11. Menemukan Kesamaan

237 33 10
                                    

"Aku sempat ragu, sampai Tuhan mengirimkanmu untukku."

***

"Apa yang kau temukan kemarin?" Ridwan membuka pembicaraan. Ruang tamu mereka telah berubah lebih tertutup dengan satu layar besar menampilkan beberapa file.

Dian bangkit dari kursi panjang di tengah ruangan. Ia merogoh saku lalu mengeluarkan sebuah benda pipih kecil berwarna merah.

"Aku sudah menyalinnya di sini," ungkapnya dengan memasang flashdisk ke penghubung layar.

"Ini adalah gambar dari ruang penyimpanan barang curian." Dian memulai penjelasan. Sebelumnya, Dian sudah mempelajari setiap file hasil rampasan.

Gadis berseragam SMA itu menjelaskan dengan rinci setiap hal ditampilkan layar. Mulai dari data-data barang curian, rencana tertulis, nama-nama yang pernah membeli barang, dan beberapa file tidak utuh.

"Apa kesimpulanmu?" Ridwan menautkan kedua tangan.

"Mereka sangat hati-hati tentang bukti. Di sana bahkan tidak ada cctv," jawab Dian.

"Apa rencanamu?" Giliran Heri, menyilangkan kaki.

"Aku berniat bertanya padamu dulu, kenapa kau bisa ada di sekolah?"

"Jenderal Hasan yang meminta," sambar Ridwan.

"Beliau tidak bisa jika hanya mengandalkanmu. Kau hanya siswi di sana sedangkan Heri bisa lebih leluasa dengan posisinya sebagai guru. Jadi, berhenti berpikir untuk protes," lanjutnya dengan mata elang menindas.

Dian menelan ludah. Sempurna sekali kehidupannya kali ini. Dan lihatlah polisi cerewet itu: tersenyum miring menenteng kemenangan ia raup begitu cepat.

"Terserah." Dian memutar mata, jengah dan lelah.

"Jadi apa rencanamu?" tanya Ridwan kembali.

"Aku belum selesai mencari bukti dan memahami situasi." Dian beralih menatap Heri. "Kita bagi tugas."

Heri mengangguk. Giliran dia--berdiri dan meminta Dian untuk duduk kembali.

Heri lalu menjelaskan bahwa dirinya akan menjadi penyelidik di bagian dalam, dan ruangan-ruangan yang tidak bisa dijangkau Dian. Sedangkan rekan tugasnya, ia tempatkan untuk lebih membaur dengan para penghuni sekolah.

"Ambillah satu estrakulikuler sekolah yang memungkinkan kau lebih lama diam di sekolah." Ridwan melirik Dian sesaat.

"Setuju." Heri menyahut. "Kalo keseringan ke sekolah cuma buat ngambil barang yang ketinggalan, lama-lama kamu bisa dicurigai," tambahnya.

Dian mengangguk. Menyetujui usulan dua pengasuh.

Rapat diakhiri. Mereka membubarkan diri. Ridwan kembali mempelajari file; Heri memutuskan untuk menyiapkan materi pelajaran; dan Dian diperintahkan dua pengasuhnya untuk pergi ke tempat laundry.

"Rese!" Gadis yang sudah berganti pakaian dengan kemeja coklat itu menendang kerikil.

"Masa, iya, aku pulang cuman buat ngambil baju di Malangbong? Gimana kalo ada orang sekolah yang liat."

Dian kembali menendang kerikil. Saat ini, dirinya tengah berdiri di tepian jalan, menunggu tukang ojek datang mengantar.

"Ojek, Neng!"

"Iya, Bang ...." Dian mendongak. Namun, apa yang tampak tidak sesuai dengan harapan.

"Rio? Ngapain di sini?" Remaja dengan kerudung hitam menyipitkan mata. Menyoroti seorang pemuda dengan setelan kaus hitam dan celan jin selutut.

DianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang