Kejadian 3 hari yang lalu membuatku teringat pada laki laki berpangkat balok satu di pundaknya itu. Di dalam pikiranku,hanya ada dia,dia,dan dia. Entah kenapa bisa begitu. Dan setelah kejadian itu,aku sudah tak melihatnya lagi di Yogyakarta. Apa dia sudah kembali ke Jakarta? Atau dia melanjutkan pendidikan kecabangan?
Aku masih tak tau kenapa aku terus memikirkannya. Kata Alya,aku masih cinta kepadanya? Bagaimana menurut kalian?
Lupakan tentang mas Tama,mari kita berganti topik mengenai kegiatanku. Kali ini aku berada di ruangan dokter Adit. Dokter Adit memanggilku untuk keruangannya sekarang. Tapi aku heran,dokter Adit tak ada di sini. Aku hanya duduk di kursi yang ada di depan meja kerjanya.
Sembari menunggu kedatangan dokter Adit. Aku melihat lihat ruangannya dengan teliti. Mulai dari dinding yang berwarna putih hingga bingkai foto yang terletak di atas meja kerjanya. Di dalam bingkai itu,terdapat keluarga dokter Adit yang sedang berfoto di studio. Ternyata,dokter Adit mempunyai adik perempuan yang cantik. Aku baru tahu itu.
"Maaf,saya terlambat" kata dokter Adit yang membuatku terkejut. Dia berjalan menuju kursi kerjanya.
"Ada perlu apa dok memanggil saya?" Tanyaku.
"Oh,sebenarnya banyak hal yang harus saya katakan kepadamu. Yang pertama,saya minta maaf atas kelakuan Arta kemarin. Yang kedua saya minggu depan mau menikah dengan Arta,minta doa restunya semoga lancar. Oh iya,kamu jangan lupa datang ya,kalo bisa bawa pacar" kata dokter Adit panjang lebar. Kalian tahu? Kalimat terakhirlah yang membuat hatiku kalut. Bagaimana harus membawa pacar jika pacar saja tak punya.
"Iya dok,sudah saya maafkan. Untuk pernikahan saya doakan lancar kok. Hehehe,kalo bawa pasangan saya tak menjanjikan itu" kataku sopan.
"Saya tahu,karena kau tak punya pacarkan? Seharusnya kamu lah yang akan mendampingiku minggu depan di depan penghulu" katanya.
"Maksudnya,dok?" Kataku.
"Ah, sudah lupakan. Kamu boleh kembali ke ruanganmu" katanya. Aku mengangguk dan pamit untuk keluar.
Aku berjalan lurus menuju Unit Gawat Darurat. Jadwalku sekarang adalah memeriksa pasien baru. Aku terpaksa meninggalkan UGD karena dokter Adit dan tugasku di gantikan oleh Alya.
Brankar pasien terus berjalan. Hari ini banyak sekali yang masuk rumah sakit. Sudah takdir tuhan,lagian sakit adalah salah satu cara untuk menggugurkan dosa. Aku memeriksa seorang nenek tua yang didiagnosa sakit tifus. Tifus,penyakit yang sepele namun sangat berbahaya. Aku mulai memasukan jarum infus ke tangan kanan sang nenek. Sesudah itu,aku memberi obat untuk meredakan rasa sakitnya.
Setelah itu,aku berjalan menuju pasien yang berada di samping kanan nenek tadi. Aku terkejut,banyak darah segar yang mengalir keluar dari tangannya. Sepertinya habis kecelakaan. Aku membersihkan darah yang terus keluar,agar tidak terjadi infeksi. Lukanya tak terlalu parah,namun darah tak bisa berhenti mengalir. Terpaksa membutuhkan darah tambahan. Aku memberi obat antibiotik agar lukanya segera mengering dan tidak infeksi.
Hari ini sangat sibuk karena jumlah pasien yang sangat banyak. Hingga,aku lupa untuk makan siang. Rasanya perutku sangatlah perih. Karena lambung terus saja bekerja dalam keadaan kosong. Aku sudah tak tahan lagi. Mau makan tetapi masih banyak pasien yang harus ku periksa. Ah sudahlah,beberapa menit lagi pasti selesai.
Aku berjalan gontai menuju ruangan koas. Jam menunjukan 3 sore. Kepalaku sangatlah pusing,seperti dunia ini berputar putar dan melayang. Sepertinya aku kekurangan nutrisi. Ruangan koas sudah dekat,aku harus kuat berjalan sampai sana.
Tinggal 10 meter lagi,ayo Ressa kau pasti bisa.- Batinku menyemangati diriku.Ah,aku sudah duduk di kursiku. Sungguh lega rasanya.
"Alya" ucapku lirih. Aku sudah tak kuat untuk berbicara lagi.