Bandung, April 2015
Tentang perasaan Mikha dan Arzam, mereka masih saling menyembunyikan. Mereka pun saling berhubungan lewat sms. Meski tak setiap hari, itu bisa membuat mereka lebih dekat.
Hari ini, Arzam datang mengunjungi Bandung. Seperti yang telah dijanjikannya pada Mikha, seusai ujian nasional, ia akan ke Bandung.
Mikha pun tengah menunggu kehadiran lelaki yang diam-diam menjadi pengganti Raka. Ia duduk dengan tenang sembari melihat ponselnya, memastikan apakah Arzam memberinya pesan.
"Mikhaaaa!"
Mikha tersenyum melihat sosok yang dinantinya kini tengah berlari ke arahnya.
"Apa kabar, kak?" Tanya Mikha.
"Aku sangat bahagiaaaaaa." Jawab Arzam. Mikha tertawa mendengar jawaban Arzam yang begitu semangat.
"Jadi, kita mau ke mana dulu?" Tanya Mikha.
Arzam terlihat berpikir. "Ke markas rahasia!"
"Laksanakan!" Seru Mikha semangat.
Rumah pohon kini bukan lagi milik Mikha dan Raka. Tempat itu kini menjadi lebih hidup dengan datangnya Arzam. Mikha pun dengan senang hati mengizinkan Arzam untuk menjadi pengganti Raka yang biasanya selalu menemaninya di rumah pohon.
"Sudah berapa lama aku tidak ke mari? Rasanya tampak berbeda." Ucap Arzam ketika sampai di rumah pohon.
Mikha tersenyum kecil. "Menurut kalender harian, Arzam pergi selama hampir dua puluh enam hari."
"Ah, harusnya genap tiga puluh hari saja aku ke sininya."
Mikha langsung mencubit lengan Arzam. "Tidak baik meninggalkan sesuatu yang menyenangkan terlalu lama," ucap Mikha sembari tertawa kecil.
Arzam menatap Mikha. "Jadi, harusnya aku tidak meninggalkanmu, ya?"
Mikha mengangguk mantap.
"Oke baiklah. Jangan saling meninggalkan kalau begitu!" Tekad Arzam sembari merangkul bahu Mikha. "Oke?"
Mikha mengangguk.
Arzam tersenyum senang. Ia tak menyangka bahwa akhirnya bisa sedekat ini dengan Mikha. Setiap kali menatap Mikha, seperti mengobati dirinya dari lelah dan pikuk dunia Jakarta.
"Mikha, kamu mirip sama Bandung,"
"Kok gitu?"
"Menyejukkan."
🌙
Rumah pohon. Tempat yang sempat mati karena kepergian Raka itu kini sedang diramaikan oleh dua anak remaja yang nampak bahagia. Mereka sedang mennyiangi rumput yang tumbuh di pot bunga di depan rumah pohon.
"Kak, nanti kalau kakak udah kuliah rumah pohon ini gimana?" Tanya Mikha dengan nada suara sedikit bergetar.
Arzam menatap Mikha sambil tersenyum. Ini sudah kesekian kalinya Mikha menanyakan apa yang terjadi pada rumah pohon jika dirinya sudah masuk perguruan tinggi nanti.
"Semua akan seperti sekarang. Bahkan sampai nanti cucuku punya cucu, rumah pohon ini akan tetap terawat dan tersenyum bahagia."
Mikha tersenyum senang karena setiap kali muncul khawatir akan kepergian Arzam, lelaki itu selalu menegaskan bahwa semuanya akan baik-baik saja.
"Kamu kapan mau main ke Jakarta?" Tanya Arzam.
Mikha mengangkat bahunya. "Entahlah. Mungkin nanti waktu liburan semester."
"Sekarang aja gimana?"
"Nggak." Tolak Mikha dengan segera.
"Kok gitu? Jakarta sudah sangat ingin mengenalmu."
"Alasan."
Arzam merutuk kecewa. "Ya, kan, aku cuman bisa cari alasan biar kamu mau ke Jakarta."
Mikha tersenyum ketika melihat Arzam cemberut.
"Sebentar lagi hujan. Kita buat teh di rumah pohon, yuk? Aku bawa air panas." Ajak Mikha.
Arzam melihat Mikha yang kini berdiri sambil menjulurkan tangannya untuk membantu Arzam bangkit. Ia pun meraih tangan Mikha untuk bangkit.
"Jangan."
"Kenapa?" Tanya Mikha bingung.
"Kita di sini saja. Sudah lama aku tidak menemani bunga-bunga ini."
"Maksudnya?"
"Maksudnya, kita temani bunga-bunga ini sambil menunggu hujan. Gimana?"
Mikha tertawa kecil, lalu menggeleng. "Nggak boleh, Kak. Kita lihat hujan seperti biasanya saja."
Arzam merengut. "Masa aku sudah kembali tetap mau yang biasa-biasa saja? Ayolaah!"
Mikha masih tidak mau untuk mengabulkan keinginan Arzam. Tapi, semesta mengizinkannya karena hujan turun tak lama setelah itu.
Arzam menahan tangan Mikha sambil menatapnya dengan hangat.
"MIKHAAAA!" Teriak Arzam sambil menengadah ke langit.
Mikha tertawa melihat kelakuan Arzam. Ia pun mengikuti keinginan Arzam untuk bermain hujan.
"Coba teriak!" Suruh Arzam dengan suara yang bersautan dengan rintik hujan.
"AAAAAAAAA!" Teriak Mikha.
"MIKHAAAAA!" Arzam menyusul teriakan Mikha.
"KAK ARZAAAAAAAM!"
Mereka tertawa saling menatap. Dingin, namun tawa mereka seakan saling menghangatkan satu sama lain.
"ARZAM SAYANG MIKHA!" Teriak Arzam sambil terus menatap Mikha.
Mikha yang mendengarnya hanya tertawa. Ia pun tak bisa menampik bahwa ia menyayangi Arzam. Lelaki itu sudah mengisi dirinya saat Raka pergi. Lelaki itu yang ada dan mengerti dirinya.
"Kak Arzam." Panggil Mikha. Arzam menatap Mikha dengan serius. "Mikha juga sayang sama kak Arzam." Jawabnya dengan suara yang sedikit lirih.
Namun, Arzam mendengarnya. Lelaki itu tertawa keras. "SEMESTA, MIKHA JUGA SAYANG PADAKU! TAPI, DIA MALU-MALU!" Teriak Arzam.
Mikha memukul lengan Arzam karena gemas.
Mereka pun tenggelam dalam dinginnya rintik hujan. Menyembuhkan bersama luka dalam diri masing-masing jiwa.
Arzam memeluk erat Mikha setelah sekian lama saling mengejar. Ia menahan tubuh Mikha agar saling berhadapan. Arzam tersenyum, "Kamu harus dengar ini baik-baik." Arzam menjeda kalimatnya. "Arzam akan selalu untuk Mikha."
🌙
Selamat hari Sabtu ❤
KAMU SEDANG MEMBACA
ALUM
Teen Fictiona.lum (adj) : layu "Satu hal yang aku percaya tentang kepergianmu. Kamu akan pulang." Best Rank 1 dalam #lepas (12 Juli 2019)