8| Jangan Pergi

71 10 0
                                    

Bandung, Desember 2014

Menjelang akhir tahun, daerah sekitar tempat tinggal Mikha mulai ramai dengan wisatawan yang menginap di villa-villa. Banyak orang-orang asing yang berlalu lalang di depan gerbang rumahnya.

"Bu, Raka nggak pulang pas akhir tahun?" Tanya Mikha dengan nada sendu.

"Belum tau, coba kamu telepon Bibi Fatma. Ponsel ibu ada di atas tv." Jawab Lilis yang sedang sibuk menata piring.

Mikh segera bergerak untuk menghubungi Bibinya. Setidaknya untuk memastikan apakah akan ada kepulangan tau tidak.

"Halo, Bi. Ini Mikha. Apa kabar?" Tanya Mikha ketika sambungan teleponnya terhubung.

"Ini, bi, Mikha mau tanya. Apa bibi pulang ke Bandung waktu tahun baru?" Tanya Mikha. "Oh, begitu. Tapi, Raka baik-baik saja, kan? Terimakasih, Bi."

Raka tidak pulang. Itulah kesimpulan yang didapatnya. Kondisi Raka yang sedang sakit tidak memungkinkan untuk mereka ke Bandung saat tahun baru. Ada kesedihan dan kekhawatiran yang menyatu dalam perasaanya kini.

"Gimana, Mik?" Tanya Lilis yang sudah usai menata piring.

"Raka sakit, bu. Jadi nggak bisa ke Bandung akhir tahun ini." Jawab Mikha sedih.

"Sakit apa?"

"Mikha nggak dikasih tau," jawabnya. "Bu, kalau kita yang ke Jakarta aja gimana? Kan bisa sekalian jenguk Raka, sekalian liburan."

Lilis mengusap puncak kepala putrinya. "Nanti ibu bicarakan dengan nenek dulu, ya?"

Mikha mengangguk kecil. Ia sangat berharap bisa ke Jakarta, melihat kota itu. Kota yang menjadi rumah baru untuk Raka.

🌙

Siang itu, Mikha pergi ke rumah pohon sendirian. Wajahnya sendu, seakan tak ada sama sekali semburat bahagia di wajahnya.

"RAKA!" teriak Mikha sekuat yang ia mampu dari bawah rumah pohon, sambil menengadah ke arah rumah pohon. Selanjutnya, Mikha menunduk lemah.

"Kapan, ya, teriakan kamu ganti dengan namaku?"

Mikha membalikkan tubuhnya. Manik matanya menatap sosok Arzam yang berdiri tegak beberapa langkah darinya. Ia terkejut melihat kehadiran lelaki itu. "Kak Arzam?" Tanyanya pada diri sendiri seakan tak percaya dengan sosok di depannya.

Arzam hanya tersenyum simpul.
"Ada apa, kak?" Tanya Mikha.

"Maaf sebelumnya.” Jawab Arzam sembari melangkah mendekat. “Maaf lancangdatang ke sini tanpa izin kamu.”
Mikha hanya diam sambil menatap Arzam.

“Kamu ada masalah?”

Dengan ragu, Mikha menggeleng.
“Lalu ada apa dengan Raka?” tanya Arzam mengingat tadi Mikha meneriaki nama lelaki itu.

Mikha masih diam.
“Sepertinya kamu butuh waktu untuk sendiri. Aku permisi,” sesingkat itu, lalu Arzam melangkah pergi tanpa ada penahanan dari Mikha yang sangat diharapkannya.

Namun, Arzam tak bisa melanjutkan langkahnya. ia membalikkan tubuhnya dan melihat Mikha yang masih diam di posisinya. Ia ingin sekali menghampiri gadis itu, memeluknya dan memaksanya untuk menceritakan kegundahannya. Tapi, semua itu terlalu lancang untuk dapat dilakukannya. Bahkan datang ke sini saja sudah sangat lancang baginya.

Arzam menyerah. Ia pun berbalik meninggalkan Mikha sendirian di rumah pohonnya.

🌙

"MIKHA! PULANG!" Teriak Fikri dari bawah rumah pohon. Ia tau bahwa Mikha berada di sana karena sandal Mikha ada di bawah tangga.

Tak berselang lama, Mikha menyembulkan kepalanya dari pintu rumah pohon. Ia tersenyum kecut karena kakaknya itu berhasil menemukannya.

ALUMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang