15| Selamat Tinggal, Bandung

57 8 0
                                    

Bandung, Juli 2017

Mikha masih enggan untuk melepaskan pelukan pada ibunya. Ia enggan untuk berpisah.

"Maaf, Ibu tidak bisa ikut mengantarmu." Bisik Lilis. Mikha hanya diam sambil terus membenamkan dirinya dalam pelukan ibunda.

"Jangan lupa selalu kabari ibu, ya?"

Lilis memaksa Mikha melepaskan pelukannya.  "Semangat, ya!"

"Ibu, maaf, Mikha nggak bisa kuliah di Bandung."

"Ibu sangat bangga dengan pencapaianmu. Kamu harus rajin dan semangat supaya bisa cepat lulus, ya?"

Mikha mengangguk mantap.

"Sudah. Segera berangkat!"

Mikha mencium tangan Lilis dan Nenek secara bergantian. Setelah itu, ia berbalik, menatap Raka yang sudah menunggunya di dekat bus.

"Mikha berangkat, ya."

Dua wanita itu mengangguk menyertai langkah Mikha untuk pergi.

🌙

Selama perjalanan, Mikha hanya fokus pada jalanan Bandung yang akan ditinggalkannya.

"Bagaimana perasaanmu, Mikha?" Tanya Raka.

"Aku masih terkejut. Masih setengah tak percaya bahwa aku bisa masuk UI, sepertimu." Jawab Mikha.

Raka tersenyum. "Itu artinya kamu sudah sepandai diriku. Kamu sudah melewati proses yang membuatmu lebih baik."

"Tapi rasanya, masih enggan aku untuk meninggalkan kota ini."

"Aku juga pernah merasakan hal yang sama saat harus pindah ke Jakarta. Tapi, semua akan membaik seiring berjalannya waktu. Kita hanya perlu terbiasa."

"Terimakasih, ya, Raka. Kalau kamu tidak datang ke Bandung hari itu, mungkin UI hanya akan tetap jadi kampus impian yang tak bisa kuraih."

"Kamu juga harus berterimakasih pada dirimu sendiri karena berani melawan keraguan."

Mikha memeluk Raka. "Terimakasih, Raka."

🌙


Depok, Juli 2019

"Ini indekosmu." Ucap Raka sambil menunjuk sebuah bangunan rumah yang cukup besar. "Ibumu sendiri yang memilihkannya."

"Lalu, di mana tempatmu?" Tanya Mikha.

Raka mendahulukan senyumnya. "Dua rumah dari sini adalah deretan indekos putera. Rumah Kos Abimana, itu tempatku."

Mikha tersenyum senang.

"Tapi, jangan ke sana."

"Kenapa?"

"Terlalu banyak laki-laki, bahaya buat kamu. Lebih baik, aku yang datang ke indekosmu. Oke?"

Mikha mengangguk.

"Mari, kita masuk!"

Mereka pun masuk ke rumah indekos Mikha. Raka membantu saudaranya itu untuk menata kamar kecil Mikha.

🌙

Ini adalah malam pertama Mikha tinggal di Indekos. Kamarnya begitu nyaman karena menghadap ke arah barat, jadi tadi ia dapat melihat tenggelamnya matahari dengan indah. Malam pun tampak begitu indah dilihat dari kamarnya. Karena itu Mikha bersyukur.

Yang membuat gundahnya sekarang adalah tentang seseorang yang ada di kota tak jauh dari tempatnya sekarang. Jakarta. Ya, Arzam. Ia meradang karena kerinduan.

Sejak kejadian awal Juni itu, Arzam tak muncul lagi. Saat Mikha memberi kabar kalau ia sudah diterima di UI pun tak mendapat jawaban dari Arzam. Mungkinkah Arzam mengganti nomor ponselnya? Itulah yang menjadi kegundahan Mikha. Arzam menghilang.

Mikha menengadah, menatap langit yang dihiasi oleh kilauan bintang. "Bukankah selama ini yang aku tunggu adalah Raka? Lalu, kenapa saat aku sudah bersama Raka rasanya masih begitu kosong?" Keluh Mikha pada sunyinya malam.

"Kak Arzam, aku tau dari Raka, bahwa kota ini tak jauh dari Jakarta. Apa suatu saat nanti aku bisa menemukanmu? Aku rindu pertemuan kita di rumah pohon."

Sudah sangat lama Mikha memendam keinginannya untuk bicara mengenai isi hatinya. Dan kali inilah ia mengungkapkan kegundahannya tanpa kehadiran Arzam.

Mungkinkah ini akan menjadi perjalanan baru Mikha untuk mencari Arzam? Atau malah menjadi perjalanan baru Mikha tanpa Arzam dan untuk Raka?

Tunggulah, kota ini akan menjadi saksi baru perjalanan Mikha.

🌙

Selamat datang di petualangan baru

ALUMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang