16| Rio

66 10 1
                                    

Depok, Agustus 2017

Pagi ini, untuk pertama kalinya Mikha akan menjalani kehidupannya sebagai mahasiswa. Gadis itu tengah bersiap mengenakan jas kuningnya. Ia menatap pantulan dirinya di cermin, senyuman itu menandakan dirinya siap untuk memulai kehidupan barunya.

Seperti yang dijanjikan kemarin, Raka akan menjemputnya pagi ini. Dengan penuh semangat, gadis itu melangkah keluar dari kamar indekosnya.

Dan ketika sampai di depan, ia bisa melihat Raka melambai ke arahnya. Ia pun tersenyum menyambut lambaian itu.

"Sudah rapi sekali maba yang satu ini," goda Raka.

Mikha tersenyum sambil memakai helm yang dibawa Raka untuk dirinya.

🌙

"Nanti tunggu aku di perpustakaan, ya?"

Mikha mengangguk. Ia lalu melepaskan helm. "Raka,"

"Kenapa?"

Mikha tersenyum lagi. "Aku nggak lagi mimpi, kan?"

"Mimpi kenapa?"

"Jadi mahasiswa UI?"

Raka mencubit pipi Mikha. "Kan udah ikut okk masih nggak percaya aja, sih?" Jawab Raka. "Aku duluan, ya? Nanti ketemu di perpustakaan."

"Siiap!" Seru Mikha bersemangat.

Setelah Raka menjauh dari gedung fakultasnya, Mikha pun melangkah masuk. Bersiap untuk memulai.

🌙

"Mikha, mau ke kantin?" Tanya Arina, teman baru Mikha.

Mikha menggeleng. "Lain kali aja, deh. Aku mau ketemu temanku dulu." Jawab Mikha.

"Yah," Arina menghela kecewa. "Kalau gitu, lain kali, ya?"

"Pasti." Jawab Mikha. "Aku duluan, ya."

Usai melambai ke arah Arina, Mikha melangkah menuju perpustakaan yang letaknya cukup jauh. Ia sengaja berjalan kaki agar saat sampai di sana, Raka sudah tiba atau setidaknya tidak menunggu terlalu lama.

Mikha tidak masuk ke perpus. Ia memilih duduk berteduh di bawah sebuah pohon di depan bangunan perpustakaan. Ia memainkan ponselnya untuk memberitahu Raka bahwa ia sudah tiba.

"Mikha, ya?"

Mikha mengangkat kepalanya ketika mendengar namanya dipanggil. Sosok yang tak dikenal tengah berdiri di hadapannya sambil memasang wajah memastikan.

"Mikha, kan? Mahasiswi baru? Saudaranya Raka?"

Mikha mengerutkan dahinya, berpikir. Bagaimana dia tau? Tapi, akhirnya Mikha mengangguk.

"Kan, udah gue duga!" Serunya. "Kenalin gur Rio, temennya Raka sejak SMA." Ucapnya sambil mengajukan jabat tangan.

Mikha menyambutnya dengan sedikit canggung. "Mikha."

"Lo ternyata lebih cantik daripada yang gue kira. Gila gila!" Seru Rio tanpa merasa bersalah.

"Raka di mana?" Tanya Mikha.

"Tenang, sob. Raka masih di kelas. Tadi dia bilang gue suruh ketemu lo dulu biar lo nggak sendirian."

Mikha mengangguk. "Kalian nggak sekelas?"

"Beda jurusan, but satu fakultas." Jawab Rio dengan percaya diri.

Mikha hanya mengangguk.

"Kenapa nggak masuk?" Tanya Rio.

"Masih pengen di sini."

"Emang di sini ada  apa?"

"Pengen lihat-lihat aja, sih."

"Mau keliling UI? Gue temenin deh."

Mikha menatap Rio serius.

"Kita naik sepeda kayuh, oke?"

"Raka gimana?"

"Lo mau nggak percaya sama gue?"

"Emang kenapa?"

"Kalau lo percaya, gue bakal kasih tau kalau Raka keluarnya bakalan lama. Karena kelasnya baru aja dimulai," Rio menjawab dengan santai.

"Ya udah, deh. Kita jalan-jalan dulu aja."

"Nah, gitu dong!"

🌙

Entah Rio yang mudah membuat orang lain nyaman atau Mikha yang mudah nyaman dengan orang baru, tapi hari itu mereka saling akrab. Saat berkeliling, Rio berulang kali mengeluarkan candaan ringan yang membuat Mikha tertawa lepas. Semua terjadi begitu saja, sampai hampir satu jam mereka berkeliling, mereka pun kembali ke perpustakaan.

"Kalian ke mana aja?" Sambut Raka di depan bangunan perpus.

"Rio ngajakin aku keliling, Ka. Keren." Jawab Mikha antusias.

"Gue memang keren," timpal Rio.

"Kampusnya, bukan kamu!"

Raka menatap dua rekannya yang tengah tertawa. Ia hanya bisa tersenyum sambil berharap Mikha tidak bersedih lagi. Karena ia tau, setelah pindah ke Depok dan lama tidak bertemu Arzam, Mikha menjadi lebih pendiam.

"Makan yuk!" Ajak Raka.

"Sebuah momen langka! Baru kali ini gue diajak Raka makan!" Seru Rio.

"Raka emang susah banget diajak makan siang sejak dulu." Imbuh Mikha.

"Udah, yuk? Kita makan di luar aja, ya?"

"Oke siap!" Seru Rio dan Mikha nyaris bersamaan.

🌙

Candaan antara Mikha dan Rio terus berlanjut sampai makan malam. Sesekali mereka membahas pribadi Raka yang pendiam sejak dulu kala. Kebiasaan lucu dan aneh Raka yang dulu tak luput dari pembicaraan.

Empunya pengalaman hanya diam sambil sesekali ikut menertawakan dirinya sendiri. Ia membiarkan Mikha membuka hampir semua kejadian memalukan dirinya di masa lalu.

"Aduh gila! Capek ketawa gue!" Keluh Rio.

"Sama!" Seru Mikha.

"Nih, ya, gue nggak nyangka Mikha yang selalu diceritain Raka sejak SMA secantik lo! Gue pikir Mikha itu anak desa yang buluknya minta ampun. Tau lo cantik begini dulu udah gue gebet!"

"Gebet aja sekarang kalau gitu!" Seru Mikha.

"Nggak, ah. Gue udah tau gilanya lo, nggak misterius lagi."

"Sok banget, sih. Ntar suka beneran baru tau rasa."

"Iya, deh. Kalau cinta mah selalu kalah gue."

Mikha tertawa melihat Rio yang akhirnya mengalah.

Sore itu ditutup dengan perpisahan mereka setelah menemani Mikha mendaftar anggota perpustakaan. Setelahnya, Rio harus pulang sedangkan Raka harus mengantar Mikha kembali ke indekosnya.

🌙

Tuhan, anugerah apa yang telah Engkau berikan padaku hari ini sangatlah indah. Jikalau dia berhak kumiliki jangan jauhkan dia, tapi jika dia memang hanya penghadir tawaku tolong segera sadarkan aku.

-Oktario Bagaskara.

🌙

Ada yang percaya dengan cinta pandangan pertama selain Rio?

ALUMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang