29. Kissing (?)

25 3 0
                                    

"Izinkan aku menatapmu seperti ini. Sekali saja, sebelum Tuhan benar-benar melakukan tugasnya."
-Anairin Muzaika Sultan
.
.
.
.
.

Tanpa mengatakan sepata katapun Arya merebut buku tersebut dari tangan Irin, namun dengan kelincahannya Irin menjauhkan jangkauan buku dari genggaman Arya.

Irin mengangkat buku itu tinggi-tinggi di atas kepalanya dengan tujuan agar Arya tidak bisa meraihnya. Dengan raut malas Arya merebut buku dari tangan Irin secara keras hingga tubuh Irin sedikit terhuyung kedepan.

Saat ini hanya jarak tiga jengkal yang memisahkan mereka, Irin menatap jauh kedalam manik mata sipit milik Arya. Ternyata dibalik kacamata ada mata sipit berwarna cokelat tua yang sangat indah.

Irin terbuai dengan tatapan itu hingga detik selanjutnya Arya duluan yang memutuskan kontak mata dan mendorong bahu Irin agar menjauh darinya.

"Awwh" Irin yang tak siap dengan dorongan membuat bahunya sedikit sakit.

"Jangan pernah sentuh barang saya lagi"

"Gue dapat buku itu duluan, harusnya lo berterima kasih dong"

"Gapeduli"

Setelah mengucapkan kalimat itu Arya meninggalkan Irin sendiri di koridor depan perpustakaan.

"Lo kenapa sih? Dari kemarin cuekin gue. Emang gue salah apa?" Tidak ada tanggapan.

Irin hanya menyaksikan punggung tegap milik Arya menjauh dan mulai menghilang di ujung koridor.

Irin menghembuskan napas berat lalu mengalihkan pandangannya ke tengah lapangan dimana ada segerombolan anak laki-laki tengah bermain futsal.

Irin mendudukkan diri di pinggir lapangan hanya untuk sekedar menikmati permainan dari ekskul futsal, "Harusnya tadi itu tendangan sudut, aish" keluhnya ketika mendapati kecurangan dalam pertandingan yang dia lihat.

"Harusnya tadi di oper, supaya si nomor 7 bisa ngegolin bola" lagi-lagi dia berkomentar.

"Sepertinya lo ngerti futsal banget"

"Oh jelas" ucap Irin refleks dengan sombongnya. Ketika tersadar Irin membalikkan wajah untuk menatap orang yang baru saja bicara di sampingnya.

Lelaki itu mengambil posisi duduk pas di sebelah Irin, dengan sedikit risih Irin memberikan jarak duduk.

Lagi-lagi lelaki itu hanya menyengir kuda menampakkan deretan giginya yang tidak rapih namun tertutupi behel.

"Manis juga ih, Imanku goyah Ya Allah"

Irin berucap di dalam hatinya kemudian mengalihkan pandangan untuk beristighfar.

"Nama lo siapa?"

"Irin"

"Nama lengkapnya?"

"Anairin Muzaika Sultan"

"Anaknya om Sultan"

"Eh?" Irin terheran lalu ikut ketawa melihat tingkah awkward lelaki itu.

"Nama gue Iksan Iriansyah. Biasa dipanggil Iksan, tapi anak-anak biasa manggil Sansan. Tapi kalau lo mau boleh kok dipanggil sayang"

Irin kembali tertawa terbahak-bahak melihat laki-laki yang bernama Sansan tersebut. "Sa ae kutil kuda"

Sansan memperbaiki rambutnya yang sedikit menjuntai menutupi separuh dahinya, menampakkan ada bekas luka jahitan disana.

Irin baru menyadari kalau Sansan adalah salah satu bagian dari orang yang sedang bermain futsal. Dengan baju khas anak futsal tetapi bukan dari sekolahnya. Irin memberanikan diri untuk bertanya agar menutupi kekepoannya.

Why Him?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang