"Sejujurnya bukan begitu, tapi ya, sudahlah."
***
"Bagaimana sekolahmu?" Heri menyambut kedatangan Dian di ambang pintu.
"Baik," balas Dian dengan tangan bergerak malas meletakkan sepatu di rak. Langkahnya memasukki ruangan, berbarengan dengan Heri yang juga berjalan ke arah dapur.
"Tidak ada laki-laki tengik yang menembakmu, 'kan?"
"Ada, dan aku sudah membunuhnya lebih dulu."
Dari dapur, Heri meneriakki nama si Gadis usil, tetapi Dian terlalu malas untuk mengklarifikasi. Dia hanya merebahkan tubuh di atas sofa coklat, di depan televisi.
Baru saja ia akan terlelap, jika saja tokoh ibu tidak menganggunya. Dan mulai mengomel selayaknya para wanita tua kekurangan uang belanja.
"Apa yang terjadi pada bajumu?" tanya Heri, setelah perintah mengganti pakaian tergantung begitu saja. Netranya jeli menangkap corak noda di seragam gadis dengan hidung mungil itu.
"Kena pelet Nenek rempong."
Heri menjitak kepala Dian. Mengundang ringisan tak terima yang berlanjut pada perang dunia. Mereka berdua berduel tanpa ampun. Melempar banyak barang juga saling mendebat.
"Dasar setan jompo!" Dian melempar dua bantal sofa.
"Apa lo, semut rangrang?" sengit Heri, sembari ikut melempar spatula.
"Dasar durian jengkol!"
"Pepaya busuk!"
"Cumi korengan!"
"Mantri sunat!"
"Heh! Gue cewek! Mana bisa jadi mantri sunat?" protes si gadis mungil, seraya menyambar cepat tepung terigu di meja makan.
"Berhenti!" teriak Ridwan berdiri gagah di antara dua pelaku tindak kriminal abal-abal. Namun, tiba-tiba tanpa aba-aba, sebuah guyuran tepung mendarat mulus di wajahnya.
"Ups, maaf," imbuh Dian, tersenyum canggung.
Ridwan mengusap wajah, membebaskan mata dari timpaan tepung. Dengan nada tak terbantah, laki-laki dengan kaus hitam itu memerintah Dian untuk segera berganti pakaian. Dan meminta Heri membereskan kekacauan.
Heri mendengkus tak terima. Kekacauan kali ini cukup parah. Karena lokasinya ada pada dua ruangan: ruang tamu dan dapur. Dan pemeran utama kekacauan, malah dibebaskan tanpa pertanggung jawaban.
Tuhan, tolong tegakkan keadilan di muka Bumi ini, doa Heri dalam hati. Meratapi nasib kurang beruntung menepi pada diri. Berdrama seolah menjadi anak tiri di rumah megah.
Dian tertawa, tetapi tatapan Ridwan sudah tak lagi bisa dibantah. Ia segera masuk kamar, menuruti perintah tokoh ayah.
*
"A-chi." Dian mengeja nama itu. Setelah selesai membersihkan diri, Dian membaringkan tubuh di atas kasur abu-abu. Gadis yang menjadi teman pertamanya itu cukup manis. Ia terlihat menggemaskan saat bertingkah malu-malu.
Rasyi berasal dari kelas 10 Teknik Komputer Jaringan. Setelah bertukar beberapa informasi, Dian dan Achi berpisah tepat pada saat bel masuk berbunyi.
Dian menutup mata. Rasanya cukup melelahkan ternyata. Sekelumit hal konyol telah ia lakukan demi menghindari tingkah aneh para penghuni kelas MO 2. Surya mendadak memberinya bunga melati, Iqbal bertingkah seperti pemeran Dilan di serial film tengah hits di tahun ini. Dan satu lagi, Dika. Dia selalu gagal dalam berucap, sebab semu merah mendahului kata lebih dulu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dian
Teen FictionTAMAT. __________________ Purnama memisahkan. Tinggallah kaki menapak sendiri. Limbung di atas terjal Bumi mendingin. Kenali, tetapi jangan mengasihani. ---------------------------- (UPDATE SETIAP HARI RABU) ____________________________ #Kolaborasi7...