50. Prank?

3.3K 191 25
                                    

Minggu sore,sekitaran pukul 16.30 WIB. Aku,Alya,Rahma,dan Farren siap siap untuk menghadiri pernikahan dokter Adit. Kami memakai dress panjang berwarna Peach.  Dengan jilbab yang senada pula. Dengan polesan make up yang tak begitu tebal,tetapi terlihat kesan elegan.

Mas Tama sudah ku kabari jika berangkat pukul 6 sore. Kebetulan,calon istri dokter Adit adalah orang Jogja. Jadi,tak butuh waktu lama untuk tiba di acara resepsi. Semua sudah siap. Tinggal menunggu mas Tama.

Kling
1 pesan masuk

Mas Tama
"Dik,maaf banget ya. Hari ini aku harus terbang ke Jakarta. Ada urusan penting"

Mataku terbelalak. Sungguh kecewa aku sekarang. Tapi apa daya? Aku tak bisa memaksa dan melarangnya.

"Yuk,berangkat sekarang saja. Mas Tama gak jadi ikut" Kataku lesu. Sembari berjalan menuju mobil.

"Loh,kenapa gak jadi ikut?" Tanya Alya.

"Ada urusan katanya" Sambil membuka pintu mobil depan. Aku yang menyetir mobil kali ini. Sebenarnya,aku dan temanku berangkat mengendarai mobil mas Tama.

Sedari tadi aku menyetir tanpa semangat yang membara. Yang ku pikirkan adalah,kesendirian diriku di sana. Tak masalah,aku sudah terlalu biasa.

Jalanan tidak terlalu ramai. Mobil berjalan dengan kecepatan yang konstan. Suasana yang harus gembira terganti dengan mood yang buruk. Sudahlah,aku tak harus membebani diriku sendiri.

Tempat resepsi sudah terlihat di depan. Ramai akan kendaraan yang terpakir di sekitarnya. Aku memparkirkan mobilku di dekat acara resepsi.

Mas Dito,Jordan,dan Febri sudah menunggu di seberang jalan. Aku tahu,mereka menunggu pacarnya. Aku dan sahabatku menghampiri mereka. Senyum manis terukir di lingkar wajah. Aku tahu,mereka pasti bahagia.

Acara resepsi sudah dimulai. Aku duduk di tengah antara Alya dan Farren. Arta,istri dokter Adit begitu sempurna. Penampilannya membuat siapa saja membelalakan matanya.

Acara demi acara sudah terlampaui. Memang benar,mas Tama tak bisa hadir untuk mendampingiku. Aku terlalu berharap memang dan terlalu percaya. Sudahlah,aku percaya jika urusan yang ada di Jakarta lebih penting daripada acara ini.

Suatu kehormatan bagi diriku jika aku dekat dengan mas Tama. Yang ku kenal dari dulu,dia memang sangat teliti dalam memilih seorang pendamping. Namun,semenjak kehadiran Bela,pandanganku terhadap hal itu semakin berkurang. Aku memang terlalu polos,hingga mudah untuk di bohongi siapapun.

Sesi makan pun tiba. Dalam acara resepsi,hanya lah sesi ini yang paling ditunggu tamu undangan. Aku tahu,semua ingin makan gratis. Iya kan? Wkwk. Aku ikut berdiri dan mengambil makanan. Begitu banyak hidangan yang disediakan. Appetizer,soup,main course,dan dessert. Semua lengkap.

Aku kembali duduk di kursi dan makan di meja bundar. Makan dan sembari mengobrol ringan.

Kling
1 pesan masuk.

Mas Tama
Dik,aku sudah sampai di Jakarta.

Iya,mas. Semoga cepat selesai ya urusannya.

Terimakasih. Maaf ya gak bisa dampingin kamu.

Iya gpp,mas.

Sudah kebal aku akan pesan seperti itu.

Lagu pun berganti. Menjadi sangat romantis. Aku membayangkan jika aku lah yang merasakan ini. Bukan dengan dokter Adit,tetapi dengan mas Tama. Suara merdu mulai terdengar jelas. Aku secara refleks menoleh. Aku suka sekali lagu ini.

My prince of love [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang