SEPULANG dari Toko buku, Bella diantar oleh Alex untuk sampai di rumahnya. Dan tanpa mengatakan hal apapun lagi, Alex langsung pergi begitu saja.
Bella terdiam sesaat ketika melihatnya. Ia jadi kembali teringat dengan ucapan Alex tempo lalu. Alex terlihat cukup serius waktu itu. Ia bilang, bahwa Bella tidak boleh memberikan kalung yang tengah ia pakai ini kepada siapapun. Padahal Bella sendiri juga tidak akan pernah mau memberikan kalung tersebut kepada orang lain. Karna kalung ini juga memiliki arti penting untuk Bella.
Kata Ibunya, kalung ini adalah pemberian dari Ayahnya sewaktu ia baru lahir. Namun sayang, Bella tidak pernah sempat untuk melihat Ayahnya hingga kini karna Bella sendiri tidak tahu di mana keberadaan Ayahnya itu. Dan ketika Bella menanyakan hal tersebut kepada Ibunya, Ibunya ini selalu bilang bahwa Bella tidak pantas untuk menanyakan hal tersebut. Padahal ... bukankah sebagai anak, Bella pantas untuk menanyakannya?
Lamunan Bella terbuyar ketika tiba-tiba seseorang menepuk bahunya dari belakang. Dengan gerakan cepat, Bella menoleh dan mendapatkan keberadaan Aurel di sana.
Kakaknya itu tersenyum manis, lalu berkata, "Kamu udah pulang? Kenapa gak masuk? Kok malah diem di luar kayak gini. Ayo masuk!" Tanpa menunggu jawaban dari Bella, Aurel menarik tangan adiknya itu untuk masuk ke dalam rumah.
Bella hanya menurut saja. Sambil berjalan melewati ruang tamu, menaiki tangga, dan melangkah menuju kamarnya, Aurel tidak henti-hentinya berbicara--membicarakan hal-hal random yang dialaminya di sekolah. Yap, Bella dan Aurel memang berada di sekolah yang berbeda. Bella juga tidak tahu kenapa Ibunya itu memisahkan mereka. Padahal kan, jika satu sekolah, setidaknya Bella mempunyai teman, sekedar untuk berangkat atau pulang dari sekolah. Tetapi ... entahlah.
"Huahh ... capek banget!"
Bella menatap Aurel yang kini membanting tubuhnya sendiri ke atas kasur. Dan, sekedar informasi bahwa Bella dan Aurel memang satu kamar.
"Eh, tau ga!"
Bella yang baru saja menyimpan tasnya di atas meja, kembali menoleh ke arah Kakaknya. "Kenapa?"
"Tadi di sekolah, Kakak baru aja ditembak sama cowo AAAAAAAA!" seru Aurel, rusuh.
Bella tersenyum kecil. Ia duduk di samping Kakaknya dengan antusias, lalu bertanya, "Sama siapa?"
Aurel bergumam seraya menahan senyumannya. "Itu loh ... sama cowo yang dulu pernah ke sini. Yang nganterin Kakak pulang, sampe kehujanan!"
Kening Bella mengernyit sesaat, sebelum dirinya ingat apa yang dimaksud dengan Aurel. "Oh, cowok ganteng yang pake motor gede terus pake jaket hitam itu?'
"Iyaaa!" balas Aurel semangat.
Bella tertawa. "Cie, jadian nih ceritanya?"
Aurel cengengesan lalu menutupi kedua pipinya yang merah. "Jangan kasih tau ibu yaa," ujarnya kemudian.
Bella bergumam. "Ibu bakal ngelarang, ya?"
"Iyalah," Aurel berdesis sambil melanjutkan ucapannya. "Boro-boro bilang pacaran, Kakak bilang lagi deket sama seseorang aja Ibu langsung marah-marah gak jelas. Padahal kita kan udah besar ya ga, Bel? Wajarlah kalo diumur kita yang segini, kita udah punya pacar," jelas Aurel, memasang mimik wajah kesal.
Bella hanya diam menanggapi. Ucapan Aurel itu memang ada benarnya. Di saat Bella, ataupun Aurel sendiri, bercerita kepada Ibunya bahwa mereka tengah dekat dengan seseorang--entah itu cewek atau cowok, Ibunya itu pasti akan langsung melarang. Entah kenapa, Ibunya ini seakan tengah menyembunyikan sesuatu. Ia terlihat menutup dan menjaga keluarganya ini dari orang luar.
"Kamu sendiri ... kapan jadian sama Alex?"
Pertanyaan yang tiba-tiba itu, sukses membuat Bella terkejut. "Apaan sih, Kak! Aku sama Alex itu cuma temen!" tukasnya.
"Em ... ga percaya," balas Aurel, tersenyum menggoda.
Bella berdecak. "Beneran! Cuma temenan doang."
"Tapi kok Kakak ngerasa kalo Alex itu punya rasa ya, sama kamu? Apa emang kenyataannya kayak gitu?" goda Aurel lagi.
"Ish, Kakak! Aku sama Alex emang ga ada apa-apa!"
Aurel tertawa ketika Bella mulai tersulut emosi. Ia tau benar bahwa Alex memang menyukai Bella. Pasalnya, waktu itu Alex sendirilah yang mengatakan kepadanya bahwa ia memiliki perasaan terhadap adiknya ini. Tapi sayang, sepertinya Bella tidak seperti itu. Bella terlihat memang menganggap Alex sebagai temannya saja, tidak lebih.
"Eh, iya!"
Aurel sedikit terkejut ketika tiba-tiba Bella merubah posisinya menjadi berdiri.
"Kenapa?"
Bella menepuk jidatnya pelan dan membalas tatapan Aurel. "Aku belum cuci piring. Ash, Ibu pasti bakalan marah nih! Aku ke bawah dulu ya, Kak!" Setelah mengucapkan itu, Bella langsung saja berlari keluar dari kamarnya. Sementara Aurel yang melihatnya hanya bisa terdiam.
"Semoga kamu bisa tahan dan bisa ngelewatin masa-masa ini ya, Bella. Kakak percaya sama kamu."
______________________________________
KAMU SEDANG MEMBACA
Mermaid Princess [END]
Fantasía[Fantasy-Romance] Kedatangan sesosok Pria tampan di kehidupannya, membuat semua pertanyaan yang selama ini terpendam di benak Bella, akhirnya satu demi satu mulai terungkap. Dari kejadian-kejadian gila yang diluar naluri, hingga kebenaran-kebenaran...