46. Cinta tak harus memiliki

3.4K 180 16
                                    

Hari ini aku masih terbaring di atas ranjang rumah sakit. Tetapi,dokter sudah mengijinkanku untuk pulang,hanya saja aku masih menunggu urusan biaya administrasi. Aku menyuruh Alya untuk menghandel semuanya. Tentu saja aku membayar semua biaya dengan uang tabunganku sendiri. Aku tak ingin menyusahkan kedua orang tuaku. Apalagi membuatnya khawatir.

Aku hanya berbaring dan sesekali mengkhayal jika mas Tama datang untuk menjengukku dan memberiku semangat. Namun,itu sepertinya tak mungkin terjadi. Aku tak suka berharap lebih jika endingnya selalu membuat sakit hati. Aku juga tak begitu percaya jika mas Tama masih cinta kepadaku,atau mungkin hanya alibi? Entahlah.

"Ressa,nih berkasnya. Lo gue anter pulang sekarang,oh iya ini barang barangnya biar gue bawa,lo naik kursi roda aja" Kata Alya sembari memberikan beberapa lembar bukti administrasi.

"Gue kan bisa jalan sendiri" protesku.

"Lo itu sakit,nurut dikit" Ceramah Alya kepadaku. Aku hanya menundukan kepalaku. Aku tahu jika aku salah.

Aku berdiri dibantu oleh Alya. Aku berjalan perlahan menuju kursi roda yang ada di depanku. Kursi di dorong oleh perawat yang berjaga kali ini. Alya berjalan di sampingku. Yang pasti,dia membawa barang barang,salah satunya bantal. Sungguh perhatian sekali.

Aku hanya menikmati setiap sudut rumah sakit. Hanya duduk namun bisa berjalan sendiri. Kalian tahu? Aku paling suka jika menaiki kursi roda,tapi ini dulu. Manik mataku melihat laki laki berseragam yang berlari menghampiriku. Siapa lagi kalo bukan David?.

"Ressa,kamu sakit kenapa gak bilang aku sih?" Tanyanya berjongkok di depanku sembari memegang kedua tanganku. Aku terharu,sebegitu perhatiannya David.

"Kenapa aku harus bilang kamu? Kan dulu waktu SMP kamu bilang 'kalo ngadu jangan ke aku,aku bukan tempat pengaduan apalagi pengadilan agama' ya kan,Vid?" Kataku bercanda.

"Kamu masih ingat rupanya" katanya sembari berdiri. Dia berjalan ke arah belakang. Aku menoleh,ternyata dia meminta ke perawat agar dia saja yang mendorong kursi roda yang ku tumpangi. Aku tersenyum,perlahan kursi roda mulai bergerak maju.

"Hem,gue kambing congek" gerutu Alya.

"Makannya,pacarnya di ajak mbak" kata David. Aku tertawa,Alya hanya memanyunkan mulutnya.

"Tau dari mana kalo aku sakit?" Tanyaku kepada David.

"Kema..."

"Gue yang kabarin" sahut Alya. Aku sudah menduganya.

Setelah sekian menit aku duduk di atas kursi roda,aku berdiri dan berjalan perlahan menuju mobil. Tentu dibantu oleh David dan Alya. Katanya,dia tak ingin aku terjatuh dan tersungkur. Ya,aku paham.

Mobil yang ku tumpangi melaju menuju mess. Aku duduk di kursi tengah bersama Alya. David berada di depan, samping pak sopir. Di sepanjang perjalanan aku hanya diam tak berbicara. Suasana hening seperti ini membuat pikiranku ngelantur kemana mana,dan kalian tau salah satunya kepada siapa? Aku tak perlu memberi tahu.

Lampu merah menyala. Mobil otomatis berhenti dan kami menunggu. Aku melihat keadaan luar melalui jendela mobil. Sudah 1 hari lebih aku tak melihat keadaan seperti ini. Kondisi pasar Beringharjo sangatlah ramai,tak heran jika kondisi jalanan macet.

Gang masuk mess sudah terlihat dari jarak radius 50 meter. Aku mulai menyiapkan diriku untuk menuruni mobil. Lampu sen menyala,mobil berbelok ke arah kanan.

"Sudah sampai,turun" perintah Alya. Aku turun melalui pintu kiri,David sigap membukakan pintu dan membopongku menuju teras depan.

"Ih, aku bisa jalan" mataku sambil memukul dada bidangnya yang penuh akan brevet dan talikur.

"Biar mesra dikit" katanya sambil mengangkat sebelah alisnya dan tersenyum.

"Kelewatan tau gak" kataku. David hanya menggelengkan kepalanya dan kembali ke mobil untuk mengambil beberapa barang yang masih ada di dalam.

Aku duduk di teras mess dengan David. Alya sudah kembali ke rumah sakit. Aku sengaja mengambil cuti untuk 2 hari ke depan dan siap siap untuk menggantinya. David sedari tadi hanya berbicara mengenai mas Tama.

"Kalo kamu masih cinta,kamu bisa memberinya kesempatan. Tapi,ingat jika dia kembali membuat kesalahan yang sama,kamu tahukan ke siapa kamu harus kembali? Aku siap" katanya. Aku mengangguk paham.

"Aku masih bingung,Vid. Aku tak tahu dia benar benar cinta padaku atau tidak"

"Aku tahu,Tama masih cinta sama kamu. Aku jaminannya" katanya serius. Aku kembali diam, merenung.

"Terkadang,cinta itu rumit. Namun, aku siap membunuh perasaanku untukmu"

"Maaf,Vid. Aku belum bisa membalas cintamu. Tapi,aku sayang kepadamu hanya sekedar sahabat" kataku sembari menunduk.

"Aku tahu,kamu memang sahabat perempuanku yang terbaik". Aku tersenyum dan tertawa manis,David hanya mengelus kepalaku pelan. Sebenarnya aku menangkap sorot mata David yang berubah,aku tahu jika dia sakit hati. Maafkan diriku, David.

"Kamu istirahat gih,aku gak mau kalo sahabat perempuanku sakit lagi".

Aku berjalan masuk ke dalam mess. David pamit untuk kembali ke kstaria. Sebenarnya aku sedikit tak enak hati kepadanya. Toh,aku membuatnya sakit hati karena ku tak bisa membalas cintanya. David,aku hanya bisa berdoa jika Jodohmu lebih baik dariku.

David POV

Sebenarnya aku sangat khawatir akan kesehatannya. Bagaimana tidak? Dia baru saja keluar dari rumah sakit,kondisinya lemah. Aku tak ingin jika orang yang ku sayang dan ku cinta lemah tak berdaya.

Di sisi lain,aku juga kecewa. Kecewa karena dia belum mencintaiku saat ini,aku memakluminya jika move on itu perlu waktu lama. Aku keluar dari gang mess Ressa. Aku tak membawa mobil karena buru buru ke rumah sakit. Dan terpaksa aku harus menunggu taksi di pinggir jalan.

Gadis yang ku nantikan 6 tahun terakhir ini ternyata sudah menemukan pujaan hatinya kembali. Tentu,ini seniorku. Yah,walaupun berbeda matra. Aku mengayunkan tanganku ke arah jalanan,taksi dari arah barat mulai menepi ke pinggir jalan. Aku membuka pintu dan masuk.

Aku melihat kota Jogja dari balik kaca jendela. Apakah cintaku kali ini sudah berakhir di sini? Aku merelakan hatiku demi kebahagiannya. Ibarat pepatah "cinta tak harus memiliki". Hanya saja,mengikhlaskan itu susah,apalagi menerima kenyataan. Sudahlah,jika dia takdirku dekatkanlah dan jika dia bukan takdirku hapuskanlah kata bukan diantara dia dan takdir.

Suasana sore hari menjadi saksi bisu tentang percintaanku,kata teman letingku "cinta bertepuk sebelah tangan". Namun,apa salahnya berjuang? Negara saja aku perjuangkan,apalagi cintanya. Tetapi aku gagal dalam percintaan.

Kadang aku merasa iri kepada teman letingku. Mereka dengan mudahnya mendapatkan pasangan,ah tetapi para rekanitanya itu tak sepaham denganku. Bisa saja mereka menginginkan sebuah notebane "istri tentara" atau cinta hanya pada seragam dan pangkat.

Ressa,aku hanya ingin membuatku bahagia. Jika aku yang sakit hati,itu urusan belakangan. Yakinilah,ini adalah masalah takdir yang belum terselesaikan.

"Sampai,mas" kata sopir taksi itu kepadaku.

"Ini uangnya" kasihku kepada pak sopir. Aku turun dan mulai melangkah.

Aku berdiri tepat di depan gerbang ksatria. Aku diam mematung menentang senja. Mungkin,percintaanku sudah sampai di sini.

David, saatnya kau kembali berjuang. Fokuslah pada tujuan utamamu,lupakan masalah cinta,kecuali cinta pada negara. Yakinilah,kau adalah penguasa takdir dan kau adalah kapten jiwa - batinku.


Hallo,apa kabar? Semoga baik baik saja ya.
Apakah diantara kalian ada yang mengalami nasib seperti David? Cinta bertepuk sebelah tangan. Jawab di kolom komentar ya.
Jangan lupa Vomment.

Salam cinta,
Author cantik


Yunda Arisa Azhar

My prince of love [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang