Sasaran

14.1K 677 26
                                    


Mentari mulai memancarkan cahaya keemasannya, kicauan burung turut menghias suasana pagi yang mulai menghangat. Kilauan cahaya keemasan itu menambah keelokan embun pagi yang tergantung di rerumputan. Basah terasa saat embun-embun itu menyentuh kulit, bahkan rasa dinginnya menjalar keseluruh tubuh dengan mudahnya.

Kaki yang berjalan diatasnya tanpa alas apapun, memberikan sensasi tersendiri. Terasa lebih menyenangkan ketika ujung rumput itu menyelinap di antara jari kaki saat memijaknya.

Nampak dari kejauhan seorang pemuda tengah melemparkan belatinya ke arah sasaran yang ia siapkan di sebuah pohon. Senyuman berhasil terukir dikala belati tersebut menancap sempurna tepat di titik tengah sasaran. Beberapa kali ia melakukan hal serupa, bukan karena keberuntungan namun karena keahlian yang membuat belatinya menancap sempurnya.

Dengan langkah ringan, pemuda itu berjalan ke arah sasaran guna mengambil belati yang masih tertancap. Pohon apel yang berdiri kokok disana telah menjadi saksi bisu peningkatan keahliannya. Senyum tipis terukir di sudut bibirnya kala mentap lubang yang tercipta di papan sasaran, cukup banyak goresan disana dan pasti akan bertambah jumlahnya.

"Kurasa sudah cukup untuk hari ini!" Seruan seseorang membuat  pemuda tersebut membalikkan badan ke arah sumber suara. Kini tatapannya tertuju ke seorang pemuda yang lebih tua darinya namun dengan tubuh yang lebih kecil. Pemuda yang menyuarakan seruan itu, melangkah ringan mendekati pemuda yang masih menggenggam belatinya.

"Aish, Jimin kau mengagetkanku!"  Pemuda yang dipanggil Jimin, tidak menunjukkan rasa bersalah sama sekali. Ia tetap menatap pemuda dengan belati ditangannya dengan senyuman.

"Aku tak bermaksud mengagetkanmu, kau saja yang terlalu peka terhadap suara. Sudahlah Tuan Kim Taehyung, ayo ke dalam. Seokjin hyung sudah menyiapkan sarapan."

"Terserah kau saja, aku sedang tidak ingin berdebat denganmu Tuan Park Jimin yang terhormat." Setelah perdebatan singkat, Taehyung melangkah pergi tanpa memperdulikan Jimin yang menatapnya dengan tatapan kesal.

Jimin sudah berbaik hati memanggilnya untuk sarapan, bukan ucapan terimakasih yang ia  dapat, namun jawaban ketus dari pemuda menyebalkan itu.

***
Kondisi meja makan begitu sunyi, hanya suara sendok dan sumpit beradu yang terdengar. Tujuh orang pemuda ditambah seorang pria paruh baya, memakan makanan mereka dengan tenang. Mangkuk sup yang tadinya terisi penuh, kini tersisa setengah, namun yang dimaksud sunyi tidak sepenuhnya seperti itu, dua pemuda yang duduk bersebelahan nampak beradu tatapan. Keduanya menginginkan potongan terakhir telur gulung di atas piring.

Namun saat kedua sumpit pemuda itu beradu, seseorang yang tiba-tiba hadir di tengah mereka mengambil potongan terakhir telur tanpa rasa bersalah sedikitpun.

"Aku sudah selesai, terimakasih atas makanannya." Seorang pemuda beranjak dari meja makan dengan membawa piring yang telah kosong menuju dapur. Ia tak menyadari jika dua orang tengah menatapnya dengan dendam.

Tak lama satu persatu pemuda tersebut mulai meninggalkan meja makan. Kini tersisa seorang pria dan pria paruh baya. Ia sengaja menunggu sang ayah menyelesaikan makannya, sebelum membereskan semua alat makan.

" Biar aku saja appa."  Pemuda tersebut, mengambil piring yang baru saja pria paruh baya tersebut gunakan, yang notabennya merupakan ayah dari tujuh orang pemuda itu.
Tuan Kim Hyun Joon hanya tersenyum dan menganggukkan kepala, sembari menyodorkan mangkuknya.

Namja yang memiliki nama Kim Seokjin tersebut segera membereskan meja makan, dan mencuci perabotan makan. Seakan sudah menjadi tanggung jawabnya, menjaga dan menyiapkan makanan untuk anggota keluarga yang begitu ia sayangi. Percuma saja ia meminta bantuan para adiknya, yang nantinya akan menghancurkan seisi rumah dengan tingkah ajaib mereka.

"Seokjin-ah, tolong kau panggil adik-adikmu. Minta mereka keruangan appa!" Kepala keluarga memberikan perintah, itu berarti ada hal yang sangat penting. Tanpa menunggu aba-aba lagi Seokjin segera beranjak dan mencari keberadaan enam manusia ajaib tersebut. Kemungkinan mereka semua telah mengelilingi rumah dengan kegiatan masing-masing.

Setelah perjuangan yang cukup melelahkan, Seokjin berhasil mengumpulkan ke enam adiknya tanpa ada lecet seditpun. Walaupun beberapa saat lalu ia begitu teringin mematahkan leher si bungsu.

"Adakah hal penting, appa?"   Yoongi membuka suara pertama kali. Pemuda itu menarik kursi dan duduk di pojok dekat dinding, tempat paling nyaman baginya untuk bersandar.

"Kalian semua duduklah dulu, appa ingin menyampaikan hal penting." Instruksi yang langsung dilakukan, tanpa penolakan dan kata tambahan. Ketujuh pemuda itu duduk dengan tenang mengelilingi Tuan Kim.

Tuan Kim Hyun Joon menyalakan sebuah layar proyektor, yang menampakkan wajah seorang pria. Wajahnya nampak tak bersahabat dengan bekas luka di keningnya, kepala si bungsu yang saat inu berusaha membayangkan bagaimana pria itu mendapatkan bekas luka.

"Ia adalah bandit yang di incar oleh pihak kepolisian, aku ingin kalian menangkap dan memberikannya kepada pihak berwenang. Sesuai informasi yang didapat ia tengah bersembunyi di salah satu hotel, di pusat Kota Seoul." Tuan Kim memulai pembicaraan. Yang dibalas anggukan oleh tujuh pemuda dihadapannya.

"Lalu kapan kami akan memulai misi ini?" Namjoon sebagai leader  dari grup rahasia ini mengeluarkan suara.

"Hari ini. Appa menyerahkan semua tanggung jawab keberhasilan misi ini kepadamu Namjoon-ah." Ucap Tuan Kim sebelum beranjak meninggalkan ruangan. Setelah kepergian Tuan Kim, enam pemuda yang lain menatap Namjoon lamat, mereka menenti tugas apa yang akan didapat dengan adanya misi ini.

"Sesuai perintah appa, aku akan membagi tugas." Namjoon mulai melaksanakan perintah.
Jika, sudah dalam mode menjalankan misi, tidak ada kata tua atau muda. Semua orang hanya di bedakan dengan kemampuan dan posisi yang akan mereka dapat nantinya.

"Kim Seokjin, kau akan memantau dari depan pintu hotel, usahakan ia jangan sampai keluar dari hotel. Min Yoongi  dan Jung Hoseok periksa setiap pengunjung yang nampak mencurigakan. Jeon Jungkook dan Kim Taehyung kalian mendapat tugas melumpuhkan orang tersebut. Aku akan selalu memantau kalian, dan akan mencari semua informasi orang tersebut. Pastikan jangan sampai meninggalkan jejak." Namjoon membagi tugas dengan sangat terencana. Ia tak hanya ketua, tetapi juga merupakan hacker yang handal. Mungkin jika ia mau bahkan keamanan intelejen terhebatpun dapat ia bobol dalam waktu kurang dari tiga puluh menit.

"Lalu bagaimana denganku  Namjoon-ssi?" Jimin yang merasa tidak dicantumkan di dalam misi membuka suara. Bukankah ini terasa seperti diskriminasi? Bagaimana bisa pemuda tampan nan hebat sepertinya dilupakan.

"Tugasmu seperti biasa, belikan kami ice cream." Jawaban yang tidak memuaskan bagi pemuda itu, namun mendapat gelak tawa dari member yang lain.

"Kupastikan jika ice cream itu akan ku beri bubuk cabai sebelum ku berikan pada kalian."  Kesal Jimin saat dirinya ditinggalkan begitu saja di dalam ruangan. Jimin baru saja akan beranjak memeriksa isi dompetnya sampai Taehyung menampakkan kepalanya dari balik pintu.

"Yak.... berhenti membuatku terkejut."

"Pastikan ice cream milikku tak cacat sedikitpun Park!" Perintah yang terasa seperti ancaman di telinga Jimin.

"Dasar alien!"



Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
SuspiciousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang