Coklat panas itu habis ku minum. Aku tidak haus. Tetapi aku hanya merefresh pikiranku. Benar kata mama. Aku harus meminta penjelasan kepada mas Tama. Egoku terlalu besar. Aku tak yakin jika aku bisa melakukan itu.
Sekarang aku sibuk bagaimana caraku menemui mas Tama. Posisiku sekarang ada di Jakarta. Sedangkan mas Tama sekarang ada di Magelang. Jarak memang memisahkan kita.
Waktu terus berjalan. Detik demi detik terlampaui. Begitupun dengan menit. Aku masih duduk di balkon kamarku. Masih memegangi gitar dan memandang langit yang tak begitu cerah. Bak apa yang sedang hatiku rasakan sekarang ini.
Benar saja. Sepertinya hujan akan membasahi kota Jakarta. Walaupun hanya sebatas rintikan saja. Gerimis. Hujan,walaupun posisimu diatas tetapi kau tak lupa untuk membumi. Aku suka kata itu.
Udara kian dingin. Aku kembali turun ke lantai dasar untuk membuat coklat panas. Lagi. Hanya untuk menghangatkan tubuh. Dengan seduhan air panas tanpa gula. Aku duduk di ruang makan. Sambil meminum. Satu tenggukan habis.
Kini aku memasuki kamar mas Reno. Orang yang selama ini kurindukan. Jangan tanya dia sekarang ada dimana. Yang jelas dia sedang berjuang. Kamar yang berwarna gelap khas kamar laki laki. Banyak sekali stiker yang ada di dindingnya. Terutama stiker Barcelona. Club kesayangannya.
Aku menduduki pinggiran ranjang. Empuk. Itulah yang pertama kali kurasakan. Rak buku,kini yang menyita pandanganku. Buku tentang sastra,tentang bisnis,tentang bahasa asing. Semua ada di sana.
Aku keluar dari kamar mas Reno. Berjalan menuju kamar milikku. Seperti manusia yang hidup tanpa tujuan. Aku kali ini. Punya raga tetapi tak ada jiwa.
Aku mulai merebahkan tubuhku di ranjang kamarku. Ku raih hpku yang sedari tadi tak ku sentuh. Pertama kali ku buka menampakan wajah yang tampan dengan senyum yang manis. Benar,wallpaper ku kali ini adalah mas Tama.
Ku hidupkan data seluler. Percaya atau tidak pasti ada notif dari mas Tama.
Tamaaldiano
Ressa
Maafkan aku.
Please balas dek.
Kamu salah paham Ressa
Read.
Sebenarnya masih banyak lagi pesan yang dikirim olehnya. Entah mengapa mata ini selalu ingin meneteskan air mata. Jika mengingat beberapa kejadian tempo lalu. Mulai dari mall hingga kejadian di Bali. Kejadian yang siapa saja mengingatnya mengalami sakit hati yang berarti([0])
Menyesal. Hanya itu yang Tama rasakan sekarang. Laki laki bodoh. Kalian boleh memanggil ia macam itu. Rasa yang bergejolak membuat hati mendobrak agar bertemu dengan Ressa untuk menjelaskan semua.
"Kau bodoh Tam" Kata Berta yang memecah keheningan.
"Aku menyesal lah. Kenapa dulu aku mengajak Bela jalan" Jelas Tama.
"Memang penyesalan selalu datang di akhir. Apalagi kau meninggalkan dia yang selalu ada" Katanya sambil menepuk bahu Tama. "Pasti sakit banget. Nyesek bro" Tambahnya sambil memegangi dada bagian kiri.
Tama ingin berteriak. Merutuki diri sendiri. Semua sudah hancur. Tinggal penyesalan yang datang menghampiri. Tentu Tama tak ingin semua ini berakhir.
Bagaimana dengan perasaan Ressa sekarang? Tama tahu. Remuk,hancur,bak diremas. Semua tercampur menjadi satu.
"Sudah jangan dipikirkan Tam. Sebentar lagi salat magrib. Saatnya kau bersimpuh di hadapan tuhan" Jelas Yanto sambil membenarkan kerah seragamnya.
Langit Magelang sudah gelap. Kegiatan di Akmil berhenti. Semua menuju tempat peribadahan masing masing. Tama,Berta,dan Yanto berjalan beriringan menuju masjid Al-Jihad.