32. Happy Labil

476 40 16
                                    

"Jangan salahkan kerentaan hati di masa lalu. Memang, usia muda adalah tentang tingkah tak menentu."

***

Lima tahun kemudian ....

Sang surya telah bersinar. Manusia berpencar. Menepikan kabut pagi, menghilangkan sunyi. Bumi telah hidup lagi. Beberapa awan memudar, menggurat, dan hilang perlahan.

Entah apa penyebabnya. Mungkin, mentari. Sebab, awan terkumpul karena air dan Matahari memiliki sifat panas. Bukankah itu masuk akal?

Jauh di bawah cakrawala, seorang gadis terduduk di kursi kebanggaan. Dia tim perwira kepolisian. Di atas meja tertulis, "AKP. Dian Firdaus", Ajun Komisaris Polisi.

Gadis berkulit kuning langsat itu tidak lagi ditempatkan di lapangan. Ia beralih menjadi tim di balik layar.

Usianya kini menginjak 23 tahun, tetapi kelakuannya masih begitu. Jika tidak ada kerjaan, ya, seperti sekarang: bermain game online.

"Somplak! Siapa, sih, yang maen sama gue? Pinter banget," gerutu Dian setelah dikalahkan berulang kali.

Gadis berseragam polisi syar'i menutup laptop, bangkit, lalu keluar ruangan.

Sumpek, butuh udara segar. Kali aja nemu yang bening. Kayak kuah bakso atau kuah ramen. Mantap. Duh, mendadak ngiler.

Dian tersenyum geli. Kunci mobil ia mainkan, berjalan keluar. Sesekali membalas sapaan orang-orang sekitar: mengangguk dan tersenyum sebentar.

Di parkiran khusus pegawai, mobil sedan merah telah terpajang apik. Dian membuka kunci mobi; memasuki, dan mengemudi. Masih belum ada tujuan, tetapi tidak ada salahnya untuk sekadar berputar-putar.

Tanah Jakarta. Gadis bermata tegas itu ditugaskan di kepolisian Cawang, Jakarta Utara. Udaranya panas, tetapi uang memang bisa diandalkan. Mobil mewah selalu memiliki beragam fasilitas menakjubkan. AC, contohnya.

Dian menyetel musik. Lagu dari Blackpink–Let's Kill This Love.

Ritme lagu menghentak, lirik menggebu, dan Dian yang gila adalah perpaduan kesengsaraan Bumi dan sekitarnya. Ha-ha-ha.

"Ram-pa-pam-pa-pam-pa-pam!" Gadis itu mengikuti alunan musik.

"Let's kill this love!"

"Ya-ya-ya-ya-ya!"

Tiba-tiba notifikasi ponsel berbunyi. Sebuah panggilan masuk dengan nama: Mati Kau. Dian tidak menggubris meski panggilan datang berulang.

Berikutnya, nomor pemanggil lain datang. Sumber Makanan, itu nama tertera.

Hingga, pelayaran berhenti di Kalibata. Dian memasuki salah satu resto ternama, dengan menu andalan Cheese Chicken.

"Mas, saya pesen yang level 4 terus minumnya Coca-cola pake es. Oke?"

"Baik. Untuk pembayarannya bisa dilakukan sekarang," sahut pelayan seraya memberikan struk pesanan.

Dian mengorek ransel lalu mengeluarkan lembaran uang sesuai biaya dalam struk.

"Terima kasih. Mohon tunggu sebentar, ya, Bu."

What? Ibu?

Mendadak Dian ingin menjambret paru-paru pelayan berkaus kuning di hadapan. Matanya tegas menukik tajam si lelaki penyebut ibu pada gadis sekece Dian.

"Maaf, Bu. Apa ada yang lain lagi?"

Dua kali.

"Bu?" Si pelayan mulai beringsut.

DianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang