"Sesekali jangan terlalu memaksakan diri. Biarkan waktu yang bekerja dan semuanya bisa terlaksana."
***
"Hey, satu minggu gak sekolah ke mana aja?" Surya menyapa.
"Nyari yang beninglah," goda Sodikin.
Dian tersenyum. Menyimpan ransel lalu membawa jinjingan ke depan.
"Teman-teman, ini mungkin menggelikan, tapi aku membuat ini sendiri. Sengaja, sebagai permintaan maafku pada kalian." Gadis yang hari ini kembali berbaju produktif biru, mengeluarkan sebuah kue coklat dari dalam jinjingan.
"Aku mengakui, aku salah. Bahkan sangat salah. Aku bersumpah, aku telah sangat menyesal dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi."
Dian memandangi satu per satu teman laki-lakinya. Sengaja ia memasang tampang memelas sebaik mungkin.
"Maafkan aku, ya ...," mohonnya setengah melirih.
"CUT!" Iqbal bertepuk tangan dan Ajis menggeplak kepalanya.
"Filmnya belum selesai, bego!" sentak sang penggeplak.
"Aelah, gak usah pake ginian. Kita udah maafin kamu kok, wahai calon istriku." Iqbal merayu, dua alisnya naik turun dua kali.
"Mimpi aja terus!"
"Ngaca, Beb, ngaca!"
"Dian maunya sama seorang akhi, bukan banci."
Seisi kelas mendadak gaduh. Mengatai pria jenaka bermodal cengengesan.
Mendapati itu, Dian tersenyum lega lalu berkata, "Akhirnya, drama gue berhasil, ha-ha-ha. Cukup melelahkan juga ternyata."
Gadis berkerudung putih meletakkan kue di atas meja paling depan. Mengeluarkan pisau kecil dan mengacungkannya.
"Di ... lo gak niat bunuh kita, 'kan?"
Dian mengerjap. Memandangi Ajis yang bertanya. Lalu tertawa hingga matanya berair. "Aduh," keluhnya sebab tak bisa berhenti menertawakan situasi.
Tepat di hadapan Dian, Surya memperhatikan. Menopang dagu, mengagumi kebahagian tersirat yang terpancar dalam raut wajah sang pujaan.
"Di, seharusnya lo gak ketawa kayak gitu."
"Kenapa?"
Surya tidak menjawab. Dia hanya tersenyum dan memotong kue. Membagikan lalu menikmati bersama.
Tanpa dialog lebih rinci, semua telah memutuskan untuk melupakan dan menerima. Memang terkadang, beberapa perkara bisa mereda begitu saja. Terutama jika pelakunya laki-laki. Geli, jika mereka di hadapkan dalam situasi mellow.
Oh, ayolah! Bisa kamu bayangkan, bagaimana jika ada dua laki-laki silih menunduk canggung? Atau terisak karena sama-sama merasa bersalah? Berpelukan lalu berjanji tidak akan mengulang lagi.
Aish!
Dian mendadak bergidik ngeri.
"Kenapa?" Giliran teman sebangku bertanya. Saat ini, kelas MO 2 sedang melakukan praktek. Ada Heri juga Pak Regar di depan kelas.
Menggeleng, itu jawaban Dian.
"Kenapa kembali? Gue denger lo mau minggat dari sekolah?"
Ya. Kenapa si gadis putus asa itu kembali? Bukannya dia sendiri yang meminta untuk berhenti? Lalu, apa yang sebenarnya terjadi?
"Surya, lo pernah ngalamin suntuk?"
"Ya."
"Pas lagi apa?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Dian
Genç KurguTAMAT. __________________ Purnama memisahkan. Tinggallah kaki menapak sendiri. Limbung di atas terjal Bumi mendingin. Kenali, tetapi jangan mengasihani. ---------------------------- (UPDATE SETIAP HARI RABU) ____________________________ #Kolaborasi7...