2| Selamat Malam

328 18 7
                                    

Bandung, Juni 2014

Seorang gadis berlari menuju sebuah kelas di ujung koridor. Senyuman selalu tersuguh walaupun ia berlari begitu kencang.

Di depan sebuah ruang kelas yang pintunya terbuka, gadis itu berhenti. Sejenak ia terdiam menormalkan napasnya. Lalu, masuk ke ruangan yang sunyi itu.

"Raka!" Panggil gadis itu sambil menuju ke meja yang satu-satunya terisi. "Kamu udah lihat pengumuman kelulusan?" Tanya Mikha semangat.

Lelaki itu menggeleng sambil terus fokus pada buku di hadapannya.

"Kamu peringkat satu paralel, Ka! Kamu peringkat satu!" Seru Mikha histeris.

Raka mengalihkan pandangannya pada Mikha yang masih antusias dengan hasil ujian nasionalnya. Perlahan Raka tersenyum. "Makasih,"

Mikha terus tersenyum. "Dan yang lebih baik adalah, aku masuk lima puluh besar sekolah! Gila! Ini pencapaian terbaik aku, Raka. Kita bisa masuk SMA yang sama!"

Raka masih diam, tapi terus mendengarkan tiap kata yang terucap dari mulut Mikha.

🌙

"Kamu rencana mau masuk SMA mana, Ka?" Tanya Mikha yang tengah duduk di tepi rumah pohon sambil mengayunkan kakinya.

Raka hanya mengangkat bahunya sebagai jawaban.

"Kenapa kamu nggak seneng, sih? Harusnya kan kamu senang jadi peringkat satu di sekolah. Aku yakin kamu bisa masuk SMA di kota."

"Aku masih belum kepikiran."

"Kenapa?"

"Nggak papa."

Mikha menghela pelan, "Raka yang aku kenal itu ambisius banget kalau berhubungan dengan pendidikan. Nah, sekarang?" Mikha mencoba mencari hal-hal yang ditutupi oleh Raka. "Kamu kenapa, sih?"

Raka mendongak menatap Mikha yang sedang duduk  menggantungkan kakinya. Ia pun tersenyum perlahan.

"Jangan senyum-senyum!"

"Coba turun,"

Mikha pun bergerak untuk turun dari atas rumah pohon. Perlahan, ia melangkah mendekati Raka.

"Senyum, dong." Bujuk Raka.

"Nggak mau."

"Jangan gitu. Aku nggak papa."

Mikha menatap mata Raka seakan mencari kebohongan di balik binar mata bening itu. "Kamu bohong," Mikha segera mengalihkan pandangannya ke arah lain.

"Coba lihat aku lagi."
"Mikha, kalau aku bohong sama kamu, aku pasti nggak berani tatap mata kamu."

Raka menyentuh bahu Mikha, "Kita pulang aja, ya? Kita kasih tau Ibu sama Nenek tentang nilai kita, oke?"

Mikha mengangguk. Ia pun melangkah mengikuti Raka menuju sepeda kayuh yang tadi disandarkan di bawah pohon.

Mikha dan Raka adalah sepupu. Mereka tinggal serumah karena memang begitulah keinginan Nenek mereka.

Mereka tumbuh bersama. Bermain dan belajar bersama. Sampai mereka merasa saling terikat dengan kuat.

🌙

"Bu, rencananya, kami akan pindah ke Jakarta," ucap Danu di tengah suasana makan malam yang sunyi. Kegiatan makan itu menjadi beku seketika.

"Kenapa, Nak? Kamu sudah tidak betah di rumah?" Tanya Nenek dengan nada sedih.

"Bukan begitu, Bu. Kebetulan saya sudah mendapat pekerjaan di Jakarta, jadi saya dan keluarga akan mencoba hidup mandiri."

"Jakarta, Om?" Seru Mikha tak percaya. Danu tersenyum, lalu mengangguk. "Lalu Raka juga ikut?" Tanya Mikha dengan raut wajah semu.

"Iya. Rencananya, kita akan menyusul ke Jakarta tempat Putra kuliah. Mungkin itu pilihan terbaik." Jawab Danu.

Mikha tak bisa berucap lagi, ia menunduk untuk mengudak makan malamnya.

Nenek tersenyum, "Kalau memang itu pilihanmu, Ibu tidak masalah. Ibu pasti mendukungmu, walaupun sebenarnya berat melepaskanmu dan keluarga." Jawab Nenek.
"Ayo dilanjutkan makannya!" Suruh Nenek.

Mikha segera memaksa melahap sisa makanan yang ada di piringnya. Setelah bersih, Mikha segera meninggalkan meja makan.

Langkah gadis itu tertuju pada taman depan rumahnya. Taman itu adalah dunia bagi Nenek, setiap hari beliau menghabiskan waktunya untuk menata taman.

Mikha duduk di rerumputan hias yang sengaja di tanam sebagai alas tadi taman. Kelapanya mendongak menatap langit yang penuh dengan gemerlap bintang serta sebuah bulan yang bertengger gagah di antaranya.

"Malam ini dingin, kenapa keluar?" Tanya Raka yang kini duduk di sebelah Mikha.

Mikha masih enggan mengalihkan pandangannya dari angkasa. Sedangkan Raka bergerak untuk lebih dekat dengan Mikha. Ia mulai merangkul bahu Mikha.

"Mikha, kamu nggak mau bicara sama aku?" Tanya Raka.

"Aku takut, Raka,"

"Apa yang kamu takutkan? Aku masih di sini, Mikha."

Mikha menunduk. Satu-satunya ketakutan yang dirasakannya adalah jika Raka sudah tak ada di sisinya lagi.

"Aku memang akan ke Jakarta, tapi kamu tau kan, Jakarta bukan tempat yang jauh. Aku janji akan sering-sering pulang walaupun hanya untuk tau kabarmu."

"Kapan kamu pergi?" Tanya Mikha dengan nada suara sedih.

Raka tersenyum kecil, "Seminggu lagi. Kita masih bisa menghabiskan waktu bersama, bukan? Kita bisa keliling Bandung sebelum PPDB dimulai. Aku janji-"

"Tidak usah." Potong Mikha. "Kamu pasti perlu banyak waktu untuk bersiap. Kamu juga tidak boleh terlalu lelah. Selamat malam," Ia pun bangkit dari duduknya, lalu melangkah masuk ke rumah.

Satu-satunya yang tidak Mikha inginkan saat ini adalah membayangkan hal indah bersama Raka sebelum kepergiannya.

🌙

Vomment jangan lupa yaa
With love,
darkpinwheel

ALUMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang