"Membuatku merasa serba salah hanya akan menimbulkan keinginan bunuh diri. Jangan lakukan dan kamu akan tenang."
***
"Duh, panas beud!" keluh Dian seraya menyeka keringat di dahi.
"Makan es krim enak keknya," tambahnya, dengan menghalangi terik Matahari mengenai wajah.
"Tar--"
"Berisik!"
Dian bungkam. Tari sedang dalam mode tidak bersahabat.
"Gara-gara kamu regu kita jadi kacau!" Tari mendengkus. "Tapi kamu bisa-bisanya gak merasa bersalah."
Suasana di tengah lapang sungguh sangat gersang. Ditambah riuhnya demo dari anggota kepada pimpinan pramuka, tentang hadirnya anggota baru yang justru menimbulkan masalah tidak perlu.
"Kasihan Kak Fajar ...," lirih Tari, dengan wajah ditekuk sempurna. Tujuh langkah darinya, Fajar tampak tenang walau protes dari bawahan terus merecoki.
"Kamu, sih!" Tari memukul keras bahu Dian. "Tahu gini aku gak bakalan ngotot ngajak kamu ikut lomba." Tari terus mencerca, sedangkan Dian ... bodo amat!
Lagian ini baru latihan pertama. Emang ada orang yang langsung mahir dari pertama? Kalaupun iya, pasti itu aku.
Dian tersenyum geli. Ia ingin menertawakan situasi. Melihat Fajar keteteran mungkin bisa menjadi kenang-kenangan untuk malam nanti.
Mendongak dan didapatinya orang itu dalam jarak dekat.
"E-busyet! Ngapain di sini?" Dian berteriak tepat di depan muka Fajar.
Sejak kapan makhluk berdada bidang ini ada di depanku?
Sebentar. Dua manik Dian mengerjap.
Dan sejak kapan si manusia jadi-jadian itu punya dada bidang?
"Saya panggil dari tadi kenapa gak nyahut?"
Oh, formal! Dian berseru dalam hati.
"Baris lagi! Kamu masih harus banyak latihan!" tambah Fajar, sembari menunjuk ke tengah lapang, tak lagi seramai tadi. Lho, sejak kapan?
"Sendirian?" Akhirnya, hanya itu yang keluar dari mulut gadis penikmat imajinasi.
"Kenapa? Ada masalah?" Lelaki dengan kaus hitam dan celana bahan itu, melipat tangan di dada.
"Masalahnya, saya males," balas Dian sok formal.
"Terus, saya nanya?"
"Enggak!"
Fajar tersenyum menang. Dia lalu menyuruh gadis di hadapan agar segera menjalankan tugas.
Ajaibnya, Dian menurut. Pasrah pada titah sang pemimpin eskul pramuka, Pradana Fajar Firdaus, dari kelas TGSA.
"Yang bener!" teriak Fajar setiap kali Dian berleha-leha.
"Bukan begitu! Lakukan seperti yang saya ajarkan!"
Atau, yang paling horor: "Latihan yang serius atau kamu akan berdiri di sana sampai zuhur!" Lalu namanya akan diteriakkan jika Dian tetap melakukan kesalahan.
Tepat saat bedug musala berdering, Dian menjatuhkan lutut di atas tanah kering berdebu. Napasnya memburu, keringat bercucuran dari mulai ubun-ubun hingga ke punggung.
Ah, mati aku!
"Kamu boleh istirahat. Setelah itu, kita coba kolaborasi dengan yang lain."

KAMU SEDANG MEMBACA
Dian
Teen FictionTAMAT. __________________ Purnama memisahkan. Tinggallah kaki menapak sendiri. Limbung di atas terjal Bumi mendingin. Kenali, tetapi jangan mengasihani. ---------------------------- (UPDATE SETIAP HARI RABU) ____________________________ #Kolaborasi7...