan Laras, aku langsung pergi ke rumah persembunyian Sean dan memukulinya sampai tanganku rasanya kebas. Telingaku gatal setiap kali dia mengatakan cinta pada Nara dengan sisa suaranya.
KAMU SEDANG MEMBACA
• Damn, You !! •
Romance(17/21+) [COMPLETE] dipublish 10 Januari 2019 - tamat 16 Maret 2019 POV 1 [ Akssa & Laras ] Apa yang tidak dimilikinya? Uang, mobil, apartemen, perusahaan, emas batangan? Hampir semuanya dia miliki kecuali satu, wanita. Apa yang membuatku jatuh cin...