"Aku hanya berharap, ada seseorang yang bersedia mencintaiku dengan benar dan layak."
***
"Nanti kita ke rumah Rasyi, yuk!" Tari mengamit lengan teman di sisi.
"Kamu tahu rumahnya?"
Gadis itu mengangguk.
"Tapi sekarang, kita masuk kelas dulu. Kak Fajar udah ada katanya."
"Kak Fajar?" Dian mengulang nama, merasa familiar.
"Tuh orangnya." Tari menunjuk pada laki-laki bermata tegas. Pemuda itu tengah berdiri, dengan menggenggam penuh wibawa: gulungan kertas karton berwarna putih.
"Ayo!" Tari menarik Dian memasuki ruang pramuka.
Dia? Si manusia jadi-jadian?
Dian ingin sekali tertawa keras. Mencemooh laki-laki berseragam batik penyandang gelar ketua.
"Kak Fajar itu ... ganteng, ya?" Bukan bertanya, nada suara teman di sisi lebih seperti gadis yang tengah memuja sang pangeran impian.
"Kamu suka Kak Fajar?" tebak Dian, setengah merasa aneh dengan sapaan yang ia sematkan untuk laki-laki itu.
"Aku hanya ... mengaguminya." Tari tersenyum kecil. Samar, rona merah semakin melebar di kedua pipinya.
Tak begitu menanggapi, Dian memilih untuk menyimak perkataan ketua pramuka di depan. Terlalu asing dengan obrolan yang coba dia ciptakan.
"Seperti kesepakatan sebelumnya, besok kita akan melakukan persiapan untuk Lomba Baris Berbaris hari Minggu. Dan saya dengar, ada anggotan baru yang bergabung. Apa itu benar?"
"Benar!" Tari berseru. Mengaitkan lengannya dengan tangan Dian. Lalu, mengangkatnya tinggi-tinggi. "Ini orangnya."
Dian tersenyum canggung. Kini, sekitar 20 pasang mata tengah menatapnya. Menilik penampilan Dian tanpa ekspresi pasti. Lalu menghadap lagi ke depan.
"Siapa nama kamu?"
Anggota baru tersenyum miring. Haruskah dia berpura-pura tidak tahu namaku?
"Dian Firdaus!" Si pengagum pangeran impian kembali berseru dengan riang.
Fajar mengangguk, meminta Krani Pramuka untuk menulis namanya. "Apa kamu siap jika diikut sertakan ke dalam lomba?"
Mendadak gaduh. Semua pendengar seolah ingin mengajukan protes.
Dian juga tidak begitu bodoh. Lomba akan dilaksanakan hari Minggu ini. Tinggal menghitung 3 jari untuk menuju hari pertempuran di bawah terik Matahari itu. Dan dirinya termasuk sangat terlambat untuk sekadar bergabung, dan ikut serta dalam lomba.
"Ya, saya siap!"
Namun, kapan lagi dirinya bisa mendapat kesempatan untuk menginap di sekolah? Dan menuntaskan tugas, tentunya.
"Bagus! Kalau begitu, jangan lupa besok kamu harus sudah ada di sini sebelum pukul 3 sore, mengerti?" Dian mengangguk. Tak acuh pada dengusan napas sebal para anggota pramuka, yang lebih dulu bergabung.
Mungkin, mereka takut jika harus mengubah formasi lama karena kedatangan anggota baru.
Ah, memangnya apa peduliku, batin Dian tak peduli.
"Dian, kamu yakin mau ikut LBB?" Tari berbisik.
"Kamu tenang aja, otakku ini memiliki kecepatan di atas rata-rata. Kalau cuma ngapalin doang mah kecil." Dian menjentikkan jemari lentiknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dian
Genç KurguTAMAT. __________________ Purnama memisahkan. Tinggallah kaki menapak sendiri. Limbung di atas terjal Bumi mendingin. Kenali, tetapi jangan mengasihani. ---------------------------- (UPDATE SETIAP HARI RABU) ____________________________ #Kolaborasi7...