09. Malam Sejuta Misteri

254 31 11
                                    

"Untuk memecah misteri, perlu hilang ragu dan jatuh bersama."

***

Di atas tanah lapang berdebu, puluhan remaja berseragam hitam putih berjajar rapih. Dipandu pelatih, mereka melakukan gerakan dasar baris berbaris. Namun, dua meter di bawah mereka, sesuatu yang berbeda menimpa gadis lain dengan seragam sama.

"Kalian ingin membunuhku?" Dian memiringkan kepala. Seolah situasi saat ini bukan sesuatu yang perlu ditakuti. "Setidaknya, biarkan aku mati dengan cantik," lanjutnya dengan merogoh saku.

"Angkat tanganmu!" teriak pemimpin kelompok. Merasa was-was pada pergerakan lawan berpostur mungil.

"Kenapa? Ini hanya bedak." Dian membuka benda bulat berwarna merah muda. Dia bertingkah seolah sedang mematut diri.

"Tembak!"

Dian tersenyum. Gadis dengan mata tegas meniup partikel berwarna krem dalam wadah. Dan selanjutnya, sebuah kabut putih mengepul hebat dari arah sana. Menciptakan tameng yang entah mengapa bisa melelehkan timah panas dalam beberapa detik.

"Kalian bukan tandinganku." Dian meraih jepit rambut. Menembakkan laser penghancur tanpa warna, tepat mengenai benda hitam pengantar peluru dari keenam lawan.

"Brengs*k." Pimpinan dengan topi hitam merasa tak terima. Ia maju dengan mengepalkan tinju.

Namun, gadis yang memiliki tinggi badan 160 cm itu, seolah tak memiliki rasa takut barang sedikit pun. Ia menerima pukulan dengan tangan mungil, tetapi kukuh dan bisa diandalkan. Membalikkan serangan lalu memukul lawan tepat di titik paru-paru.

Jalur napas memang titik kelemahan. Lawan limbung. Wajahnya pias dan napasnya tersenggal. Lelaki bertopi hitam ambruk dengan mata membulat sempurna.

"Payah!" Dian menendang punggung pimpinan kelompok lawan. Dan hanya Dian dan Tuhan yang tahu, bahwa tendangannya itu berhasil mengembalikan fungsi paru-paru. Namun, korban masih belum pulih sempurna. Dia terlelap dengan tubuh kembali menghangat.

"Se-sebenarnya kau ini siapa?" tanya laki-laki--dengan anting di telinga kiri.

"Ah!" Menjeda, si mungil cerdas berusaha menimbulkan emosi gentara dari lawan. "Mungkin, aku adalah seseorang yang dikirim Malaikat Izrail untuk mencabut nyawamu." Dian mengerlingkan mata. Dalam pertarungan, membuat lawan ketakutan dan ragu untuk menyerang adalah trik utama untuk keluar sebagai pemenang.

"Brengs*k!" teriak yang lain kesetanan. Mereka mulai menyerang dengan membabi buta. Dan Dian, sangat suka itu. Nafsu telah menghalangi akal pikiran, akibatnya mereka lebih rentan untuk dikalahkan.

Satu gadis gila menerima, menangkis, dan membalikkan serangan dari 5 laki-laki bertubuh kurus. Dian seolah sangat menikmati pertempuran. Dia lincah dan tidak ada gerakan sia-sia. Pertarungan menjadi ajang meluapkan emosi. Begitu pikirnya.

"Bodoh!" Dian menghina 3 lawan yang mulai kelelahan, dengan dua lainnya sudah terkapar akibat tendangan mematikan darinya. Menurut Dian, mereka terlalu banyak membuat gerakan tidak perlu. Oleh sebab itu, tubuh kurus itu lebih cepat lelah.

"Lebih baik kalian tidur."

Dian meniup kembali bedak. Kali ini, efeknya sisa lawan ambruk. Hilang kesadaran dengan penampakan gadis berkerudung hitam sebagai akhir dari penglihatan.

"Merepotkan," desis Dian, sembari meregangkan tangan dan leher.

Dia lalu berjalan mendekati monitor hijau. Membongkar benda bundar merah muda, lalu mengeluarkan sebuah benda kecil lain berbentuk segipanjang: flashdisk. Dian menghubungkan program dengan flashdisk-nya. Semua data di dalam perangkat ia salin sembari tangan mengibas-ngibas wajah.

DianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang