"Enyahlah kau sekarang. Sebelum kuhabisi di titik kau berdiri saat ini."
***
Saat intensitas cahaya jatuh mewarnai Bumi, sekelompok remaja SMA sudah berdiri rapi di tengah aula mendung. Mereka sama gugupnya, sebab sesuatu yang telah lama dikhayalkan, sudah jeli di hadapan.
"Kalian gugup?" Sang komando dengan setelan pramuka lengkap tersenyum penuh wibawa. Dialah Fajar Firdaus. Anak dari Pak Regar dan laki-laki yang dikagumi Utari. Ah, betapa semesta sangat suka bercanda.
Fajar kembali bersua, "Jangan banyak berpikir. Anggaplah sedang bersantai dan ingin melakukan sesuatu yang menyenangkan." Dan dia sangat pandai dalam memengaruhi logika pihak lain. Sungguh, dialah sang pemegang kendali penuh.
"Dian?"
Yang dipanggil terkesiap. Ia hormat dan menyahut, seperti kebanyakan anggota baris berbaris saat dipanggil dalam posisi siaga.
"Jangan menganggap ini asing dan remeh. Lakukan yang terbaik. Mengerti?"
Dian kembali menyahut. Sedangkan karib di sisi, mulai melempar tatapan menagih janji.
Dian berbisik, "Tenang, aku tidak serendah itu. Kamu ingat?"
Tari tak menjawab, dia hanya melengos dan kembali pada pandangan semula, satu titik fokus digilainya–Fajar Firdaus.
Ah, ini sangat menyebalkan, umpat Dian dalam hati. Lama-lama, ia lelah juga.
Tepat pukul 07.15, barisan dibubarkan. Dipandu Fajar, para calon pengikut lomba memasukki mobil bak terbuka, lalu terbang menuju lokasi.
Sepanjang jalan, Dian hanya mengambang sendirian. Tak nyaman rasanya, tetapi dia bisa apa? Mungkin setelah ini dia akan pindah eskul. Atau, tidak ikut eskul sama sekali. Kita lihat saja akhir dari kisah drama ini.
Mobil berhenti. Dian bisa melihat sebuah bangunan sekolah lain menjulang tinggi. Bedanya, bukan kejuruan. Sebab, jurusan tersaji hanya IPA IPS. Begitu yang bisa ia pahami.
"Ruang kita ada di kelas X IPS 2." Fajar kembali menjadi pengendali anggotanya. Mengarahkan dan mengumpulkan dalam satu ruangan bernuansa resmi. Memberi arahan juga dorongan motivasi. Lelaki gagah itu begitu pandai di bidang itu.
Lalu, pengeras suara di luar sana menggemakan informasi, tentang kegiatan yang akan segera dimulai.
Semuanya berbondong-bondong mengelilingi pusat suara. Dibariskan panitia, para penonton diberi aba-aba untuk duduk di tepi lapang, dan mengikuti kegiatan dengan tetap menjaga kedisiplinan.
Dian sendirian. Dia tak lagi dengan Utari. Sosok itu kian menjauh, entahlah dan terserah. Begitu umpatnya.
Di tengah lapang, pembawa acara mulai memanggil peserta lomba pertama. Dari MA Ma'arif, katanya. Dian memperhatikan.
Lalu, pasukan kedua. Dari SMA Darmaraja.
Mereka ahli, rutuk Dian dalam hati.
Dan tak disangka, dari Pak Ketu, Dian bisa tahu bahwa nomor urut mereka berada di posisi ketiga.
"Berarti, setelah ini?" tanya para anggota setengah tak percaya. Dan Fajar hanya mengiyakan, meminta semuanya untuk tetap tenang.
Tibalah masa mereka. Seorang laki-laki dengan setelan kostum pramuka lengkap di tengah lapang, memanggil nama sekolah yang ditenteng Dian.
"SIAP GRAK!" Liana memimpin. "Kerapian, mulai!" perintahnya, langsung disambut patuh oleh kelima belas anggota.
Lima detik dari itu, Liana mengarahkan pasukan yang sepenuhnya perempuan ke tengah lapang. Melapor izin pada panitia, membuka formasi, dan beraksi. Semuanya aman terkendali, hingga sesuatu terjadi. Dian tiba-tiba tidak bisa fokus pada posisi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dian
Teen FictionTAMAT. __________________ Purnama memisahkan. Tinggallah kaki menapak sendiri. Limbung di atas terjal Bumi mendingin. Kenali, tetapi jangan mengasihani. ---------------------------- (UPDATE SETIAP HARI RABU) ____________________________ #Kolaborasi7...